Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini lekat dengan peristiwa sejarah Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Momen ini diharapkan menjadi refleksi atas keteguhan ideologi di tengah badai sejarah. Namun terdapat pula kontroversi di balik Hari Kesaktian Pancasila ini. Simak sejarahnya dalam artikel ini.
Latar Belakang Hari Kesaktian Pancasila
Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap 1 Oktober merupakan respons atas peristiwa G30S/PKI yang menewaskan tujuh perwira TNI AD. Ketujuh perwira ini kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maksud dari peringatan ini adalah untuk menegaskan bahwa Pancasila tetap tegak sebagai dasar negara meskipun ada sudah ada berbagai upaya mengganti Pancasila dengan ideologi lain.
Dikutip dari situs Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), peringatan ini awalnya hanya dilakukan oleh prajurit TNI AD. Kemudian peringatan diperluas ke seluruh Angkatan Bersenjata, dan kemudian menjadi peringatan nasional.
Dasar Penetapan Hari Kesaktian Pancasila
Presiden Soeharto menetapkan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila secara nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 153 Tahun 1967. Tertulis sebagai pertimbangan, Soeharto menyatakan bahwa:
Pancasila sebagai dasar negara telah mengalami berbagai rongrongan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang membahayakan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peristiwa G30S/PKI merupakan salah satu bentuk rongrongan terhadap Pancasila, yang menimbulkan korban jiwa dan ancaman terhadap stabilitas nasional.
Bangsa Indonesia berhasil mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara, berkat semangat kebersamaan dan kesadaran nasional.
Pertimbangan ini menjadi dasar penetapan Hari Kesaktian Pancasila sebagai momen reflektif untuk memperkokoh kembali komitmen terhadap Pancasila.
Keppres tersebut menegaskan bahwa peringatan dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya militer. Meski sebagai hari besar nasional, Hari Kesaktian Pancasila bukanlah hari libur.
Ikrar Hari Kesaktian Pancasila
Setiap upacara Hari Kesaktian Pancasila, biasanya dibacakan ikrar. Dalam Pedoman Penyelenggaraan Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 yang diterbitkan Kementerian Kebudayaan, berikut teks Ikrar resmi yang dibacakan setiap upacara:
"Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami yang melakukan upacara ini menyadari sepenuhnya:bahwa sejak diproklamasikan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 pada kenyataannya telah banyak terjadi rongrongan baik dari dalam negeri maupun luar negeri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia;bahwa rongrongan tersebut dimungkinkan oleh karena kelengahan, kekurangwaspadaan Bangsa Indonesia terhadap kegiatan yang berupaya untuk menumbangkan Pancasila sebagai Ideologi Negara;bahwa dengan semangat kebersamaan yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur ideologi Pancasila, Bangsa Indonesia tetap dapat memperkokoh tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;maka di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam memperingati Hari Kesaktian Pancasila, kami membulatkan tekad untuk tetap mempertahankan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber kekuatan menggalang kebersamaan untuk memperjuangkan, menegakkan kebenaran dan keadilan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Ikrar ini ditandatangani atas nama bangsa Indonesia oleh Ketua DPR RI setiap upacara resmi.
Kontroversi Hari Kesaktian Pancasila
Meski diperingati setiap tahun, Hari Kesaktian Pancasila tidak lepas dari kontroversi. Menurut Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada (UGM) di situs resminya, peringatan tersebut dianggap masih dipengaruhi kepentingan politik rezim Orde Baru.
Kepala PSP UGM, Agus Wahyudi, PhD, pada 5 Oktober 2020 menyebut peristiwa G30S/PKI tidak berkaitan dengan Pancasila, sehingga tidak tepat jika disebut Hari Kesaktian Pancasila. Penggunaan Pancasila dalam konteks peristiwa 1965 justru menunjukkan ideologi negara pernah disalahgunakan demi kekuasaan.
Dia menilai perlu menulis ulang sejarah G30S dengan riset akademik yang terbuka dan teruji, agar tidak hanya menjadi alat legitimasi politik. Kontroversi ini juga terkait dengan narasi tentang kebangkitan PKI yang kerap dihembuskan untuk kepentingan politik tertentu.
Jadi, meskipun Hari Kesaktian Pancasila dimaksudkan untuk memperkokoh ideologi negara, sebagian akademisi menilai peringatan ini juga mewariskan narasi politik yang kontroversial dan perlu diluruskan melalui kajian ilmiah.