Sidang lanjutan kasus penembakan yang menewaskan Deddy Indrajid di depan tempat hiburan malam (THM) Jalan Imam Bonjol, Samarinda pada Minggu (4/5) mengungkap fakta baru. Senjata yang dipakai pelaku rupanya milik anggota polisi.
Fakta ini terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (12/11). Diketahui pemilik senjata tersebut adalah mantan anggota Polri yang pernah bertugas di satuan Brimob.
Jadi Pertanyaan Keluarga Korban
Kuasa hukum keluarga korban, Agus Amri mempertanyakan bagaimana hal tersebut baru terungkap sekarang. Padahal kasus sudah ditangani sejak enam bulan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi Majelis Hakim meminta jaksa menghadirkan satu orang saksi, anggota Brimob yang merupakan pemilik senjata api yang digunakan para pelaku. Ini informasi baru, dan sangat mengecewakan karena tidak pernah dibuka sejak awal oleh penyidik," kata Agus kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).
Agus menegaskan, senjata api bukan barang yang bisa dimiliki sembarangan, apalagi digunakan untuk tindakan kriminal. Ia menilai, aparat penegak hukum harus menjelaskan bagaimana senpi itu bisa berpindah tangan.
"Bagaimana mungkin senjata resmi kepolisian bisa jatuh ke tangan orang-orang ini untuk mengeksekusi korban? Apakah dicuri, dipinjam, atau ada tujuan lain? Publik berhak tahu," ujarnya.
Oknum Brimob Sudah Diberhentikan
Kapolresta Samarinda Kombes Hendri Umar menjelaskan pelaku eksekutor mendapatkan senjata api dari anggota Brimob berinisial D yang berdinas di Samarinda Seberang. Anggota tersebut kini telah diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) karena terlibat jual-beli senjata ilegal.
"Benar, si pelaku eksekutor mendapatkan senjata dari seorang oknum Brimob berinisial D. Yang bersangkutan sudah mendapat putusan PTDH dan putusan bandingnya juga sudah keluar, menguatkan hasil sidang kode etik," ujar Hendri Umar kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
Dalam proses penyelidikannya, D mengaku lupa berapa harga senjata api tersebut dijual dan keterangannya masih berubah-ubah.
Bukan dari Polri
Sementara itu dari hasil pemeriksaan, senjata itu bukan berasal dari institusi Polri maupun TNI. Hendri mengatakan bahwa senjata itu merupakan buatan pabrik.
"Hasil uji balistik dan forensik menunjukkan senjata yang digunakan adalah jenis pabrikan, tapi bukan senjata organik Polri maupun TNI," jelas Hendri.
Hendri menambahkan, D mendapatkan senjata tersebut sejak tahun 2018 saat bertugas (BKO) di Jakarta. Senjata itu awalnya dibeli dari seorang sipil dalam kondisi rusak, lalu diperbaiki hingga kembali bisa digunakan.
"Pada tahun 2022 karena kondisi ekonomi D kurang baik, senjata itu dijual kepada salah satu tersangka dalam kasus penembakan ini, berinisial R," kata Hendri.
Senjata api itu kemudian berpindah tangan ke pelaku utama penembakan berinisial I yang mengeksekusi korban Deddy Indrajid. Kapolresta menegaskan kepolisian memastikan transaksi tersebut dilakukan secara pribadi oleh oknum, bukan dalam kapasitas kedinasan.
"Kami pastikan semuanya dilakukan oleh oknum, melalui proses jual-beli, bukan penyerahan resmi. Senjata dan amunisinya satu paket," pungkasnya.
Peristiwa Penembakan
Kasus penembakan terhadap Deddy Indrajid terjadi pada Minggu (4/5) lalu. Korban tewas dengan lima luka tembak, dua di antaranya tembus dan tiga peluru bersarang di tubuhnya. Tim forensik RSUD AWS Samarinda memastikan penyebab kematian berasal dari luka tembak.
Dalam kasus penembakan itu, Polresta Samarinda menetapkan 10 tersangka. Kesepuluh tersangka itu dijerat dengan dua pasal yakni 338 KUHP tentang pembunuhan, dan juga pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
