Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Raudhatul Islamiyah di Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar), sempat viral karena kasus penahanan rapor akibat tunggakan lembar kerja siswa (LKS). Kasus ini makin melebar karena salah satu guru merekam muridnya yang menangis karena turun kelas. Bupati Kubu Raya Sujiwo sampai turun tangan. Pada akhirnya, kasus ini berakhir damai.
Meski demikian, Sujiwo berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi tenaga pendidik. Bukan hanya di MTs Al-Raudhatul Islamiyah, tetapi juga di semua sekolah di Kubu Raya. Para guru diharapkan lebih bijak ketika menangani masalah murid-muridnya serta tidak melanggengkan perundungan atau bullying.
Berikut perjalanan kasus viral di dunia pendidikan ini, dirangkum detikKalimantan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berawal dari Keluhan Orang Tua
Seorang wali murid bernama Penikasih mengeluh karena rapor putranya ditahan oleh wali kelas. Penahanan rapor ini diduga karena ia belum membayar LKS. Tunggakan itu juga membuat putranya tidak naik kelas.
"Anak saya turun kelas karena rapor tidak diambil dan belum bayar LKS," ungkap Penikasih di kediamannya, Senin (21/7/2025).
Dari pengumuman yang disebar di WhatsApp, Penikasih mengungkap ada uang LKS senilai Rp 350 ribu yang harus dibayarkan saat pengambilan rapor.
"Otomatis, kami orangtua yang saat itu tidak ada uang, tidak datang. Karena pasti tidak dikasih juga rapornya. Saya bilang ke anak, insya Allah kamu naik kelas. Nanti kita ambil rapor pada tahun ajaran baru," ceritanya.
Tahun ajaran baru dimulai 14 Juli 2025. Penikasih kembali mendapat pesan dari wali kelas putranya untuk mengambil rapor sekaligus melunasi buku LKS. Yang membuat dia kaget, ternyata putranya juga terancam turun kelas jika rapor tak kunjung diambil dan LKS tak kunjung dibayar.
"Jadi itu lagi yang disampaikan. Saya balas pesannya akan mengambil rapor jika sudah ada uang. Saya jawab baik-baik. Hari Jumat wali kelas WA lagi, bilang karena rapor tidak diambil anak saya diturunkan kelas. Langsung saya jawab 'Lho kok gitu, Bu?' Gara-gara tidak ambil rapor lalu diturunkan ke kelas delapan," tuturnya.
Wali Kelas Rekam Anak Menangis
Penikasih kemudian menerima video putranya sedang menangis di sekolah. Diduga putranya merasa malu karena tidak naik kelas dan disaksikan oleh teman-temannya. Hal itu membuat Penikasih marah.
"Ya saya tidak terima anak saya dibully seperti itu," tegasnya.
Penikasih pun mencurahkan unek-uneknya melalui status WA yang hanya dapat dilihat oleh wali kelas yang bersangkutan. Wali kelas segera menghubungi Penikasih setelah melihat status tersebut.
"Saya buat story WA 'cuma karena belum ambil rapor dan bayar LKS anak diturunkan kelas, gokil'. Itu saya privasi cuma buat gurunya. Gurunya kebakaran jenggot, langsung hubungi saya dan bilang sengaja memvideokan seperti itu supaya saya datang ke sekolah," ujarnya.
Sementara itu, Yanti selaku wali kelas membantah telah menahan rapor siswanya. Namun, dia tidak langsung memberikan penjelasan lengkap karena tengah mengikuti acara ketika dihubungi.
"Tidak benar," katanya singkat.
Bupati Datangi Rumah Siswa dan Sekolah
Kasus ini sampai ke telinga Bupati Kubu Raya Sujiwo. Dia pun mendatangi rumah murid yang bersangkutan di Pal 9, Kecamatan Sungai Kakap pada Rabu (23/7) untuk memastikan kejadian sebenarnya.
"Alhamdulillah saya sudah berkunjung ke rumah murid. Kita lihat kondisi rumah anak ini. Artinya memang kondisi ekonomi orang tuanya tidak memiliki uang. Saya cukup miris mendengar kejadian ini. Bahkan murid ini sudah pindah sekolah masuk ke pondok pesantren," ujar Sujiwo.
Setelah kejadian tersebut, orang tua si anak segera memindahkannya ke sekolah lain. Saat ini anak tersebut telah dipindahkan ke pondok pesantren. Dia juga bersedia menanggung biaya pendidikan anak yang sempat viral ini.
"Saya hargai keputusan orang tua yang memindahkan anaknya ke pondok pesantren. Tapi saya akan tanggung semua biaya pendidikannya selama di pondok pesantren. Setelah ini saya ke pondok pesantren," kata Sujiwo.
Sujiwo juga mendatangi pihak sekolah bersama orang tua murid yang bersangkutan. Dia menegur guru yang telah memvideokan anak tersebut saat menangis hingga videonya jadi viral. Teguran itu disampaikan juga di hadapan Kepala MTs Al-Raudhatul Islamiyah, Rohana.
"Jangan salahkan yang memviralkan, tapi yang memvideokan itu di mana mentalnya dan moralnya. Apalagi ini seorang pendidik. Saya mau tanya, benar atau tidak video itu. Bolehkah memvideokan seperti itu?" katanya kepada Rohana.
Kasus Berakhir Damai
Meski sempat terjadi ketegangan antara guru dan orang tua murid, bahkan Bupati sampai marah-marah, kasus ini akhirnya dapat dirundingkan secara kekeluargaan. Kedua belah pihak mengakui kesalahan dan saling meminta maaf. Yanti sang wali kelas bahkan menangis dan mengakui khilaf.
"Saya mohon maaf atas kejadian tersebut, itu hanya kekhilafan saya. Niat saya (merekam video) hanya ingin memberitahukan kepada orang tua untuk pengambilan rapor. Selebihnya tidak ada maksud apa-apa. Mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekhilafan saya," ucap Yanti.
Sementara Penikasih meminta maaf karena menjadi pihak yang pertama kali mencuatkan kegaduhan ini. Menurutnya, masalah ini berawal dan miskomunikasi. Dia berharap permasalahan serupa tidak terjadi lagi.
"Saya mohon maaf. Sebagai orang tua berharap dengan kejadian ini kita sama-sama belajar, apalagi seorang pendidik tidak seharusnya melakukan hal seperti itu. Jangan sampai terulang kembali. Karena menjatuhkan mental anak, otomatis menjatuhkan mental orang tuanya juga," ujar Penikasih.
Kepala MTs Al-Raudhatul Islamiyah, Rohana pun menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh masyarakat atas kegaduhan yang terjadi.
"Sebagai pemimpin di sini saya meminta maaf. Itu adalah kekhilafan saya dalam memimpin. Atas nama Bu Yanti dan dewan guru, saya menyesal atas kejadian ini. Saya berharap murid ini bisa maju ke depannya," kata Rohana.
Bupati Lunasi Tunggakan Semua Siswa
Sujiwo juga menyerahkan bantuan dana kepada pihak madrasah. Dana pribadi dari Sujiwo itu digunakan untuk melunasi semua tunggakan siswa di MTs tersebut. Totalnya mencapai Rp 15.900.000. Kepala MTs Rohana pun tampak menangis ketika menerima bantuan tersebut.
"Alhamdulillah, mungkin ini hikmah di balik permasalahan yang kita selesaikan ini. Terima kasih atas bantuan Pak Bupati untuk melunasi tunggakan dari semua murid kami," ujar Rohana sambil menangis haru.
Ia mewakili seluruh dewan guru di MTs ini mengaku menyesal atas kejadian tersebut. Menurutnya, permasalahan antara wali kelas yang bernama Yanti dengan orang tua salah satu murid ini karena adanya miskomunikasi mengenai pembayaran buku Lembar Kerja Siswa (LKS).
"Murid kami ada 106 orang. Diantaranya, masih banyak yang belum melunasi pembayaran. Jumlahnya masing-masing berbeda. Maka dari itu, bantuan Pak Bupati ini kami gunakan untuk pelunasan total semua tunggakan murid, biar adil dan merata," kata Rohana.
Simak Video "Mencoba Permainan Barongsai yang Seru di Pontianak "
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)