Bukan Cuma Jawa, Wayang Kulit Juga Jadi Tradisi Banjar

Hari Wayang Nasional

Bukan Cuma Jawa, Wayang Kulit Juga Jadi Tradisi Banjar

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Jumat, 07 Nov 2025 05:59 WIB
Tokoh pewayangan dalam pentas wayang kulit
Ilustrasi wayang. Foto: pikisuperstar/Freepik
Banjarmasin -

Wayang merupakan salah satu produk budaya yang secara historis dan filosofis masih bertahan lama. Mengutip situs Kemdikbud, wayang adalah seni yang lengkap, meliputi akting, suara, musik, pidato, sastra, lukisan, patung, dan simbolisme.

Wayang dinilai sangat berharga dalam membentuk kepribadian dan identitas bangsa, sekaligus berfungsi sebagai sarana informasi, dakwah, pendidikan, hiburan, dan penyelidikan filosofis.

Selama ini wayang kulit dikenal sebagai budaya Jawa. Namun wayang kulit sebenarnya juga merupakan tradisi di daerah lain, salah satunya Kalimantan Selatan, terutama bagi masyarakat suku Banjar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak artikel ini untuk mengenal lebih jauh apa itu Wayang Kulit Banjar, mulai dari asal-usul hingga ciri khas yang dirangkum dari situs Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan buku Album Wayang Kulit Banjar di situs Kemendikdasmen.

Asal-usul Wayang Kulit Banjar

Secara harfiah, 'wayang' berarti bayangan. Namun, seiring berjalannya waktu, pengertian ini bergeser menjadi seni pertunjukan panggung, apalagi dengan munculnya visualisasi lain seperti Wayang Golek, Wayang Cepak, Wayang Beber, dan Wayang Wong.

Persebaran wayang tidak hanya terbatas di Pulau Jawa, tetapi juga meluas ke Bali, Nusa Tenggara, Sumatera, dan Kalimantan. Di Kalimantan Selatan, pertunjukan wayang kulit mulai dikenal sekitar awal abad ke-XIV, dibawa oleh Kerajaan Majapahit yang saat itu menyebarkan agama Hindu melalui media pertunjukan wayang kulit, bukan dengan jalan kekerasan.

Meskipun awalnya kurang dapat dinikmati karena menggunakan repertoar Jawa, wayang kemudian diadaptasi dengan muatan-muatan lokal, hingga akhirnya Wayang Kulit Banjar menjadi seni pertunjukan yang berdiri sendiri dengan ciri khasnya.

Ciri Khas Wayang Kulit Banjar

Wayang Kulit Banjar memiliki beberapa perbedaan yang khas dari seni wayang lainnya, berikut di antaranya:

1. Anatomi Wayang dan Bahan Baku

Umumnya, bahan yang digunakan untuk wayang kulit Jawa adalah kulit kerbau. Namun, karena kerbau kurang dibudidayakan di Kalimantan Selatan, Wayang Kulit Banjar umumnya terbuat dari kulit sapi, atau bahkan kulit kambing.

Hal tersebut juga memengaruhi anatomi tubuh wayang Banjar yang memiliki postur tubuh lebih kecil dibandingkan dengan wayang Jawa.

Penataan (ornamen) dan pengecatan wayang Banjar juga terlihat sangat sederhana. Kesederhanaan ini disengaja karena pementasan Wayang Banjar lebih menitikberatkan pada dimensi bayangan yang terlihat dari belakang layar.

Ornamen, detail, dan warna wayang kurang menjadi faktor utama yang diperhatikan oleh penonton, berbeda dengan wayang yang menonjolkan detail visual. Wayang ini dilengkapi dengan penjepit (gapit) dari kayu ulin Kalimantan agar dapat dimainkan.

2. Gamelan Banjar

Gamelan wayang Banjar, yang merupakan medium seni musik di kalangan suku Banjar, memiliki timbre yang berbeda dengan gamelan Jawa, Sunda, atau Bali. Melodinya justru mirip dengan akord Gamelan Banyuwangi. Kelengkapan instrumennya meliputi bilah, gong, dan pencon.

Secara kelas sosial budaya, Gamelan Banjar memiliki dua versi, yaitu Gamelan Banjar versi keraton dan versi populer.

Gamelan Banjar versi keraton berfungsi sebagai fasilitator ritual dan kegiatan di Keraton Banjar, termasuk mengiringi pertunjukan wayang kulit. Instrumennya meliputi babun, gendang dua, rebab, gambang, selentem, ketuk, dawu, sarun, seruling, kanung, kangsi, gong besar, dan gong kecil.

3. Tokoh dan Cerita

Sebagian besar tokoh wayang Banjar memiliki kemiripan nama dengan tokoh Wayang Yogyakarta atau Surakarta. Namun ada juga tokoh yang khas dalam pertunjukan masyarakat Banjar, seperti Kedakit Klawu.

Sumber cerita utama tetap bersumber pada kitab kuno Hindu, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Namun, kreativitas dalang Banjar sangat ditekankan melalui karya-karya baru yang mereka ciptakan sendiri, yang disebut lakon carangan. Seiring waktu, lakon carangan inilah yang justru menjadi populer.

Selain lakon biasa, di Kalimantan Selatan juga berkembang pertunjukan 'Wayang Sampir'. Ini adalah upacara ritual yang dipimpin dalang untuk mengusir ruh jahat yang mengganggu kehidupan manusia.

Wayang Sampir biasanya diselenggarakan di awal pertunjukan (sebelum pertunjukan wayang), sedikit berbeda dengan ritual ruwatan di Jawa yang biasanya dilakukan setelah pertunjukan semalam.

Struktur dan Makna Filosofis

Struktur pertunjukan Wayang Kulit Banjar memiliki tiga babakan utama yang merefleksikan perjalanan hidup manusia dari masa kecil hingga kembali kepada Sang Pencipta.

Berikut ini struktur dan makna filosofis Wayang Kulit Banjar yang dikutip dari studi Struktur dan Makna Penyajian Wayang Kulit Purwa Banjar oleh Novyandi Saputra dari Universitas Lambung Mangkurat:

1. Babakan Pembukaan

Babakan pembukaan Wayang Kulit Purwa Banjar ditandai dengan pemukulan lagu-lagu seperti Lagu Ayakan, Liong, Ayakan Bisik, dan Ambung Gunung. Babakan ini melambangkan masa kecil atau awal kehidupan manusia yang penuh dengan pencarian.

Secara filosofis, Lasam Sepuluh yang melodinya tak beraturan mencerminkan hakikat hidup yang berawal dari ketidakjelasan, yang kemudian harus mencari kejelasan untuk menciptakan keseimbangan.

Proses pencarian ini diibaratkan sebagai Ayakan yang merupakan 'penyaringan' berulang kali untuk mendapatkan hasil terbaik dan kesiapan menatap dunia. Selain itu, hadirnya lagu Liung (menghindar) menyiratkan perintah untuk menjauhi segala hal yang dilarang, seperti bahaya dan penyakit hati, agar kehidupan dapat terselamatkan.

Sebelum memulai cerita, Dalang melakukan Bisik, yang merupakan munajat kepada Sang Pencipta untuk meminta izin menyampaikan kebaikan. Babakan ini ditutup dengan Ambung Gunung yang mengajarkan bahwa segala sesuatu di dunia dapat diatur oleh Yang Maha Tunggal, dan manusia harus menyadari dualisme serta mempercayai hal yang tampak dan gaib.

2. Babakan Isi

Babakan isi melambangkan masa dewasa yang penuh dengan perjuangan, rintangan, dan ujian. Alur cerita dimulai dari pihak protagonis (Siba Kerajaan Pertama) sebagai nilai edukatif bahwa segala sesuatu harus dimulai dari kebaikan.

Namun, kebaikan ini akan selalu diuji dengan hadirnya pihak antagonis (Siba Kerajaan Kedua), yang menjadi simbol dualisme kehidupan (baik vs jahat) dan rintangan dalam perjuangan, menegaskan bahwa Tuhan tidak akan membiarkan umatnya berjuang tanpa ujian kesabaran.

Kemudian, terjadi Perang Gagal (Perang Tunda) yang mengajarkan bahwa kegagalan adalah pendorong diri menuju kesuksesan, bukan kesombongan. Manusia tidak dapat hidup sendirian, seperti yang disiratkan dalam bagian 'terlibatnya kerajaan pendukung' yang mengajarkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang harus saling tolong-menolong.

Babakan isi mencapai puncaknya pada Perang Tanding, yang menjadi simbol kedewasaan seseorang dalam menentukan pilihan hidup, mengubah sikap menuju kebenaran, dan menguji ketakwaan terhadap hawa nafsu.

3. Babakan Penutup

Babakan penutup melambangkan masa tua dan kembalinya manusia kepada Sang Pencipta, ditandai dengan kemenangan pihak yang baik.

Inti dari babakan ini adalah Ucul Panganggi yang secara harfiah berarti melepaskan pakaian. Secara tersirat, ini adalah pesan bahwa di masa tua, pakaian duniawi (sifat positif atau negatif) tidak lagi berguna, dan yang terpenting adalah urusan ukhrawi.

Adegan ini melibatkan Samar (simbol aturan) dan Duli Pandita (gambaran orang yang telah mencapai hakikat), menunjukkan bahwa proses pelepasan diri harus didasarkan pada pemahaman akan aturan dan Pencipta.

Seluruh pertunjukan diakhiri dengan Ayakan Penutup yang tanpa disadari merupakan pertanda bahwa semua manusia akan kembali ke asal, yaitu kembali kepada Pencipta-Nya. Struktur nada yang dimulai dan diakhiri dengan nada 6 menyiratkan bahwa keselamatan hidup akan diperoleh bagi siapa pun yang selalu percaya pada enam rukun iman.

Halaman 2 dari 2
(bai/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads