Badan Pertanahan Nasional (BPN) gagal melakukan mediasi sengketa lahan di Kelurahan Karang Harapan, Kota Tarakan, Kalimantan Utara pada Rabu (23/4/2025). Ketidakhadiran pihak teradu, Edi Supianto alias Apiu dan Yesar Tinus, memicu kemarahan Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tanah Kota Tarakan.
Aliansi masyarakat tersebut mengancam akan menggelar aksi dan menempuh jalur hukum, jika kasus tersebut tidak segera terselesaikan. Ketua aliansi tersebut, Abdullah menduga absennya pihak teradu dalam mediasi turut difasilitasi BPN.
"Kami semua hadir, tapi pihak teradu tak ada yang datang. Ini menunjukkan mereka tidak serius, atau mungkin data kepemilikan mereka bermasalah sehingga takut hadir," ujar Abdullah usai mediasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mempertanyakan alasan ketidakhadiran pihak teradu. Ia mendengar kabar Edi Supianto sedang di luar negeri, dan Yesar Tinus dinas luar.
"Ini tanda tanya besar. BPN harus tegas menilai sikap mereka," terangnya.
Abdullah menegaskan aliansi masyarakat tersebut tidak akan tinggal diam. "Kami akan ajak lebih banyak warga yang punya masalah serupa. Jika tak ada solusi, kami siap demo besar-besaran dan bawa kasus ini ke ranah pidana," terangnya.
Ia juga menyebut banyak kasus sengketa lahan di Tarakan yang tak terselesaikan, karena penyelesaian di bawah tangan atau kurangnya keberanian masyarakat. Itu yang memungkinkan praktik mafia tanah merajalela.
"Kami minta BPN jujur. Jika ada kesalahan administrasi, akui dan perbaiki, tak perlu sampai ke pengadilan," tambahnya.
Tekanan Publik untuk BPN
Kasus sengketa lahan di Karang Harapan menjadi sorotan karena adanya dugaan keterlibatan mafia tanah. Di mana aliansi masyarakat menuding adanya manipulasi administrasi. Abdullah menyebut banyak warga Tarakan menghadapi masalah serupa, namun tak berani melapor.
"Kalau dibiarkan, mafia tanah akan semakin subur. Orang bisa klaim tanah seenaknya dengan gratifikasi ke oknum, lalu disuruh ke pengadilan. Ini yang kami perangi," tegasnya.
DPRD Tarakan berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada awal Mei untuk mencari solusi. Abdullah berharap RDP menghasilkan kejelasan. Ia menegaskan aliansi siap menerima pengaduan serupa dari masyarakat untuk memperjuangkan keadilan bersama.
"Kami ingin BPN transparan. Jika ada kesalahan, perbaiki sesuai aturan. Jangan biarkan rakyat kecil seperti Santung terus dirugikan," terangnya.
BPN: Mediasi Dijadwal Ulang
Staf Seksi Penanganan Sengketa BPN Tarakan, Rizal, menjelaskan mediasi melibatkan tim dari Seksi 5 dan Bayu Manggala dari Seksi 2. Pihak pemohon yang hadir termasuk Santung, M Soleh (Ketua RT 16), Budi Subuh (Ketua RT 12), Abdullah (kuasa Santung), Asri, dan Suardi.
"Undangan sudah disampaikan sejak minggu lalu dan diterima pihak teradu, tapi mereka tidak hadir karena di luar kota," ujar Rizal.
Mediasi akan dijadwalkan ulang awal Mei 2025, dengan maksimal tiga kali percobaan. Jika gagal, BPN akan mengeluarkan rekomendasi penyelesaian.
Terpisah, Kepala BPN Tarakan, Dasih Tjipto Nugroho menegaskan mediasi merupakan tahap lanjutan dari proses penyelesaian sengketa, yang dimulai dari pengaduan, penelitian kasus, gelar perkara, hingga pengambilan keterangan.
"Mediasi tak harus tiga kali. Jika sekali selesai, ya selesai. Tapi karena pihak teradu absen, kami akan undang lagi setelah Edi Supianto kembali sekitar 5 Mei," kata Dasih .
Dasih menambahkan jika mediasi gagal tiga kali, kasus akan dilimpahkan ke proses litigasi, karena kewenangan BPN hanya sebatas mencari solusi damai. Ia juga menjelaskan sertifikat atas nama Edi Supianto diterbitkan berdasarkan Surat Izin Membuka Tanah Negara (SIMTN) yang telah diverifikasi ke kelurahan dan kecamatan.
"Penerbitan sertifikat sesuai prosedur. Soal sah atau tidaknya penguasaan lahan, itu ranah aparat penegak hukum," ujarnya.
Dasih berjanji mendalami bukti jual beli yang diklaim Edi Supianto pada mediasi lanjutan untuk memastikan tidak ada kesalahan administrasi. Menanggapi ancaman aksi massa, Dasih mengimbau masyarakat untuk bersabar.
"Mediasi bertujuan mencari kesepakatan. Jika tak tercapai, ada proses litigasi. Demo kurang tepat karena proses masih berjalan. Mari selesaikan dengan baik," pintanya.
Namun dengan tekanan publik yang kian memanas, BPN Tarakan berada dalam posisi sulit untuk meredam konflik dan menjaga kepercayaan masyarakat.
(sun/mud)