Sejarah Kaliurang: Kawasan Wisata di Lereng Gunung Merapi Jogja, Viewnya Indah!

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Selasa, 14 Okt 2025 18:35 WIB
Ilustrasi Kaliurang Jogja. Foto: dok. detikcom.
Jogja -

Kaliurang selalu punya daya tarik tersendiri bagi siapa pun yang berkunjung ke Jogja. Kawasan yang berada di lereng selatan Gunung Merapi ini tak hanya terkenal karena udaranya yang sejuk dan pemandangannya yang indah, tapi juga karena jejak sejarah panjang yang menyertainya. Di balik suasananya yang tenang, tersimpan kisah menarik tentang bagaimana daerah ini berkembang dari lahan kerajaan menjadi kawasan wisata populer.

Siapa sangka, tempat yang kini dipenuhi villa, taman, dan penginapan modern dulunya merupakan kawasan perkebunan nila dan rumah peristirahatan bagi para bangsawan serta pejabat Belanda. Dari pembangunan pesanggrahan keluarga keraton hingga menjadi lokasi penting perundingan internasional, perjalanan sejarah Kaliurang menyimpan cerita yang membuat siapa pun ingin mengenalnya lebih jauh.

Kalau kamu penasaran bagaimana kawasan sejuk di kaki Merapi ini berubah menjadi destinasi wisata yang legendaris dan kaya nilai budaya, simak kisah lengkapnya berikut ini. Yuk, jelajahi sejarah Kaliurang dan temukan sisi lain dari tempat yang sudah menjadi ikon wisata Yogyakarta ini!

Poin utamanya:

  • Kaliurang dulunya adalah lahan perkebunan nila milik Kasultanan Yogyakarta yang kemudian dikembangkan menjadi kawasan resort sejak awal abad ke-20.
  • Selain villa kolonial, berdiri pula pesanggrahan milik Kasultanan dan Pakualaman, menunjukkan percampuran arsitektur Eropa dan Jawa.
  • Kaliurang menjadi lokasi penting Perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) tahun 1948, menjadikannya bagian dari sejarah diplomasi Indonesia.

Sejarah Kaliurang, Kawasan Wisata di Lereng Merapi

Sejarah kawasan Kaliurang bermula dari kawasan perkebunan yang kemudian beralih fungsi menjadi wisata. Yuk, simak sejarah lengkapnya!

1. Dari Tanah Kerajaan ke Perkebunan Nila

Kaliurang, yang kini dikenal sebagai kawasan wisata berhawa sejuk di lereng selatan Gunung Merapi, dulunya merupakan lahan pertanian milik Kasultanan Yogyakarta. Berdasarkan catatan laman resmi Jogja Cagar, wilayah ini awalnya digunakan sebagai perkebunan nila (indigo).

Kemudian, pada 1910 hingga 1922, perkebunan ditutup dan reboisasi atau penghijauan kembali dilakukan. Setelah lahan kembali hijau, kawasan ini mulai dikenal sebagai daerah yang ideal untuk beristirahat karena udaranya sejuk dan pemandangannya indah menghadap Gunung Merapi.

Menurut catatan LF Dingermans dalam buku Gegevens over Djokjakarta (1925) yang dikutip laman Museum Ullen Sentalu, pengembangan Kaliurang sebagai kawasan wisata dimulai pada masa jabatan Residen Canne di tahun 1920-an. Setelah perkebunan nila ditutup, kawasan ini dikembangkan menjadi daerah tetirah atau tempat peristirahatan bagi para pejabat dan warga Eropa. Pada masa Residen Jonquiere, sebagian lahan kemudian ditetapkan sebagai vrijdomein (tanah bebas) untuk pembangunan villa dan fasilitas resort.

2. Kaliurang Jadi Kawasan Villa Indah di Lereng Merapi

Penelitian Wahyu Prakosa dan Agus Suparman yang berjudul Karakteristik Rumah Peristirahatan Kolonial Belanda di Kaliurang menjelaskan bahwa sejak awal abad ke-20, sejumlah ahli geologi dan orang Belanda yang tinggal di Jogja mulai membangun bungalow dan rumah peristirahatan di Kaliurang. Sekitar 30 villa berdiri di kawasan yang terletak 24 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta pada ketinggian sekitar 3.000 kaki di atas permukaan laut.

Suasana sejuk dan tenang membuat Kaliurang cepat berkembang sebagai resort elit di Hindia Belanda. Para penghuni Eropa membangun villa-villa pribadi dengan taman dan kolam renang, serta memanfaatkan udara bersihnya sebagai tempat pemulihan kesehatan. Di masa itu sudah ada sanatorium TBC yang kini menjadi RS Panti Nugroho, serta fasilitas seperti lapangan tenis, taman, dan jalur jalan kaki menuju hutan Merapi. Kaliurang menjadi tempat pelarian dari hiruk-pikuk kota Yogyakarta, sekaligus simbol status sosial bagi orang Eropa yang mampu memiliki rumah peristirahatan di lereng gunung.

Menariknya, kawasan ini tidak sepenuhnya dikuasai oleh orang Belanda. Para bangsawan lokal turut membangun pesanggrahan, yaitu rumah peristirahatan yang dimiliki kalangan keraton. Berdasarkan data Jogja Cagar dan penelitian Potensi Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Kaliurang karya Afifah Sholihah & Tjahjono Prasodjo, terdapat dua pesanggrahan utama yang masih berdiri hingga kini, yaitu Pesanggrahan Ngeksiganda milik Kasultanan Yogyakarta, dan Pesanggrahan Hargopeni milik Kadipaten Pakualaman.

Pesanggrahan Ngeksiganda dibangun sebagai tempat beristirahat bagi keluarga Sultan ketika berkunjung ke lereng Merapi. Kompleksnya terdiri atas enam bangunan, termasuk gedung utama, kamar abdi dalem, keputren, gedung telepon, serta rumah diesel yang digunakan untuk pembangkit listrik. Dari segi arsitektur, bangunan ini memadukan gaya Indis klasik dengan unsur tradisional Jawa, mencerminkan perpaduan budaya istana dan kolonial yang harmonis.

Sementara itu, Pesanggrahan Hargopeni dibangun pada tahun 1927 oleh Paku Alam VII sebagai villa pribadi keluarga Pakualaman. Gaya arsitekturnya dikenal sebagai New Indies Style, yang menampilkan bentuk rumah besar dengan serambi luas, ventilasi lebar, dan atap miring. Rumah ini dirancang agar tetap sejuk di tengah udara pegunungan.

3. Pembangunan Jalan Kaliurang (Jakal)

Seiring berkembangnya kawasan resort, pemerintah kolonial Belanda memperhatikan akses menuju Kaliurang. Berdasarkan catatan Museum Ullen Sentalu, pada tahun 1923, Pemerintah Hindia Belanda melalui Dienst Sultanaatweken memperbaiki jalan menuju Kaliurang dan membuka layanan bus reguler dari Jogja ke Kaliurang.

Jalur ini menjadi penghubung utama hingga puluhan tahun kemudian dan dikenal sebagai Pakemweg. Kemudian, namanya berubah menjadi Jalan Kaliurang (Jakal) setelah Indonesia merdeka.

Bus yang paling legendaris melayani rute ini adalah Baker, singkatan dari Badan Angkutan Kerjasama Ekonomi Rakyat, yang beroperasi sejak tahun 1950 hingga awal 2000-an. Selama sekitar setengah abad, bus Baker dan angkudes colt Kaliurangan menjadi sarana utama masyarakat menuju kawasan wisata Kaliurang sebelum akhirnya digantikan oleh kendaraan pribadi.

4. Kaliurang Menjadi Tempat Perundingan Komisi Tiga Negara

Kaliurang bukan hanya tempat berlibur, tapi juga saksi penting dalam sejarah diplomasi Indonesia. Menurut penelitian Afifah Sholihah & Tjahjono Prasodjo (2021), kawasan ini menjadi lokasi Perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) pada 13 Januari 1948, sebuah misi dari PBB yang bertugas menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda pasca Agresi Militer I.

Perundingan tersebut dihadiri oleh delegasi Indonesia, Belanda, serta tiga anggota KTN yaitu Richard Kirby (Australia), Paul van Zeeland (Belgia), dan Frank Graham (Amerika Serikat). Presiden Soekarno diketahui menginap di Wisma Merapi Indah I selama perundingan, sementara para delegasi asing menempati beberapa pesanggrahan lain di sekitar Kaliurang. Hasil dari pertemuan ini kemudian dikenal sebagai Notulen Kaliurang, yang menjadi bagian penting menuju lahirnya Perjanjian Renville.

Kaliurang Menjadi Cagar Budaya

Berdasarkan data Jogja Cagar, Kaliurang telah resmi ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya (KCB) dengan luas 35,1 hektar yang mencakup zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Secara administratif, kawasan ini berada di Padukuhan Kaliurang Barat dan Timur, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Sleman.

Beberapa bangunan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya antara lain:

  • Wisma Kaliurang, dulu bernama Hotel Leh Meyer (1931), tempat berlangsungnya Perundingan KTN.
  • Hostel Vogels, villa bergaya Art Deco milik Patih Danureja VII dan kemudian dr. Soekiman Wirjosandjojo, yang pernah digunakan AURI sebagai klinik hingga 1980.
  • Wisma Merapi Indah I, tempat menginap Presiden Soekarno saat KTN, dengan dinding batu andesit dan perapian khas arsitektur kolonial.
  • Pesanggrahan Ngeksiganda, milik Kasultanan Yogyakarta, digunakan keluarga Sultan dan menjadi lokasi perundingan tahun 1948.
  • Pesanggrahan Hargopeni, milik Kadipaten Pakualaman (1927), tempat menginap delegasi Australia dalam KTN dan pernah digunakan sebagai kamp interniran Belanda.
  • Wisma Gadjah Mada, berdiri tahun 1919, digunakan untuk tamu UGM sejak 1965, dengan atap bergaya bagonjong khas Minangkabau dan fasad dinding bata berlapis batu kali.

Yuk, Berwisata ke Kaliurang!

Kaliurang bukan hanya menawarkan udara sejuk dan panorama Merapi yang menakjubkan, tetapi juga suasana klasik yang jarang ditemukan di tempat wisata lain. Dikutip dari laman resmi Visiting Jogja, kawasan Kaliurang memadukan keindahan alam, sejarah, dan budaya dalam satu destinasi yang lengkap.

Kamu bisa menikmati udara pegunungan yang segar sambil berjalan santai di taman, berkunjung ke Museum Ullen Sentalu untuk mengenal sejarah dan seni budaya Jawa, atau menelusuri jejak bersejarah di Wisma Kaliurang dan Pesanggrahan Ngeksiganda yang pernah menjadi lokasi perundingan penting bangsa.

Bagi keluarga yang datang bersama anak-anak, Taman Rekreasi Kaliurang dan Tlogo Putri menawarkan area bermain sekaligus spot foto menarik berlatar alam. Setelah puas menjelajah, kamu bisa bersantai di salah satu kafe atau penginapan di sekitar lereng, menikmati udara dingin sambil menyeruput minuman hangat.

Jadi, kalau kamu sedang mencari tempat untuk melepas penat tanpa harus jauh dari Yogyakarta, Kaliurang adalah pilihan sempurna. Dari wisata alam, sejarah, hingga kuliner dan penginapan, semuanya ada di sini. Yuk, jadwalkan kunjunganmu dan rasakan langsung pesona kawasan wisata legendaris di kaki Merapi ini!



Simak Video "Mencicipi Gelato Khas Kaliurang dan Menikmati Liburan Seru di Yogyakarta "

(par/aku)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork