Menjelang datangnya Ramadhan, masyarakat Jawa punya tradisi legendaris bernama Nyadran. Apakah detikers sudah mengetahui apa itu tradisi Nyadran? Berikut ini pembahasan seputar makna dan filosofinya.
Menurut penjelasan dalam Jurnal Humanis bertajuk 'Nyadran: Bentuk Akulturasi Agama dengan Budaya Jawa' oleh Wildan Novia Rosydiana, Nyadran sudah ada sejak abad ke-15. Tradisi ini berasal dari ajaran Hindu dan Budha yang kemudian dimanfaatkan Wali Songo untuk berdakwah.
Dengan penggunaan Nyadran dalam dakwahnya, para Wali Songo berhasil membawa kebanyakan masyarakat Jawa untuk memeluk Islam. Wali Songo tidak sekadar mengadopsi tradisi ini, melainkan juga memberi tambahan unsur Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, dirujuk dari Jurnal Istinarah berjudul 'Makna dan Fungsi Kearifan Budaya Lokal Tradisi Nyadran bagi Masyarakat Sobowono' oleh Ahmad Rickianto A dan Heri Kurnia, Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta 'Sraddha'. Kata ini kemudian diubah menjadi Sadran atau Nyadran yang berarti ziarah kubur.
Lalu, apa sih makna dan filosofi dari tradisi khas Jawa satu ini? Di bawah detikJogja sudah siapkan penjelasan kompletnya. Baca uraiannya sampai tuntas agar detikers paham gambarannya secara menyeluruh, ya!
Mengenal Rangkaian Kegiatan Tradisi Nyadran
Menurut penjelasan dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Nyadran terdiri dari sejumlah kegiatan, yakni:
- Besik: Kegiatan pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Dalam prosesnya, masyarakat akan saling bergotong-royong.
- Kirab: Arak-arakan masyarakat yang mengikuti Nyadran menuju tempat upacara adat dilangsungkan.
- Ujub: Penyampaian maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh pemangku adat.
- Doa: Pemangku adat memimpin doa bersama yang ditujukan untuk roh leluhur.
- Kembul Bujono dan Tasyakuran: Ini adalah prosesi paling akhir dari Nyadran. Kembul Bujono adalah makan bersama dengan setiap keluarga membawa makanan sendiri. Makanan-makanan yang dibawa meliputi ingkung, sambal goreng ati, perkedel, tempe dan tahu bacem, hingga urap sayur. Setelah makanan dibawa dan dikumpulkan, makanan didoakan oleh pemuka agama terlebih dahulu. Baru setelahnya, masyarakat bakal makan bersama.
Menariknya, sebagaimana uraian dalam situs DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) Kementerian Keuangan, Nyadran bisa jadi punya rangkaian acara berbeda antarwilayah. Hal ini dilatarbelakangi perbedaan kearifan lokal antara satu wilayah dengan lainnya.
Namun, secara umum, rangkaian acara Nyadran adalah:
- Ziarah kubur: Dalam kegiatan ini, masyarakat akan menyambangi makam leluhur untuk membersihkan dan mendoakannya.
- Padusan: Sesuai namanya, padusan atau mandi dilakukan oleh warga sebagai simbol penyucian diri sebelum masuknya Ramadhan.
- Bersih lingkungan
- Kenduri: Kenduri adalah kegiatan kumpul dan makan bersama. Selain makan bersama, dalam Kenduri, diisi pula dengan doa bersama sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Makna Tradisi Nyadran
Diringkas dari Jurnal Unesa bertajuk 'Makna dan Fungsi Tradisi Upacara Nyadran di Dusun Ngadiboyo, Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk (Tintingan Folklor)' oleh Jefri Dadang Triyoso dan Yohan Susilo, makna Nyadran adalah:
1. Makna Hubungan Antarmanusia dalam Tradisi Nyadran
Sebagaimana telah sering detikers dengar sejak menempuh pendidikan dasar, manusia adalah makhluk sosial. Artinya, dalam hidup, manusia memerlukan orang lain. Nah, dalam tradisi Nyadran, terkandung nilai sosial yang tinggi, seperti gotong royong dan rasa kebersamaan.
Tanpa adanya interaksi sosial antarmasyarakat dalam tradisi ini, Nyadran tidak akan berjalan dengan baik. Komunikasi dan interaksi intens dalam Nyadran ini pada gilirannya mempererat hubungan antara warga dengan warga lainnya.
2. Makna Hubungan antara Manusia dengan Tuhan
Prosesi Nyadran juga menunjukkan hubungan erat manusia dengan Tuhan. Pasalnya, dalam tradisi ini, masyarakat akan meminta doa kepada Tuhan untuk para leluhur yang telah meninggal dunia. Di beberapa daerah, Nyadran yang digelar setelah panen juga bertujuan mewujudkan syukur warga setempat kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh.
Filosofi Tradisi Nyadran
Dalam Nyadran, terdapat sejumlah hidangan yang punya arti filosofis masing-masing. Dikutip dari Jurnal Haluan Sastra Budaya berjudul 'Tradisi Nyadran (Ruwahan) Semarak Menyambut Ramadan di Dusun Jalan dan Jonggrangan Desa Banaran Kapanewon Galur' oleh Ina Aryanti dan Akbar Al Masjid, makna filosofis beberapa hidangan Nyadran di antaranya adalah:
- Tumpeng: Perlambang keselamatan, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam hidup masyarakat.
- Ingkung ayam: Hidangan ini berarti setiap makhluk hidup harus bersujud kepada Allah SWT agar semua dosanya diampuni. Makna filosofis ini merujuk dari bentuk ingkung ayam yang seperti tersungkur atau tengkurap.
- Bubur pitu: Menyimbolkan kehidupan manusia yang punya berbagai makna.
- Apem: Permintaan maaf.
- Ketan: Maknanya adalah menghindari perbuatan tidak terpuji.
- Ketan putih: Ketan putih yang lengket bermakna harapan agar silaturahmi yang terjalin antara keluarga terus terjaga.
- Kembang setaman: Menggambarkan keharuman. Artinya, masyarakat harus menjaga keharuman namanya agar tidak tercemar perbuatan-perbuatan negatif.
- Lauk-pauk: Maknanya adalah segala nikmati yang Allah telah berikan.
- Nasi uduk: Sebagai simbol bersih dan suci layaknya seseorang yang sehabis berwudhu.
- Kolak pisang ubi: Pisang adalah simbol mengosongkan diri. Sementara itu, ubi adalah pengingat kematian karena letaknya di dalam tanah.
Demikian pembahasan ringkas mengenai makna dan filosofi Nyadran yang perlu detikers ketahui. Semoga menambah wawasan detikers, ya!
(par/afn)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan
Siapa yang Menentukan Gaji dan Tunjangan DPR? Ini Pihak yang Berwenang