Menguak Sejarah Seni Incling Kulon Progo, Ajang Konsolidasi Lawan Penjajah

Menguak Sejarah Seni Incling Kulon Progo, Ajang Konsolidasi Lawan Penjajah

Tim detikJogja - detikJogja
Senin, 15 Sep 2025 13:07 WIB
Pementasan seni tradisional Incling di Temon, Kulon Progo, Minggu (14/9/2025)
Pementasan seni tradisional Incling di Temon, Kulon Progo, Minggu (14/9/2025). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja
Jogja -

Tari incling dipentaskan di kompleks petilasan Gunung Lanang, Bayeman, Sindutan, Temon, Kulon Progo, kemarin. Ada cerita tarian ini berkaitan dengan kisah laskar Pangeran Diponegoro di Kulon Progo. Tari ini juga disebut sebagai ajang konsolidasi melawan penjajah.

Pementasan tari incling diselenggarakan dalam kegiatan bertajuk Doa Kebangsaan dan Peringatan Kemerdekaan Indonesia pada Minggu (14/9/2025). Pementasan incling di Bayeman dilakukan oleh Paguyuban Incling Sekar Gulang, Kulon Progo.

"lncling ini sejarahnya dulu bagian daripada yang dibina laskar Pangeran Diponegoro ketika menuju ke Bagelen (Purworejo), untuk memberikan, menggugah semangat masyarakat, atau sekarang lebih dikenal dengan pertahanan rakyat semesta," kata koordinator acara, Toni Hari Prasetyo saat ditemui di sela acara, Minggu (14/9).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Potret tari incling yang konon sempat jadi alat pergerakan lawan kolonial Belanda, Minggu (14/9/2025).Potret tari incling yang konon sempat jadi alat pergerakan lawan kolonial Belanda, Minggu (14/9/2025). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Toni mengatakan masyarakat zaman dulu berlatih fisik untuk pertempuran lewat metode tarian incling. Dalam tarian tersebut juga ada adegan peperangan, yang dijadikan gambaran masyarakat mengenai kerasnya medan tempur.

"Jadi ini dilakukan melalui cara-cara tersendiri, melatih fisik mereka lewat tarian yang powerful. Dalam Incling juga adegan pertempuran, ini jadi semacam simulasi tentang kerasnya medan perang," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Pengurus Paguyuban Incling Sekar Gulang, Witono, menjelaskan tarian ini sejatinya adalah variasi dari seni tari jathilan. Tapi dikemas dengan konsep dan cerita rakyat yang beragam.

"Incling itu sebetulnya bagian dari Jathilan atau kuda kepang. Kalau Incling yang khusus Sekar Gulang itu ada lakonnya, ada alur ceritanya," ucap Witono saat ditemui di sela pertunjukan Incling di Bayeman.

Witono mengatakan salah satu cerita yang disajikan dalam Tari Incling adalah kisah cinta Dewi Sekartaji dari kerajaan Daha (sekarang Kediri) dengan Raden Panji Asmarabangun putra Raja Jenggala. Dikisahkan dahulu Raden Panji Asmarabangun hendak melamar Dewi Sekartaji.

Namun, Panji Asmarabangun punya banyak pesaing sehingga pihak Dewi Sekartaji memberlakukan sayembara. Siapa yang bisa menemukan dua ekor hewan yang bisa berbicara dan dapat diadu, maka orang itulah yang bakal dijadikan suami oleh Dewi Sekartaji.

"Nah dari Jenggala (pihak Raden Panji Asmarabangun) kemudian mencari di alas roban. Di situ dapat Singa dan Banteng yang bisa bicara dan juga bisa diadu. Akhirnya dibawa ke Keraton Kediri. Ternyata Dewi Sekartaji berkenan dengan itu, sehingga yang diterima adalah lamaran dari Panji Asmarabangun," jelas Witono.

Witono mengatakan Incling tak hanya sekadar seni pertunjukan. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, tarian ini jadi salah satu media untuk mempersatukan rakyat dalam melawan kolonialisme.

"Menurut cerita leluhur kami, kesenian ini sudah ada sejak tahun 1928. Dan ini punya andil untuk perjuangan kemerdekaan," terangnya.

Dijelaskan Witono, dahulu sulit untuk mengumpulkan massa karena berpotensi dicurigai oleh penjajah yang ujungnya bisa ditangkap. Untuk mengakali hal itu, maka dibuatlah pentas khusus yang selain untuk hiburan juga jadi ajang konsolidasi masyarakat.

"Karena kita tahu bahwa pada saat penjajahan susah mengumpulkan masyarakat. Ancamannya bisa ditangkap. Nah salah satunya simbah-simbah kita punya ide mengumpulkan masyarakat lewat kesenian ini. Walaupun dulu tidak sekomplet ini. Dulu baru sederhana sekali. Hanya ada tiga adegan saja," terangnya.

Berjalannya waktu, Incling yang semula jadi alat pergerakan terus berkembang jadi seni pertunjukan. Paguyuban Incling Sekar Gulang di Bayeman, jadi salah satu kelompok pelestari Incling yang masih lestari hingga sekarang.

"(Lahirnya) Paguyuban ini juga bersamaan dengan awal kemunculan Incling. Adapun nama Sekar itu berarti bunga, sedangkan Gulang singkatan dari Gunung Lanang (petilasan di Bayeman). Jadi memang menurut simbah kita di Bayeman ini sudah ada sejak lama di mana yang bisa berkembang hanya Incling ini," jelas Witono.

Witono berharap agar kesenian yang sarat sejarah ini dapat lebih diperhatikan dan dibantu agar tidak punah.

Ketua DPRD Kulon Progo, Aris Syarifuddin, yang turut hadir dalam pementasan Incling di Bayeman menyatakan pihaknya terus berupaya menjaga kelestarian Tari Incling di Kulon Progo. Kegiatan ini juga jadi upaya untuk mengenalkan Tari Incling kepada masyarakat luas terutama kalangan muda.

"Nah ini Incling Sekar Gulang di mana pementasannya dilakukan secara gotong royong oleh pegiat seni dan budayawan, serta tokoh masyarakat dalam rangka nguri-nguri kebudayaan, bagaimana pelestarian kebudayaan harus tetap dilakukan walaupun tidak didanai oleh Danais (Dana Keistimewaan)," kata Aris.

"Artinya baik kesenian dan juga tempat (Petilasan Gunung Lanang) kita berikan wawasan kepada penerus bangsa bahwa tempat ini sakral dan Incling ini juga budaya warisan luhur yang harus tetap dilestarikan," sambungnya.




(dil/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads