Baayun Maulid, Tradisi Memperingati Kelahiran Nabi di Kalimantan Selatan

Baayun Maulid, Tradisi Memperingati Kelahiran Nabi di Kalimantan Selatan

Anindyadevi Aurellia - detikKalimantan
Kamis, 04 Sep 2025 05:59 WIB
Baayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/Banjarbaru
Baayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/Banjarbaru
Balikpapan -

Maulid Nabi Muhammad SAW adalah kegiatan memperingati hari lahir Rasulullah SAW dengan tujuan mengenang kembali sejarah dan perjuangan hidupnya. Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati setiap tahun pada 12 Rabiul Awal. Tahun ini, Maulid Nabi Muhammad SAW jatuh pada 5 September 2025.

Di Indonesia, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga sarat dengan tradisi lokal yang beragam. Setiap daerah memiliki cara khas untuk mengekspresikan rasa cinta kepada Rasulullah SAW, salah satunya di Kalimantan Selatan.

Baayun Maulid adalah tradisi mengayun bayi atau anak sambil membaca syair Maulid. Baayun Maulid dilaksanakan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 12 Rabiul Awal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenal Tradisi Baayun Maulid

Baayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/BanjarbaruBaayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/Banjarbaru

Nina Permata Sari dkk dalam bukunya yang berjudul Problematika Perilaku Anak di Bantaran Sungai menjelaskan bahwa mayoritas agama pada masyarakat bantaran sungai Kalimantan Selatan adalah Islam. Masyarakat masih memegang setia tradisi budaya dari nenek moyang, kemudian disesuaikan kembali dengan ajaran Islam.

Beberapa budaya lokal sampai sekarang masih dilakukan di daerah Banjarmasin dan sekitarnya. Kebudayaan yang dimiliki masyarakat Banjar erat kaitannya dengan aspek keagamaan, menjadi salah satu aspek yang mendukung kehidupan sosial masyarakat bantaran sungai.

Pada masyarakat Banjar terdapat kebudayaan yang didasarkan pada siklus kehidupan manusia, yaitu dari kelahiran hingga kematian, di antaranya acara mandi tujuh bulan kehamilan, batampung tawar, batumbang, dan baayun anak. Salah satunya perayaan baayun maulid, tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Banjar yakni kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Baayun Maulud terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan maulud. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya.

Dengan diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata maulud (dari bahasa Arab merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sehingga Baayun Maulud mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi sekalian alam.

Tradisi Baayun Maulid yang digelar setiap tahunnya oleh Suku Banjar tersebut merupakan kegiatan mengayun bayi, anak-anak, dan dewasa dengan membaca syair maulid untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ayunan dihiasi berbagai macam kue tradisional Banjar.

Deretan ayunan yang terbuat dari tiga lapis tapih bahalai atau sarung panjang menggantung, dilengkapi dengan hiasan yang terdiri atas daun janur, wadai atau kue tradisional Khas Banjar, serta pisang.

Dikutip dari laman Media Center Provinsi Kalsel, tradisi baayun maulid biasanya dilakukan di masjid, dengan peralatan ayunan dari kain sarung wanita (tapih bahalai). Saat bayi dituyang atau diayun, ia akan dibacakan shalawat dan syair-syair yang mengagungkan akhlakul karimah Nabi Muhammad SAW.

Pada bagian ujung kain diikat dengan tali/pengait. Kain ayunan terdiri dari tiga lapis. Lapisan paling atas adalah kain sarigading atau sasirangan (kain tenun khas Banjar). Ayunan dihias dengan janur pohon nipah atau enau dan pohon kelapa, serta buah pisang, kue cucur, kue cincin, ketupat, dan hiasan jajanan pasar lainnya.

Dijelaskan oleh Sarwani dalam penelitiannya berjudul Makna Baayun Maulud pada Masyarakat Banua Halat Kabupaten Tapin, Baayun Maulud semula adalah upacara adat peninggalan nenek moyang yang masih beragama Kaharingan. Tradisi ini semula hanya ada di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian, berkembang dan dilaksanakan di berbagai daerah di Kalimantan Selatan.

Tradisi Baayun Maulud merupakan percampuran dari budaya lama dan Islam yang semula berasal dari masyarakat yang beragama keharingan yang tinggal di daerah Banua Halat kemudian memeluk agama Islam. Dalam sejarahnya, tradisi ini lahir dari upacara yang dilakukan nenek moyang untuk memohon keselamatan dan menolak bala. Seiring masuknya islam maka disertakan bacaan sholawat dan ayat-ayat Al-Quran.

Tujuan Baayun Maulid

Baayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/BanjarbaruBaayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/Banjarbaru

Budaya ini telah diwariskan turun-temurun kepada para tutus (keturunan) orang-orang Dayak Banjar. Namun pada intinya, tujuan mengayun anak pada bulan Maulud adalah mengharap anak-anak dapat mengikuti keteladanan Nabi Muhammad SAW dan berbakti kepada kedua orang tua.

Dulu, Baayun Maulud diperuntukkan untuk bayi berumur 40 hari atau balita. Namun kini Baayun Maulud dilakukan oleh berbagai kalangan usia, terutama mereka yang memiliki nazar atau hajad.

Ada pula orang dewasa yang masuk dalam ayunan, selain nazar juga biasanya sewaktu kecil belum pernah mengikuti ritual ini. Mereka pun memiliki harapan yang sama dengan bayi-bayi yang dimasukkan dalam baayun, yaitu semoga panjang umur dan diberikan kesehatan serta keselamatan dalam menjalani hidup.

Baayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/BanjarbaruBaayun Maulid. Foto: Media Center Kalimantan Selatan/Banjarbaru

Dikutip dari laman Kanwil Kemenag Kalteng, tradisi baayun maulid sebenarnya sudah ada sebelum penyebaran Islam di tanah Banjar. Tradisi ini menjadi bagian dari peringatan daur hidup masa kanak-kanak, saat si anak berusia 0-5 tahun atau masih balita.

Tradisi ini merupakan asimilasi antara budaya Banjar dan agama Islam. Selain sebagai ungkapan doa bagi langkah si anak ke depan, tradisi ini juga sebagai upaya tolak bala. Dalam tradisi baayun, anak-anak secara massal diayun dengan iringan pembacaan doa dan shalawat Nabi.

Pada buku Antropologi SMA/MA oleh Yuni Sare dijelaskan setiap peserta juga membawa piduduk, yakni sesaji berupa batang tebu yang dibuat seperti tangga, beras, gula merah, garam, asam, uang, serta berbagai bentuk anyaman daun kelapa seperti ketupat burung.

Baayun Maulid memiliki syarat upacara yang disebut piduduk. Syarat upacara ini terdiri dari 3,5 liter beras, gula merah, dan garam untuk anak laki-laki, serta sedikit garam ditambah minyak goreng untuk anak perempuan. Menurut kepercayaan sebagian masyarakat, ini menjadi seremonial untuk mencegah gejala kapingitan (kesurupan).

Selain itu ada pula tradisi tampung tawar kepada bayi atau anak yang baayun di masjid setempat. Tampung tawar dipercaya dapat menghindarkan bayi atau anak-anak dari sakit-sakitan yang diakibatkan karena hat-hal mistis.

Selain itu ada pula tradisi lain seperti mengayun madihin (baayun dengan melakukan syair madihin), ayun wayang (didahului dengan pertunjukan wayang), ayun topeng (didahului pertunjukan tari topeng).

Literatur lain menyebutkan, kegiatan ayun anak juga dikenal dalam tradisi Dayak Meratus. Kegiatan tersebut menjadi bagian upacara aruh ganal, pesta adat yang dilaksanakan setahun sekali seusai panen padi ladang.

Halaman 2 dari 2
(aau/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads