Pandangan Pakar soal Prostitusi yang Menjamur di Sekitar IKN

Pandangan Pakar soal Prostitusi yang Menjamur di Sekitar IKN

Muhammad Budi Kurniawan - detikKalimantan
Jumat, 11 Jul 2025 09:01 WIB
Ilustrasi prostitusi (PSK)
Ilustrasi prostitusi. Foto: Getty Images/KM6064
Balikpapan -

Sosiolog Universitas Mulawarman (Unmul), Sri Murlianti menilai maraknya praktik prostitusi di sekitar wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan konsekuensi sosiologis dari pembangunan dan lonjakan penduduk pendatang. Dosen Fakultas Sosial Poltik di Unmul itu juga menduga praktik ini sudah menjadi industri jasa yang terorganisir.

"Prostitusi itu bukan hal baru. Sejak zaman dulu, praktik ini selalu hadir di tengah masyarakat, terutama di wilayah yang mengalami pertumbuhan cepat," ujar Sri mengawali penjelasan kepada detikKalimantan, Rabu (10/7/2025).

Sekedar diketahui, praktik prostitusi di sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN), yakni tepatnya Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) kian marak. Satpol PP kerap mendapati PSK di guest house yang ada sekitaran Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).

Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Penajam Paser Utara, Rakhmadi mengungkapkan dalam dua tahun terakhir pihaknya sering melakukan razia di Sepaku. Diperkirakan ada 70 PSK yang sudah ditindak.

Sri menjelaskan, sebelum ada IKN pun praktik prostitusi sudah ada di sekitar wilayah itu. Namun karena penduduk lokasi tersebut masih sedikit dan kontrol sosial masih kuat, praktik semacam itu relatif lebih terkendali.

"Sekarang, banyak pendatang yang datang tanpa keluarga, bahkan jauh dari pasangannya. Hasrat seksual itu naluriah, sementara kontrol sosial dan keluarga jadi longgar. Itu yang bikin praktik ini marak," ucapnya.

Sri menyebut pendatang yang mayoritas adalah pekerja laki-laki tanpa pasangan membuat permintaan terhadap jasa prostitusi meningkat. Kondisi ini bisa dikatakan jadi membuat aparat kewalahan.

Ia pun menyoroti bahwa masalah maraknya prostitusi memperlihatkan permasalahan yang lebih kompleks. Sri melihat ini berkaitan dengan kualitas sumber daya manusianya.

"Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga kultur dan kontrol sosial. Pemerintah harus mengantisipasi sejak dini, bukan hanya bangun fisik IKN, tapi juga membangun manusianya," kata dia.

Sri mengatakan praktik prostitusi di sekitar IKN bukan sekadar soal moral atau penyimpangan sosial. Ia menduga adanya praktik prostitusi yang terorganisir di wilayah sekitar IKN itu.

"Ini bukan sekadar 'perempuan nakal'. Di belakangnya ada struktur bisnis, ada perekrutan, pelatihan, dan perputaran seperti perusahaan jasa," katanya.

Ia mencontohkan beberapa lokasi di Kalimantan Timur seperti di wilayah Sekambing, KM 24 Poros Samarinda-Bontang, dan KM 13 arah Samarinda-Balikpapan, yang menurutnya menunjukkan pola pergerakan PSK seperti sistem kerja kontrak.

"Rata-rata pelakunya bukan warga lokal Kaltim. Mereka datang dari berbagai daerah dan berpindah-pindah sesuai permintaan," katanya.
Terkait kemungkinan adanya lokalisasi khusus di sekitar IKN, Sri menyebut secara teori itu mungkin dilakukan untuk meminimalisir penyebaran praktik prostitusi liar.

"Memang dilema. Kalau dibiarkan liar, berbahaya. Kalau dilokalisasi, setidaknya bisa dibatasi dan diawasi. Tapi tentu dengan syarat ketat, tidak boleh diakses sembarangan apalagi oleh anak-anak," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa walau dirinya tak sepenuhnya setuju dengan lokalisasi, namun jika dibandingkan dibiarkan liar, opsi itu bisa menjadi solusi paling realistis dari pilihan-pilihan buruk.

"Karena kita harus realistis, praktik ini tidak akan hilang sepenuhnya. Minimal dikendalikan," ujar Sri.




(aau/aau)

Hide Ads