Legenda Ambun dan Rimbun, Kisah Keberanian dan Kesetiaan

Legenda Ambun dan Rimbun, Kisah Keberanian dan Kesetiaan

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Senin, 22 Sep 2025 07:01 WIB
Ilustrasi kisah Ambun dan Rimbun.
Ilustrasi kisah Ambun dan Rimbun. Foto: Copilot AI
Palangka Raya -

Pulau Borneo tak hanya memiliki hutan tropis dan ribuan sungai, tetapi juga menyimpan warisan cerita rakyat yang sarat makna. Salah satunya adalah Legenda Ambun dan Rimbun dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

Legenda ini mengisahkan tentang keberanian, kesetiaan, dan kecintaan terhadap keluarga. Berikut ini kisah Ambun dan Rimbun yang dikutip dari buku 108 Cerita Rakyat Terbaik Asli Nusantara oleh Marina Asril Reza dan beberapa sumber lain, lengkap dengan pesan moralnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Ambun dan Rimbun

Ambun dan Rimbun adalah sepasang kakak beradik yang memutuskan merantau demi mengubah nasib. Dengan hati yang berat, mereka meninggalkan ibu tercinta seorang diri di sebuah kampung terpencil di Kalimantan Tengah.

Sebelum berangkat, sang ibu membekali mereka dua bilah dohong, yaitu keris pusaka warisan mendiang ayah mereka. Keris itu dililit dengan kain yang berbeda.

"Ambun, untukmu dohong dengan kain merah, sebagai lambang keberanian. Rimbun, untukmu dohong dengan kain kuning yang melambangkan kesetiaan. Jagalah, karena di dalamnya ada doa dan restu ayahmu," kata ibu kepada kedua anaknya.

Perjalanan panjang mereka tak berjalan mulus. Rimbun jatuh sakit akibat kelelahan, dan takdir berkata lain. Dia menghembuskan napas terakhir di tengah perjalanan.

Dengan hati yang hancur, Ambun menguburkan jasad adiknya. Dohong milik Rimbun ia tancapkan di bagian kepala makam, sementara kain kuning pembungkusnya dililitkan di nisan sebagai tanda kasih dan kenangan.

"Tidurlah, adikku. Suatu hari aku akan kembali lagi," ucap Ambun sebelum meninggalkan kuburan adiknya.

Pertemuan dengan Seorang Nenek

Ambun melanjutkan perjalanan seorang diri, menembus hutan lebat. Bekal dari ibunya telah habis, hingga akhirnya ia tiba di sebuah rumah sederhana milik seorang perempuan tua. Ambun diizinkan menumpang tinggal di sana.

Sebagai balas budi, ia membantu sang nenek mengurus rumah. Ambun menimba air, menyiangi kebun, hingga menyalakan api. Kesantunan dan kerajinannya membuat sang nenek begitu menyayanginya.

Suatu hari, sang nenek membuka kisah hidupnya. Ia ternyata berasal dari keluarga Kerajaan Sambaratih, namun diasingkan. Meski demikian, beberapa kerabat kerajaan masih mengirimkan makanan untuknya.

"Aku dulu keluarga Kerajaan Sambaratih. Tapi aku diusir karena menikah dengan rakyat jelata," ungkap nenek.

Sayembara di Istana

Pada suatu ketika, seorang utusan istana datang membawa makanan sekaligus kabar penting. Raja mengadakan sayembara dengan hadiah dinikahkan dengan putri kerajaan.

"Raja mengadakan sayembara. Siapa yang mampu melompat dari halaman istana hingga ke atap untuk memetik bunga melati dan memberikannya kepada sang putri, maka akan menjadi menantu raja. Tapi jika gagal, berarti hukuman," kata sang utusan.

Ambun memutuskan untuk ikut serta. Bersama sang nenek, ia berangkat menuju istana. Saat memasuki arena sayembara, sorakan ejekan penonton menggema.

Namun, Ambun tetap tenang. Ia berdoa dalam hati, lalu mengambil ancang-ancang. Dengan suara lantang, ia menyebut nama mendiang ayahnya sambil mencabut dohong pusaka dari pinggangnya.

Keajaiban pun terjadi. Ambun melompat dengan ringan, menembus jarak dari halaman hingga atap istana. Ia memetik bunga melati dan menyerahkannya langsung kepada sang putri.

Sorak-sorai rakyat menggema, dan Raja sendiri berdiri memberi tepuk tangan penuh kagum. Tanpa ragu, Raja menikahkan Ambun dengan putrinya dan menyerahkan takhta kepadanya karena usianya yang telah lanjut.

Kembalinya Rimbun

Sebagai raja baru, Ambun segera menjemput ibunya untuk diajak ke istana. Namun sebelum ke istana, Ambun bersama sang ibu mencari makam Rimbun di tengah hutan.

Setelah menemukannya, Raja Ambun memerintahkan pengawal menggali makam tersebut, sementara yang lain dikirim mencari air kehidupan 'danum kaharingan belom' di Bukit Kamiting.

Air suci itu ia teteskan pada tulang-belulang Rimbun. Perlahan, tulang-tulang itu menyatu kembali, dan secara ajaib, Rimbun hidup kembali. Sejak saat itu, mereka bertiga hidup dalam kebahagiaan, dan Ambun memimpin kerajaan dengan bijaksana, dikenang sebagai raja yang penuh kasih dan keberanian.

Pesan Moral Kisah Ambun dan Rimbun

Berikut beberapa pesan moral yang bisa dipetik dari kisah Ambun dan Rimbun:

1. Kesetiaan kepada Keluarga

Ambun dan Rimbun berangkat merantau demi masa depan, namun ikatan mereka dengan ibu dan satu sama lain tetap menjadi pusat cerita. Bahkan setelah Rimbun wafat, Ambun berjanji akan kembali untuknya.

2. Pengorbanan dan Cinta Kasih

Sang ibu rela melepas anak-anaknya demi kebaikan mereka, membekali dengan pusaka yang sarat doa. Ambun pun berkorban tenaga, waktu, dan bahkan keselamatan demi adiknya.

3. Keberanian Menghadapi Tantangan

Ambun tidak gentar menghadapi ejekan saat sayembara. Ia percaya pada dirinya dan doa orang tua.

4. Kerendahan Hati dan Budi Pekerti

Sebelum menjadi raja, Ambun menunjukkan sikap santun dan rajin membantu sang nenek. Sikap inilah yang membuka jalan menuju keberhasilannya.

5. Kekuatan Doa dan Restu Orang Tua

Dohong pusaka dalam cerita ini menjadi simbol restu dari orang tua. Hendaknya kita selalu minta doa restu orang tua ketika akan menjalani sesuatu.

Halaman 2 dari 2
(bai/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads