Sejarah Transmigrasi, Tujuan, Bentuk, dan Dampaknya

Sejarah Transmigrasi, Tujuan, Bentuk, dan Dampaknya

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Senin, 11 Agu 2025 06:01 WIB
Mudik Idul Fitri naik Kapal Laut
Ilustrasi transmigrasi. Foto: Edi Wahyono
Balikpapan -

Transmigrasi sudah dikenal lama di Indonesia. Program pemerintah ini kembali dilaksanakan pada masa sekarang. Ada yang menerima, tapi tak sedikit pula yang menolaknya.

Berdasarkan KBBI, transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah (pulau) yang berpenduduk padat ke daerah (pulau) lain yang berpenduduk jarang.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Transmigrasi, dijelaskan bahwa transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuk ketahui seperti apa sejarah transmigrasi di Indonesia dan apa saja bentuknya. Ketahui juga apa dampaknya bagi masyarakat, mengapa dilakukan pemerintah tetapi ada yang menolak.

Sejarah Transmigrasi

Dikutip dari situs UPTD Museum Ketransmigrasian Lampung, transmigrasi sudah ada sejak zaman kolonial. Tujuan awalnya adalah pemindahan dan penyebaran penduduk untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, serta mengembangkan suatu wilayah baru.

Tahun 1905, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melakukan transmigrasi karena Pulau Jawa sudah padat penduduk. Pertama kali transmigrasi dilakukan dari Jawa ke daerah Gedong Tataan, Keresidenan Lampung, pada November 1905.

Pemberangkatan pertama diikuti 155 kepala keluarga dari Kabupaten Karanganyar, Kebumen, Purworejo, dan Kedu. Kelompok pertama ini dipimpin asisten Residen Sukabumi HG Heyting yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Dikutip dari situs Kementerian Transmigrasi, di masa Hindia Belanda program ini masih bernama kolonisatie proof yang berarti kolonisasi. Nama transmigrasi baru dipakai secara resmi sejak 1950 pada era Orde Lama.

Transmigrasi pertama pasca-kemerdekaan dilakukan ke Lampung, dan selama tahun 1950-1959 sebanyak 22.360 orang telah dipindahkan. Pada masa Orde Baru, transmigrasi menjadi bagian dari program pembangunan nasional melalui Pelita I hingga IV, dengan jumlah transmigran yang terus meningkat. Kebijakan ini kemudian diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 dan revisinya pada tahun 2009.

Memasuki era Reformasi, transmigrasi tetap menjadi bagian dari pembangunan, namun pelaksanaannya mengalami perubahan signifikan akibat penerapan otonomi daerah. Penyelenggaraan transmigrasi yang sebelumnya bersifat sentralistik harus menyesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah.

Tujuan Transmigrasi

Dalam buku Transmigrasi dan Pengembangan Kawasan Perdesaan oleh M. Zulkarnain Yuliarso dkk, dijelaskan bahwa tujuan transmigrasi berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 1960 adalah untuk meningkatkan keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

Maka berikut ini beberapa tujuan dari transmigrasi:

  • Mewujudkan pengembangan wilayah permukiman baru di daerah yang masih memiliki kepadatan penduduk rendah.
  • Menciptakan keseimbangan distribusi penduduk antarwilayah guna mengurangi konsentrasi demografis.
  • Mengakselerasi pembangunan regional melalui optimalisasi potensi sumber daya alam dan manusia secara berkelanjutan.
  • Meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas hidup para peserta program transmigrasi.

Bentuk Transmigrasi

Drs Sugiharyanto, MSi dalam buku Geografi dan Sosiologi 2, transmigrasi dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuknya, yakni:

  • Transmigrasi keluarga
  • Transmigrasi lokal
  • Transmigrasi 'bedol desa'
  • Transmigrasi khusus
  • Transmigrasi umum
  • Transmigrasi spontan
  • Transmigrasi swakarsa
  • Transmigrasi sektoral
  • Transmigrasi padat karya
  • Evakuasi
  • Forentisme
  • Tourisme
  • Migrasi musiman

Dampak Transmigrasi

Dikutip dari situs Universitas Gadjah Mada (UGM), dijelaskan dampak positif dan negatif transmigrasi, di antaranya sebagai berikut:

Dampak Positif

  • Berkurangnya kepadatan penduduk di tempat padat, misalnya Pulau Jawa.
  • Meningkatnya pembangunan ekonomi lokal, terutama di wilayah yang sebelumnya kekurangan sumber daya manusia.
  • Mendorong produktivitas di lahan kosong, dengan kehadiran transmigran yang aktif berproduksi dan berkontribusi pada ekonomi setempat.
  • Menciptakan kompetisi positif dan kemakmuran, ketika para transmigran berhasil mengembangkan lahan dan meningkatkan taraf hidup.
  • Memperkuat hubungan sosial jika dilakukan dengan pendekatan inklusif, melibatkan masyarakat lokal dalam proses adaptasi dan pembangunan.

Dampak Negatif

  • Adanya polarisasi antara penduduk lokal dan transmigran, terutama jika satu kelompok budaya mendominasi wilayah baru.
  • Risiko konflik sosial, seperti yang pernah terjadi antara suku Madura dan penduduk lokal di Kalimantan pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an.
  • Munculnya kesenjangan sosial dan kecemburuan, ketika para pendatang lebih sukses dan memperluas lahan dibandingkan penduduk asli.
  • Kurangnya kesiapan transmigran terhadap kondisi lokal, yang dapat menyebabkan ketidaksesuaian dan kegagalan adaptasi.
  • Ancaman migrasi sementara, jika transmigran hanya mencari keuntungan sesaat tanpa komitmen jangka panjang terhadap wilayah tujuan.




(bai/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads