Tari Ronggeng Paser dari Kaltim: Sejarah, Gerakan, Musik dan Busana

Tari Ronggeng Paser dari Kaltim: Sejarah, Gerakan, Musik dan Busana

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Minggu, 12 Okt 2025 14:00 WIB
Tari Ronggeng Paser.
Foto: dok YouTube Media Center Kab Paser
Balikpapan -

Tari Ronggeng Paser adalah salah satu kesenian tradisional yang hidup di tengah masyarakat Paser, Kalimantan Timur. Tarian ini bukan sekadar hiburan, melainkan warisan budaya Paser yang sarat makna.

Sejak 2017, tarian ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (SK Mendikbud No. 260/M/2017). Simak sejarah, fungsi, bentuk dan gerakan, hingga musik dan busananya.

Sejarah Tari Ronggeng Paser

Dalam penelitian Sejarah Perkembangan Tari Ronggeng Paser di Kabupaten Penajam Paser Utara oleh Zahra dkk dari Universitas Mulawarman, tari ronggeng paser memiliki akar sejarah yang panjang, salah satu versinya menyebut tari ini dikenal sejak animisme dan dinamisme masih dianut masyarakat lokal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerakan tari digunakan sebagai ritual untuk berkomunikasi dengan roh leluhur dan kekuatan alam. Gerakan yang meniru unsur-unsur alam, seperti angin, air, dan tumbuhan, diyakini sebagai doa agar masyarakat diberi keselamatan dan hasil panen yang berlimpah.

Di era Kerajaan Sadurangas, ronggeng paser tidak hanya hadir dalam ritual adat, tetapi juga menjadi hiburan resmi di lingkungan istana. Para penari perempuan yang terlatih menampilkan gerakan anggun diiringi musik bersyair pesan moral dan kisah kehidupan masyarakat.

Di masa kerajaan ini pula, tarian mulai dikenal sebagai "ronggeng paser", sebuah istilah yang dipengaruhi interaksi dagang dengan pedagang dari Semenanjung Malaya.

Pada masa penjajahan, tarian ini sempat mengalami kemunduran karena dibatasi. Meski demikian ronggeng paser kerap dipentaskan sebagai hiburan bagi tentara.

Dalam Tari Ronggeng Paser Sebagai Identitas Masyarakat Suku Paser di Kabupaten Paser Kalimantan Timur oleh Narsidah Ilam dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, salah satu ciri khas yang muncul dalam perkembangan pasca-kemerdekaan adalah tradisi ngibing.

Ngibing adalah interaksi langsung antara penari dan penonton. Dalam ngibing, penari memberikan selendang atau sapu tangan kepada penonton untuk diajak menari bersama di arena pertunjukan.

Mulai dekade 1980-an, pemerintah daerah mulai menyadari pentingnya pelestarian seni tradisional sebagai identitas budaya. Sanggar-sanggar seni didirikan, penari muda dilatih, dan festival budaya digelar secara rutin.

Kini, tari ronggeng paser terus berkembang dan mengalami modifikasi dalam gerak, musik, dan kostum agar lebih sesuai dengan selera generasi muda, tanpa meninggalkan akar tradisinya.

Fungsi Tari Ronggeng Paser

Berdasarkan studi Makna Komunikasi Nonverbal Pada Kesenian Tari Ronggeng Paser oleh Sri Wahyuni dkk dari Unmul, fungsi Tari Ronggeng Paser meliputi:

  • Ritual: bagian dari upacara pengobatan (Belian) dan syukuran panen.
  • Sosial: sarana interaksi masyarakat, termasuk ngibing (mengajak penonton menari bersama).
  • Hiburan: ditampilkan dalam pesta rakyat, pernikahan, hingga festival budaya.
  • Edukasi: tarian ini diajarkan kepada anak-anak untuk meregenerasi kebudayaan.

Bentuk dan Gerakan Tari

Tari ronggeng paser pada umumnya dimainkan berkelompok. Berdasarkan studi Bentuk dan Fungsi Tari Ronggeng Paser di Desa Sesulu Gunung Batu Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur oleh Lia Sukma Istiani dan Slamet MD dari ISI Surakarta, biasanya tari dibawakan enam orang perempuan. Tarian bersifat terbuka, sehingga penonton dapat ikut menari bersama di arena.

Gerakan tari didominasi oleh motif lenggang Melayu, yakni ayunan tangan dan langkah kaki yang lembut, sederhana, dan repetitif. Kesederhanaan gerak inilah yang memungkinkan penonton mudah mengikuti ketika diajak menari dalam tradisi ngibing.

Gerakan disesuaikan dengan musik pengiring yang terdiri dari tiga musik utama, yaitu Batu Sopang, Tirik, dan Makinang. Lagu Batu Sopang biasanya dimainkan pada bagian awal pertunjukan dengan irama tenang sebagai pembuka suasana, kemudian Tirik hadir pada bagian inti dengan tempo lebih cepat dan dinamis, lalu ditutup dengan lagu Makinang dengan irama ringan.

Musik Pengiring

Dikutip dari buku Deskripsi Seni Kalimantan Timur oleh Kemdikbud, berikut ini musik pengiring yang digunakan dalam tari ronggeng paser:

  • Gambus (alat musik petik): sebagai pembawa melodi utama yang mengatur frase musik dan memberi aksen pada pergantian ragam gerak.
  • Musik keroncong/ukulele: mengisi harmoni ritmis dengan strumming halus yang menjaga kontinuitas irama.
  • Kereces/tamborin: memberi aksen ritmis dan warna bunyi kerincing di atas ketukan utama, serta mempertegas dinamika saat masuk ke sesi ngibing.
  • Gitar: memperkuat harmoni dan penopang progresi akor.
  • Babun/gendang: mengatur tempo dan penegas dinamika gerak. Pola pukulan babun menandai perubahan tempo.
  • Alat musik modern: Kini bisa ditambah biola, keyboard, bahkan aransemen digital untuk menarik generasi muda, meski tetap mempertahankan gambus sebagai instrumen utama.
  • Penyanyi (pria dan wanita): membawakan syair/pantun berbahasa Paser yang menyampaikan cerita, nasihat, atau sapaan interaktif kepada penonton.

Kostum Tari Ronggeng Paser

Kostum atau busana dalam tari ronggeng paser merefleksikan perjalanan fungsi dan makna tarian ini dari masa ke masa. Di masa awal ketika digunakan sebagai ritual adat, penari mengenakan pakaian sederhana berupa kain polos atau kebaya tradisional dengan hiasan kepala seadanya.

Penari kini umumnya mengenakan kebaya satin berwarna cerah, terutama kuning dan merah, bawahan berupa sarung atau batik khas Paser yang mempertegas identitas perempuan Paser.

Selendang hampir selalu hadir, bukan hanya sebagai pelengkap estetika, tetapi juga sebagai alat interaksi dalam tradisi ngibing, ketika penari mengajak penonton ikut menari.




(bai/sun)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads