Pasar Beringharjo: Sejarah, Filosofi, Jam Buka, dan Hal yang Harus Dibeli

Pasar Beringharjo: Sejarah, Filosofi, Jam Buka, dan Hal yang Harus Dibeli

Nur Umar Akashi - detikJogja
Kamis, 30 Okt 2025 16:02 WIB
Suasana di kawasan Pasar Beringharjo, Jogja, Minggu (1/5/2022).
Pasar Beringharjo. Foto: dok. detikJateng
Jogja -

Pasar Beringharjo merupakan salah satu pasar legendaris di Jogja yang sampai sekarang masih eksis. Hal ini bisa dilihat terutama saat akhir pekan karena lonjakan pengunjung.

Dikutip dari laman Jogja Cagar Dinas Kebudayaan DIY, pasar yang dulunya bernama Pasar Gedhe ini terletak di Jalan Margomulyo Nomor 16, Ngupasan, Gondomanan, Kota Jogja. Posisinya sangat strategis, hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari Titik Nol.

Pasar Beringharjo juga bisa dikatakan berjejeran dengan sederet wisata ikonik lain. Salah satunya kawasan Malioboro yang penuh dengan toko oleh-oleh, jasa pijat dan gambar, hingga lapak barang antik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Geser sedikit dari Malioboro, wisatawan sudah bisa bermain bersama anak di Taman Pintar Jogja atau mengunjungi Benteng Vredeburg untuk belajar sejarah. Kompleks keraton lengkap dengan Alun-Alun Utara di halaman depannya pun dapat ditempuh dengan jalan kaki.

Nah, sebelum berwisata ke Pasar Beringharjo, baca dahulu sejarah hingga rekomendasi barang yang harus dibeli, yuk!

ADVERTISEMENT

Poin Utamanya:

  • Bangunan Pasar Beringharjo mulai didirikan tahun 1925 atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Sebelumnya, sudah ada Pasar Gedhe di sana.
  • Pasar Beringharjo merupakan aspek ekonomi dari konsep Catur Gatra Tunggal yang banyak dipedomani di Jawa.
  • Di Pasar Beringharjo yang buka dari pagi sampai malam, pengunjung bisa membeli batik, pakaian adat, perkakas rumah tangga, hingga kuliner tradisional.

Sejarah Pasar Beringharjo, Sudah Berusia 100 Tahun?

Pada awalnya, nama yang tersemat adalah Pasar Gedhe. Pasar ini sudah eksis sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18. Pasar Gedhe kala itu menjadi salah satu komponen penting kehidupan masyarakat.

Apabila detikers perhatikan, kota-kota tradisional Jawa selalu memiliki kompleks keraton, masjid utama, pasar, dan alun-alun. Alun-alun dikelilingi pusat pemerintahan di bagian selatan, pasar di sisi utara, dan masjid di bagian barat.

Lebih lanjut, menurut keterangan dari dokumen unggahan Repository Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), nama Beringharjo baru diberikan sekitar 160-an tahun setelah Pasar Gedhe berdiri, yakni pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, tepatnya 24 Maret 1929. Sultan generasi ke-8 Jogja itu menugaskan Nederlandsch Indisch Beton Maatschappij untuk membangun los-los Pasar Beringharjo.

Dari segi bahasa, nama Beringharjo tersusun atas dua kata, yakni 'bring' dan 'harjo'. Unsur bring digunakan karena wilayah tempat berdirinya pasar dulunya banyak ditumbuhi pohon beringin. Adapun harjo yang berarti aman dan tenteram merupakan doa harapan.

Disadur dari situs resmi Dinas Perdagangan Pemkot Jogja, Pasar Beringharjo memiliki perpaduan arsitektur kolonial dan tradisional Jawa. Secara garis besar, pasar ini tersusun atas dua bangunan, yakni barat dan timur.

Kedua sisi pasar dipisahkan semacam jalan tembus yang menghubungkan Jalan Lor Pasar dengan Jalan Pabringan. Bagian utama pasar ada di sisi sebelah barat, tersusun atas dua lantai. Sementara itu, bagian timur pasar memiliki tiga lantai.

Filosofi Pasar Beringharjo

Seperti sudah sempat disinggung sekilas di atas, Pasar beringharjo adalah satu dari empat komponen kota yang dikenal dengan konsep Catur Gatra Tunggal. Catur berarti empat, gatra adalah baris, sedangkan tunggal bermakna satu.

Konsep ini, berdasar keterangan dari salah satu unggahan Instagram Dinas Kebudayaan Kota Jogja, @dinaskebudayaankotajogja, berangkat dari pandangan bahwa pemerintahan tidak bisa lepas dari aspek ekonomi, religius, dan sosial. Keempatnya bersatu menjadi ruang bersama antara sultan dan rakyat.

Keraton Jogja sebagai pusat pemerintahan adalah tempat kediaman sultan beserta keluarganya. Keraton adalah simbol kekuasaan Kesultanan Jogja. Alun-Alun mengemban aspek sosial sebagai pusat kegiatan masyarakat dan ruang interaksi bersama sultan.

Masjid Gedhe Kauman tentu saja menjadi unsur religius. Bangunan tempat peribadatan umat Islam ini juga menyimbolkan sultan yang bukan hanya penguasa pemerintahan, tetapi juga wakil Allah di dunia.

Terakhir, Pasar Beringharjo merupakan simbol aspek ekonomi masyarakat. Kehadiran pasar memfasilitasi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang perlu bertahan hidup dengan menjalankan kegiatan ekonomi.

Jam Buka Pasar Beringharjo

Bila detikers cek lewat Google Maps, akan tertulis bahwa Pasar Beringharjo buka setiap hari dari pukul 08.30 sampai 21.00 WIB. Namun, perlu detikers pahami bahwa jam buka setiap pedagang di pasar ini bisa saja berlainan.

Contoh mudahnya, penjual batik mungkin buka saat Matahari mulai terbit dan tutup lebih malam. Di sisi lain, penjaja kuliner tradisional beroperasi lebih pagi dan tutup ketika siang menjelang sore tiba.

Beli Apa di Pasar Beringharjo?

Ketika pertama kali datang, pilihan kios yang berlimpah dari ujung ke ujung mungkin membuatmu bingung menentukan pilihan. Sebagai rekomendasi, berikut beberapa hal yang bisa dibeli:

1. Batik

Kurang lengkap rasanya jika berkunjung ke Pasar Beringharjo tanpa membeli batik. Sebagaimana detikers sudah ketahui, Jogja terkenal memiliki banyak motif indah dengan berbagai bentuk.

Dikutip dari buku Happy Shopping Jogja tulisan Ananda Astrid Adrianne, lantai 1 Pasar Beringharjo adalah tempatnya para pedagang batik. Kamu akan menemukan aneka jenis batik yang dijual, baik dalam bentuk pakaian jadi, tas, selendang, maupun kain mentah.

2. Pakaian Adat

Sedang mencari pakaian adat untuk acara tertentu? Pasar Beringharjo merupakan tempat yang tepat. detikers dapat menemukan kios yang menjual surjan, beskap, kain lurik, hingga kebaya beserta pernak-perniknya di pasar ini. Jangan ragu untuk bertanya kepada penjual jika bingung memilih.

3. Kuliner Legendaris

Ada banyak kuliner legendaris di Pasar Beringharjo dengan kekhasan masing-masing. Misalnya, ada Sate Kere Bu Suwarni yang berada di sisi kiri pasar, dekat area pedestrian Malioboro. Sate ini terbuat dari bagian jeroan sapi yang dibanderol Rp 4.000 per tusuk.

Kuliner lainnya adalah Soto Pites Mbah Galak di lantai 1 Pasar Beringharjo bagian timur. Di sini, detikers dapat memesan soto sapi, soto ayam, hingga gudeg dan nasi rames. Namun, menu paling larisnya adalah soto sapi yang dipatok Rp 15.000 saja per porsi.

Selain 3 rekomendasi di atas, di Pasar Beringharjo kamu juga bisa menemukan aksesoris antik, jamu tradisional, perabot rumah tangga, hingga cendera mata. Jadi, telusuri perlahan-lahan setiap jengkal sudutnya agar tidak kelewatan, ya, detikers!

Demikian pembahasan ringkas mengenai Pasar Beringharjo, lengkap dari sejarah hingga rekomendasi barang yang bisa dibeli. Semoga bermanfaat!




(par/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads