Tak jauh dari Prambanan, pernah ada sebuah kampung kuno yang ditinggali puluhan keluarga. Namun, sejak 70 tahun silam, kampung itu hilang
Adapun kampung Gepolo itu terletak di Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Sleman. Meski kini kampung itu telah lenyap, masih ada beberapa jejaknya.
Beberapa jejaknya berupa peninggalan kuno seperti arca raksasa Resi Agastya dan arca-arca dewa Hindu lainnya ada di kampung itu. Jejak itu menunjukkan bahwa Gepolo merupakan salah satu permukiman kuno yang masih eksis hingga masa kemerdekaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kampung itu ditinggalkan penduduknya setelah bencana besar di tahun 1955. Saat itu, tanah di bawah kampung bergerak dan menyeret seisi kampung ke bibir jurang yang berada di sisi selatan kampung.
"Namanya Gepolo, dulu kampungnya dari sana, dekat bukit yang dibelah untuk jalan itu. Di sini (sekitar situs arca gupolo) dulu juga ada beberapa rumah," kata Carik Kalurahan Sambirejo, Mujimin saat berbincang dengan detikJogja, Rabu (17/9/2025).
Mujimin yang juga merupakan salah satu tokoh masyarakat di Kalurahan Sambirejo menceritakan, Kampung Gepolo secara administratif merupakan bagian dari Padukuhan Gunungsari. Dulu Gepolo masuk wilayah RT 2 Gunungsari.
Kampung ini berada di area perbukitan. Dekat dengan Tebing Breksi, di bawah Candi Ijo serta di atas Situs Tinjon. Dengan ujung menghadap bibir jurang.
Untuk menuju bekas kampung ini dari jalan raya Prambanan-Piyungan, setelah belok menuju arah Tebing Breksi, nanti akan ada Balai Kalurahan Sambirejo di kanan jalan.
Letak balai kalurahan ini ada di tanjakan pertama sesudah masuk jalan beton. Dari situ naik sekitar 500 meter lalu belok kanan masuk gapura Dusun Gunungsari. Menyusuri jalan beton sekitar 300 meter lalu belok kiri melewati jalan turunan yang dibuat dari batu hingga mencapai situs Arca Gupolo. Lokasi kampung itu berada di sisi timur situs.
![]() |
Mujimin menyebut kawasan Kampung Gepolo yang terdampak bencana saat itu mencapai 1,5 hektare dengan total 20 KK harus menyelamatkan diri. Beruntung tidak ada korban jiwa karena kejadian itu.
"Di Kampung Gepolo ini satu RT kurang lebih waktu itu ada 20 KK. Nah terjadi peristiwa alam terjadi kurang lebih tahun 1955 terjadi tanah longsor. Nah itu menyebabkan satu RT itu kurang lebih kawasan 1,5 hektare dalam satu RT. Nah itu longsor sudah tidak bisa ditempati," ujar dia.
Tak ayal bencana itu membuat seluruh warga harus berpindah tempat. Sebab, tak mungkin lagi Kampung Gepolo itu ditinggali. Akhirnya ada yang berpindah ke RT lain di Gunungsari. Kemudian ada yang menetap di Kampung Glundeng yang berada di bawah tebing bekas longsoran Kampung Gepolo.
"Setelah peristiwa longsor itu menjadi kampung yang sepi, kampung yang hilang, tidak dijamah. Dulu yang ke sini hanya untuk mengambil air karena di sini ada sumur. Itu dulu seperti itu," ujar dia.
Sementara itu, Haryanta salah satu tokoh masyarakat Padukuhan Gunungsari menceritakan sebelum bencana yang melenyapkan kampung, hujan turun selama tiga hari. Air langsung hilang ke dalam tanah dan disusul tanah yang mulai bergerak.
Lapisan tanah yang bergerak dan merosot ke tebing jurang adalah semua yang berada di sisi selatan situs memanjang dari timur hingga batas kampung di bibir tebing. Peristiwa alam tersebut menghancurkan perkampungan yang ada, namun situs percandiannya, termasuk arca-arca yang ada, selamat.
"Itu hujan selama tiga hari. Ini tanahnya ikut bergerak menuju ke tebing ini," kata Haryanta.
Dia mengenang di sekitar situs Arca Gupolo terdapat beberapa rumah warga. Namun petunjuk lokasi persis bekas rumah warga sudah sangat minim. Di samping itu, lokasi bekas kampung juga telah dibelah untuk proyek jalan tembus Prambanan-Nglanggeran.
"Ini dulu (ada) rumah. Di sebelah sana (menunjuk area perbukitan) rumah. Jadi rumah-rumahnya sedikit banyak masih ingat. Kalau di kawasan arca ini nggak terdampak, ini asli," ujarnya.
detikJogja juga sudah berupaya untuk mencari sisa-sisa kampung yang hilang tersebut. Kini, lokasi Kampung Gepolo digunakan untuk jalan tembus Prambanan-Nglanggeran. Tampak perbukitan di sebelah lokasi kampung dibelah untuk diaspal.
Beberapa batuan besar yang disebut bekas longsoran juga masih tampak. Selain itu, masih ada arca Ganesha yang jatuh di sisi selatan di bawah tebing. Arca berukuran raksasa itu dipercaya menjadi penanda jika terjatuh ke bawah tebing maka akan terjadi bencana di kampung tersebut.
(ahr/afn)
Komentar Terbanyak
Pakar UII Tak Percaya Ada Beking di Kasus Ijazah Jokowi: Ini Perkara Sepele
Mencicip Kue Kontol Kejepit di Keramaian Pasar Kangen Jogja
Sederet Fakta Heboh Surat Perjanjian SPPG Minta Rahasiakan Kasus Keracunan