Melihat Tembok Jebol Saksi Bisu Pecahnya Perang Jawa 2 Abad Lalu

Melihat Tembok Jebol Saksi Bisu Pecahnya Perang Jawa 2 Abad Lalu

Adji G Rinepta - detikJogja
Minggu, 20 Jul 2025 11:00 WIB
Tembok jebol saksi bisu pecahnya Perang Jawa di Museum Monumen Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Jogja Rabu (16/7/2025).
Tembok jebol saksi bisu pecahnya Perang Jawa di Museum Monumen Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Jogja Rabu (16/7/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Perang Diponegoro atau Perang Jawa, adalah salah satu perang besar di tanah Jawa. Salah satu peninggalan perang yang dimulai dua abad lalu ini ialah adanya tembok jebol di kediaman masa kecil Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Kota Jogja.

Dilansir laman resmi jogjacagar.jogjaprov.go.id, perang Jawa berlangsung selama lima tahun sejak Juli 1825 hingga 28 Maret 1830. Perang ini melibatkan masyarakat pribumi melawan tentara Belanda.

Perang ini pecah usai ratusan pasukan Belanda menyerang kediaman masa kecil sang Pangeran di Jalan HOS Cokroaminoto TRIII/430, Tegalrejo. Lokasi itu kini beralih fungsi menjadi Museum Monumen Pangeran Diponegoro.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Museum Monumen Pangeran Diponegoro, Letda Inf Wargo Suyanto, menceritakan tempat pangeran Diponegoro dibesarkan itu adalah kompleks ndalem Permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono I, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hageng.

"Pangeran Diponegoro tinggal di sini mulai usia 7 tahun, jadi begitu Sultan HB I wafat pada 1792 akhirnya Pangeran Diponegoro di bawa oleh nenek buyutnya yaitu Permaisuri Sultan HB 1, Ratu Hageng ke Tegalrejo sini," jelasnya saat ditemui detikJogja di Museum Diponegoro, Rabu (16/7/2025).

ADVERTISEMENT
Monumen tembok jebol di Museum Monumen Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Jogja Rabu (16/7/2025).Monumen tembok jebol di Museum Monumen Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Jogja Rabu (16/7/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

"Kemudian sampai usia 18 tahun, karena Ratu Ageng wafat, tapi beliau tetap tinggal di sini. Sampai 20 Juli 1825, sampai pecah Perang Jawa, beliau meninggalkan Tegalrejo sini," sambungnya.

Di rumah itu, lanjut Wargo, Diponegoro mempelajari beragam ilmu bersama para pengikutnya. Hingga akhirnya, pasukan Belanda menyerang dan mengepung Diponegoro setelah sebelumnya banyak sekali konflik antara dua kubu itu.

"Situasi pada waktu itu kan Tegalrejo ini dikepung tentara Belanda, akhirnya Beliau kewalahan. Akhirnya beliau memutuskan untuk melarikan diri dengan menjebol tembok yang ada di belakang," papar Wargo.

"Mungkin 700-an tentara Belanda, makannya beliau kewalahan. Karena dikepung dari arah timur, utara, selatan, akhirnya jalan satu-satunya lewat belakang, pintu barat," imbuhnya.

Momen pelarian diri sang Pangeran itu lah yang hingga kini masih ada peninggalannya, yakni tembok sisi barat rumah yang dijebol Diponegoro untuk lolos dari kepungan Belanda.

Wargo menjelaskan, dulu Diponegoro tinggal di sebuah pendopo yang kelak dibumihanguskan oleh Belanda usai Diponegoro berhasil lari. Pendopo itu berada tepat di samping tembok yang dijebol.

"Tembok jebol itu berada di belakang pendopo, sebelah timurnya tembok itu. Pendopo itu yang ditinggali Pangeran Diponegoro. Pendoponya bukan yang ini, yang di belakang sana dulunya, yang asli sudah dibumihanguskan Belanda," urainya.

Tembok jebol di Museum Diponegoro jadi saksi bisu pengepungan Belanda di Tegalrejo 1825 silam. Foto diambil Senin (25/9/2023).Tembok jebol di Museum Diponegoro jadi saksi bisu pengepungan Belanda di Tegalrejo 1825 silam. Foto diambil Senin (25/9/2023). Foto: Anandio Januari/detikJogja

Lebih lanjut, Wargo mengatakan, terdapat banyak versi mengenai cara Diponegoro menjebol tembok yang tebalnya mencapai 50 sentimeter itu.

"Untuk proses menjebolnya itu ada beberapa versi, itu dulu ada pintu rahasia tapi sempit atau kecil. Versi pertama itu cara menjebolnya ditabrak oleh kuda beliau, Kyai Gentayu," terangnya.

"Versi kedua itu langsung pakai tangannya beliau, dipukul, jebol, baru meloloskan diri. Ketiga, itu dibantu oleh para laskar," lanjut Wargo.

Monumen tembok jebol itu masih bisa disaksikan Museum Monumen Pangeran Diponegoro. Menurut Wargo, monumen itu hanya sekali mengalami renovasi yakni saat Jogja dihantam gempa besar 2006 silam.

"Itu mengalami sekali renovasi, pada tahun 2006 itu kan gempa, nah di bagian atasnya itu runtuh, akhirnya diperbaiki. Yang lainnya masih asli," pungkasnya.




(afn/apl)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads