Kisah Pasutri Ikut Kelas di UGM demi Napak Tilas Mendiang Putrinya

Terpopuler Sepekan

Kisah Pasutri Ikut Kelas di UGM demi Napak Tilas Mendiang Putrinya

Tim detikJogja - detikJogja
Sabtu, 24 Agu 2024 10:18 WIB
Kedua orang tua mendiangΒ MarchiaΒ mahasiswi UGM, Sebastian dan Napitupulu saat ditemui di Wonosari, Gunungkidul,Β Jumat (16/8/2024).
Kedua orang tua mendiang Marchia mahasiswi UGM, Sebastian dan Napitupulu saat ditemui di Wonosari, Gunungkidul, Jumat (16/8/2024). Foto: Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja
Jogja -

Kisah haru turut menyelimuti kabar duka seorang mahasiswi baru Universitas Gadjah Mada (UGM), Marchia R.M. Hutabarat (18) yang meninggal dunia. Kedua orang tua Marchia mengenang mendiang putrinya itu dengan mengikuti kuliah di dalam kelas.

Orang Tua ke UGM

Diketahui, Marchia tercatat kuliah di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM Program Studi (Prodi) Manajemen angkatan 2024. Mengenang sosok putrinya, kedua orang tua Marchia yakni Sebastian Hutabarat (54) dan Tiurniari Napitupulu datang jauh-jauh dari Sumatera Utara ke Jogja.

Pasangan suami istri (pasutri) asal Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, itu menempuh jarak sekitar 3 ribu km untuk ke UGM. Mereka pun sempat diajak dosen untuk masuk kelas mendiang Marchia. Begini kisahnya, dirangkum dari pemberitaan detikJogja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, Marchia meninggal pada 17 Juni 2024 di Nepal Van Java, Magelang, Jawa Tengah. Sebastian Hutabarat dan Tiurniari Napitupulu kemudian ke UGM untuk memberikan penjelasan informasi soal meninggalnya Marchia ke pihak kampus.

"Saya telepon ke UGM kan Marchia aktif tiba-tiba tidak aktif (sebab meninggal). Hanya itu komunikasi kami," Tiurniari saat ditemui wartawan di Wonosari, Jumat (16/8/2024).

ADVERTISEMENT

"Kepergian kami ke Jogja untuk mem-follow up itu kan. Senin itu kami datang untuk silaturahmi bahwa Marchia sudah meninggal," imbuhnya.

Selanjutnya, Sebastian mengungkapkan pada awalnya pihaknya kebingungan sebab tidak mengenal siapa pun di UGM. Kemudian ada seorang dosen yang menyapa mereka. Sebastian mengatakan dosen tersebut bernama Rina Herani.

"Kita kan nggak tahu mau menemui siapa. Ada seorang ibu keluar dari kantor. Kenalan oh ibu dosen, Ibu Rina," kata Sebastian saat bersama Tiurniari.

Sebastian pun menceritakan ikhwal diterimanya putri keduanya di FEB UGM kepada Rina. Dia mengungkapkan Rina pun terharu saat mengetahui Marchia telah meninggal.

Ternyata memang Rina mengampu kelas Ilmu Pengantar Bisnis yang seharusnya diikuti oleh Marchia pada Rabu (14/8). Sebastian mengatakan kepada Rina dirinya dan istrinya itu ingin merasakan suasana kuliah yang seharusnya dihadiri oleh putrinya.

"Saya ngomong reflek 'Bu kalau ingin datang ke mata kuliah untuk merasakan suasana kuliah'. Disambut sama Ibu itu 'Mas, saya besok hari Rabu ada ngajar kalau mau'," ungkapnya.

"Jadi memang tidak ada niat secara formal (mengikuti kelas Marchia). Insidental," timpal sang istri, Tiurniari.

Suasana Haru Kelas

Lebih lanjut, Sebastian mengatakan dirinya dan istrinya sudah bangun pada Rabu pukul 05.00 WIB saking antusiasnya untuk mengikuti kelas yang diampu Rina. Mereka pun berangkat dari Bantul pada pukul 06.00 WIB untuk menempuh kelas tersebut yang dijadwalkan pada pukul 07.00 WIB.

Sebab terjebak macet, Sebastian mengatakan dirinya, istrinya, dan kakak perempuan Marchia, Nanda (19), datang ke FEB pada pukul 07.00 WIB. Mereka pun tidak berani masuk kelas.

Akhirnya mereka bertiga ke kantin kampus. Ternyata mereka dijemput oleh Rina dan mengatakan bahwa kedatangan mereka sudah ditunggu.

"Santailah di kantin dan disamperin (oleh Rina). Sudah ditungguin," kisahnya.

Orang tua Marchia R.M. Hutabarat saat mengikuti kuliah perdana di FEB UGM, menggantikan putri mereka yang sudah meninggal, Rabu (14/8/2024).Orang tua Marchia R.M. Hutabarat saat mengikuti kuliah perdana di FEB UGM, menggantikan putri mereka yang sudah meninggal, Rabu (14/8/2024). Foto: dok. UGM

Akhirnya, Sebastian mengatakan mereka bertiga masuk kelas pada pukul 08.00 WIB. Di kelas itu, mereka diminta untuk menceritakan kisah kepergian Marchia.

"Kami diminta untuk menceritakan kepergian Marchia. Remuk sebenarnya dari kalau dari sudut kesedihan. Anak 18 tahun berprestasi tapi bagi kami, kami tahu bahwa Tuhan pilih kami karena kami kuat," ungkap Sebastian dengan menahan tangisnya.

Sebastian mengatakan mereka seakan melihat anaknya hadir di kelas tersebut. Mereka merasa kelas tersebut seharusnya menjadi ruangan anaknya belajar.

"Seperti saya melihat Marchia hadir dengan anak-anak yang lain," ujarnya.

Tiurniari mengungkapkan seisi kelas tersebut menangis. Tiurniari juga mengatakan berdasarkan pengakuan Rina, insiden tersebut bisa terjadi kepada siapa pun.

"Semuanya nangis di kelas," ungkapnya.

Mereka pun sempat mengikuti jalannya pelajaran sekitar satu jam. Tiurniari mengungkapkan saat itu pelajaran yang ditampilkan berbahasa Inggris.

Lebih lanjut, Sebastian menerangkan di kelas tersebut dijelaskan bagaimana orang Skandinavia bahagia meski pada pelajaran bisnis. Dia membayangkan bagaimana asyiknya Marchia mengikuti kelas tersebut.

Tiurniari melanjutkan teman kelas Marchia mereka anggap sebagai anak mereka sendiri. "Saya juga menganggap teman-teman kelas itu anak saya sendiri," tuturnya.

FEB Sampaikan Belasungkawa

Sementara itu, Wakil Dekan FEB UGM Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Bayu Sutikno, menyampaikan keluarga besar FEB UGM turut berduka atas berpulangnya Marchia Hutabarat. Kehadiran orang tua Marchia di pekan pertama perkuliahan memunculkan rasa kehilangan yang begitu mendalam.

Namun di sisi lain menunjukkan komitmen dan semangat untuk memotivasi kolega almarhum untuk memanfaatkan kesempatan terbaik berkuliah di FEB UGM.

"Almarhum yang diterima di UGM melalui jalur SNBP menunjukkan prestasi yang sangat tinggi dan semangat gigih dari Balige, Sumatera Utara untuk menuntut ilmu di Yogyakarta," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Jumat (16/8).




(rih/rih)

Hide Ads