11 Kerajaan Hindu di Indonesia dan Sejarah Singkatnya

11 Kerajaan Hindu di Indonesia dan Sejarah Singkatnya

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Kamis, 28 Nov 2024 12:14 WIB
Era kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia berkembang karena hubungan dagang. Sejak saat itu, muncul Istana Para Dewa di nusantara. Penasaran?
Ilustrasi Kerajaan Hindu di Indonesia. Foto: Getty Images
Jogja -

Sejarah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh agama Hindu yang sempat berjaya di masa lalu. Dahulu, ada sejumlah kerajaan Hindu di Indonesia yang berjaya, runtuh, dan digantikan oleh kerajaan lainnya.

Dikutip dari buku Kerajaan-Kerajaan Hindu yang pernah ada di Indonesia oleh Oktavia Rokhimaturrizki, Hindu diperkirakan mulai masuk ke Indonesia sekitar abad ke-1 hingga abad ke-5 Masehi. Penyebarannya berawal dari hubungan dagang antara Nusantara dan India, yang saat itu sudah berlangsung intensif karena posisi strategis Indonesia di jalur perdagangan maritim dunia.

Melalui interaksi ini, budaya dan agama Hindu mulai dikenal masyarakat Indonesia, baik melalui kaum ksatria, pedagang, maupun para pendeta Brahmana yang berperan dalam penyebaran agama dan ajaran Hindu. Bukti masuknya agama Hindu dapat dilihat dari penemuan peninggalan berupa prasasti dan candi di berbagai wilayah di Indonesia yang memperlihatkan pengaruh kebudayaan Hindu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mari kita pelajari Kerajaan Hindu di Indonesia melalui penjelasan lengkap yang dihimpun detikJateng dari buku Sejarah untuk Kelas XI SMA Program IPS oleh Nana Supriatna, Seri IPS Sejarah SMP Kelas VII oleh Prawoto, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI IPA oleh Ferry Indratno dkk, dan Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara oleh Deni Prasetyo berikut ini!

Kerajaan Hindu di Indonesia

1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai terletak di daerah Kutai, Kalimantan Timur, dan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Sejarah kerajaan ini banyak diketahui melalui prasasti Yupa, yaitu batu bertulis yang ditemukan di sekitar Kutai. Prasasti tersebut menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa, yang menunjukkan adanya pengaruh India pada kerajaan ini. Berdasarkan perbandingan dengan prasasti India yang seusia, prasasti ini diperkirakan dibuat sekitar tahun 400 M,

ADVERTISEMENT

Kerajaan Kutai dipimpin oleh Raja Kundungga, yang namanya diduga berasal dari bahasa Indonesia asli. Meskipun Raja Kundungga menggunakan nama lokal, anak-anaknya memakai nama khas India, sehingga menunjukkan pengaruh India yang kuat. Dalam masyarakat kerajaan ini, terdapat golongan Brahmana yang menguasai bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa, serta golongan ksatria yang terdiri dari keluarga kerajaan. Selain itu, ada rakyat biasa yang lebih memegang teguh tradisi asli mereka.

Aspek kehidupan agama di Kerajaan Kutai juga dipengaruhi oleh ajaran Hindu. Prasasti Yupa menyebutkan bahwa kerajaan ini memiliki tempat suci bernama wapakeswara untuk menghormati dewa-dewa Hindu seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa. Raja Mulawarman, yang memerintah Kerajaan Kutai, memiliki hubungan erat dengan golongan Brahmana. Dalam salah satu prasasti, Raja Mulawarman bahkan mengadakan upacara korban emas dan memberikan 20.000 ekor sapi kepada golongan Brahmana, menunjukkan kedekatan dan pengaruh kuat agama Hindu dalam kehidupan kerajaan.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah Bogor, Jawa Barat, dan diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Kerajaan ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu India, terlihat dari penggunaan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di berbagai tempat. Bukti-bukti sejarah seperti prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, dan Prasasti Tugu memberikan informasi penting tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik kerajaan ini.

Raja Tarumanegara yang terkenal adalah Purnawarman. Pada masa pemerintahannya, ia memerintahkan pembangunan saluran air yang panjangnya 12 km untuk mendukung pertanian dan perdagangan. Proyek besar ini menunjukkan kemampuan Raja Purnawarman dalam mengorganisir tenaga kerja dalam jumlah besar. Selain pertanian, penduduk kerajaan juga mengandalkan peternakan, perburuan, dan perdagangan cula badak serta kulit penyu sebagai sumber ekonomi utama.

Kehidupan sosial di Kerajaan Tarumanegara berfokus pada pertanian, dan masyarakatnya tinggal di desa-desa yang dikelola dengan sistem gotong-royong. Golongan bangsawan menguasai kebudayaan Hindu, sementara rakyat jelata belum sepenuhnya terpengaruh oleh ajaran Hindu. Raja Purnawarman juga sangat dekat dengan golongan Brahmana, yang berperan penting dalam kehidupan keagamaan kerajaan.

3. Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga, yang juga dikenal dengan nama Holing, didirikan sekitar abad ke-5 Masehi di pantai utara Jawa Tengah, tepatnya di wilayah Kabupaten Jepara. Kerajaan ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha, dengan bukti kuat dari prasasti yang ditemukan di daerah tersebut.

Meskipun pendiriannya tidak diketahui secara pasti, beberapa sumber menyebutkan bahwa Dapunta Syailendra, yang berasal dari dinasti Syailendra, mungkin merupakan pendiri kerajaan ini. Kalingga memiliki hubungan erat dengan China dan India, yang tercermin dalam pengaruh budaya dan agama yang berkembang di kerajaan ini.

Pada masa kejayaannya, Kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima yang terkenal tegas dan bijaksana. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini mencapai puncak kejayaan dengan sistem pemerintahan yang ketat dan hukum yang adil. Ratu Shima bahkan terkenal dengan peraturan keras, seperti hukuman potong tangan bagi pencuri, yang menunjukkan komitmennya terhadap keadilan. Selain itu, Kalingga juga memiliki lembaga pendidikan yang maju dan menjadi pusat pembelajaran agama Buddha.

Kerajaan Kalingga mulai mengalami kemunduran setelah wafatnya Ratu Shima pada tahun 695 M. Persaingan dengan Kerajaan Sriwijaya yang sedang berkembang, ditambah dengan lemahnya kepemimpinan setelah Ratu Shima, menyebabkan kerajaan ini akhirnya runtuh. Meskipun demikian, peninggalan sejarah seperti prasasti Tukmas, Candi Angin, dan Situs Puncak Sanga Likur menunjukkan betapa besar pengaruh budaya Hindu-Buddha yang berkembang di wilayah ini pada masa lalu.

4. Kerajaan Kanjuruhan

Kerajaan Kanjuruhan adalah kerajaan Hindu di Jawa Timur yang pusatnya berada di Desa Kejuron, dekat Kota Malang. Kerajaan ini didirikan sekitar abad ke-8, dengan bukti sejarah berupa Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 706 M. Prasasti tersebut menyebut Raja Dewashimha sebagai pemimpin awal kerajaan. Setelah Raja Dewashimha wafat, kepemimpinan diteruskan oleh putranya, Raja Limwa atau yang lebih dikenal sebagai Gajayana.

Raja Gajayana adalah penganut agama Hindu yang memuja Dewa Agastya. Pada masa pemerintahannya, ia membangun sebuah candi pemujaan indah untuk menghormati sang dewa. Kerajaan Kanjuruhan memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah. Menurut catatan Tiongkok, Raja Kiyen dari Holing pernah memindahkan ibu kotanya ke Jawa Timur pada abad ke-8.

Kerajaan Kanjuruhan akhirnya ditaklukkan oleh Rakai Watukura dari Mataram pada awal abad ke-10. Setelah itu, para penguasa Kanjuruhan menjadi bawahan Mataram dengan gelar Rakyan Kanuruhan. Salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Kanjuruhan yang masih dapat dilihat hingga kini adalah Candi Badut, yang menjadi saksi sejarah kejayaan kerajaan tersebut.

5. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad ke-8 M di Jawa Tengah dan berkembang pesat dengan pengaruh budaya India, terutama Hindu dan Buddha. Kerajaan ini dipimpin oleh dua wangsa, yaitu Wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu dan Wangsa Sailendra yang bercorak Buddha.

Wangsa Sanjaya memerintah di Jawa Tengah bagian utara, sementara Wangsa Sailendra berpusat di selatan. Kedua wangsa ini sempat bersaing namun akhirnya bersatu melalui perkawinan antara Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya dan Pramodawardhani, putri Raja Samaratungga dari Wangsa Sailendra.

Pada abad ke-9, Mataram Kuno berkembang pesat dengan pembangunan candi-candi besar seperti Candi Borobudur yang didirikan oleh Samaratungga. Candi ini menjadi simbol penting dari kebudayaan Buddha di Jawa. Selain itu, Rakai Pikatan mendirikan Candi Loro Jonggrang yang bercorak Hindu Siwa. Namun, pada abad ke-10, pusat pemerintahan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur untuk menghindari ancaman dari Sriwijaya dan letusan Gunung Merapi.

Di Jawa Timur, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Empu Sindok yang mendirikan Wangsa Ishana. Setelah pemerintahan Empu Sindok, Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dipimpin oleh Sri Isyana Tunggawijaya, dan kemudian Dharmawangsa Teguh yang berusaha menaklukkan Sriwijaya. Namun, setelah serangan dari Sriwijaya dan Wurawari pada tahun 1016, kerajaan ini runtuh, dan hanya Airlangga yang berhasil selamat dari serangan tersebut.

6. Kerajaan Bali

Kerajaan Bali mulai dikenal pada abad ke-10 M, tepatnya pada tahun 913 M, dengan berdirinya kerajaan yang dipimpin oleh Raja Patih Sri Kesariwarmadewa. Prasasti Belanjong yang ditemukan di Sanur menyebutkan ekspedisi ke Gurun dan Sual, yang mengindikasikan perluasan wilayah kerajaan.

Kerajaan Bali dipimpin oleh Raja Ugrasena pada tahun 915-942, yang memperkenalkan sistem administrasi kerajaan yang lebih maju, serta pembangunan tempat-tempat suci. Raja-raja berikutnya, seperti Raja Haji Tabanendra dan Raja JayaSinga Warmadewa, melanjutkan pemerintahan Bali dengan catatan sejarah yang berupa prasasti.

Pada masa pemerintahan Udayana Warmadewa (989-1001), Kerajaan Bali mengalami perkembangan besar, termasuk dalam budaya dan bahasa, dengan munculnya prasasti-prasasti menggunakan bahasa Jawa Kuno. Setelah Udayana, kerajaan dipimpin oleh putranya Marakata (1022-1025) dan kemudian oleh Anak Wungsu (1049-1077), yang berhasil menyatukan seluruh wilayah Bali. Pada masa pemerintahannya, masyarakat Bali mengembangkan pertanian, peternakan, dan berbagai profesi seperti pandai besi dan pedagang. Selain itu, agama Hindu dan Buddha mendapat perhatian besar dari raja.

Pada tahun 1248, Bali diserang oleh pasukan Singasari, namun kemerdekaannya kembali setelah terjadinya kudeta di Singasari. Namun, pada tahun 1343, Bali berada di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit setelah pelaksanaan Sumpah Palapa oleh Gajah Mada. Sejak saat itu, Bali dipengaruhi oleh Majapahit, dan pusat pemerintahan sempat dipindahkan ke Klungkung. Raja-raja Bali tetap menganggap diri mereka sebagai keturunan Majapahit meskipun ada kerajaan-kerajaan kecil lainnya di Bali.

7. Kerajaan Kahuripan

Setelah kehancuran Medang Kamulan, Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan pada tahun 1031. Sebagai raja yang bijaksana, Airlangga memperbaiki kondisi ekonomi dan memperkuat wilayah kerajaannya dengan menaklukkan kerajaan kecil sekitar Kahuripan. Ia juga membangun pelabuhan Hujung Galuh untuk mengembangkan perdagangan internasional dan sistem irigasi yang mendukung pertanian.

Kahuripan menjadi salah satu pusat perdagangan dan penyedia beras terbesar di Nusantara pada masa pemerintahannya. Airlangga meninggal pada tahun 1049, dan jasanya dihormati dengan pemuliaan berupa patung.

8. Kerajaan Sunda Pajajaran

Kerajaan Sunda dimulai dengan Raja Jayabhupati pada abad ke-10, yang dikenal sebagai raja pertama yang memerintah di wilayah Jawa Barat. Pusat pemerintahan pada masa Jayabhupati diperkirakan berada di Pakuan Pajajaran, yang kemudian dipindahkan ke Kawali. Raja Jayabhupati adalah pemeluk agama Hindu aliran Waisnawa, dan kerajaan ini berkembang pesat dengan adanya enam bandar perdagangan utama, seperti Banten, Pontang, dan Kalapa. Kerajaan ini juga menggunakan mata uang Cina dan beberapa mata uang lokal, seperti emas dan ceitis.

Setelah Jayabhupati, kerajaan diteruskan oleh putranya, Rahyang Niskala Wastu Kencana, yang memerintah di Kawali. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertempuran besar yang dikenal sebagai Perang Bubat pada tahun 1357, yang mengakibatkan hampir seluruh pasukan Sunda gugur, termasuk Raja Sri Baduga. Namun, kerajaan kembali dipimpin oleh penggantinya, Hyang Wuni Sora, dan dilanjutkan oleh Prabu Niskala Wastu Kancana pada tahun 1371. Selama masa pemerintahannya, Kerajaan Sunda menghadapi banyak ancaman, termasuk serangan dari Kesultanan Demak dan Banten.

Pada abad ke-16, kerajaan Sunda mengalami kemunduran akibat serangan dari Kesultanan Demak dan Banten. Pada tahun 1527, pelabuhan Sunda Kelapa jatuh ke tangan Demak setelah dipimpin oleh Fatahillah. Hubungan kerajaan dengan dunia luar terputus, dan wilayah kerajaan semakin menyempit. Pada tahun 1579, Kerajaan Sunda akhirnya runtuh setelah ibu kota Pakuan Pajajaran berhasil direbut oleh Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, yang menandai berakhirnya Kerajaan Sunda Pajajaran.

9. Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri berawal dari pembagian Kerajaan Kahuripan yang dilakukan oleh Raja Airlangga pada tahun 1041. Kerajaan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu Kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan dan Kerajaan Panjalu (Kediri) dengan ibu kota Daha. Setelah pembagian ini, Airlangga mengundurkan diri dan menjadi pertapa, sementara kedua anaknya, Jayengrana dan Jayawarsa, memerintah masing-masing di kerajaan yang baru. Jayawarsa menjadi raja pertama Kediri, dan pada masa pemerintahan Jayabaya, Kediri berhasil menyatukan kembali kerajaan tersebut.

Selama pemerintahan Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya. Jayabaya dikenal sebagai raja yang bijaksana dan juga seorang peramal. Kediri memiliki kehidupan ekonomi yang maju dengan perdagangan barang-barang seperti emas, perak, kayu cendana, dan pinang. Kehidupan sosial masyarakatnya cukup teratur, dengan rumah-rumah yang tertata rapi dan pakaian yang sopan. Kehidupan budaya pun berkembang pesat, terutama dalam bidang sastra yang menghasilkan berbagai karya terkenal.

Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran pada abad ke-12 dan akhirnya runtuh pada 1222 M. Kejatuhan ini terjadi setelah kekalahan dalam peperangan melawan Ken Arok di Ganter, yang menandai berakhirnya kekuasaan Wangsa Isana. Setelah itu, Kerajaan Kediri digantikan oleh Kerajaan Singasari yang didirikan oleh Ken Arok.

10. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada abad ke-13 setelah berhasil merebut kekuasaan dari Raja Kediri, Kertajaya, dalam pertempuran di Ganter pada 1222. Ken Arok memulai karirnya dengan membunuh Bupati Tumapel, Tunggul Ametung, dan menikahi janda Tunggul Ametung, Ken Dedes.

Ken Arok memerintah Singasari hingga 1227, ketika ia dibunuh oleh anak tirinya, Anusapati. Anusapati kemudian menjadi raja hingga 1248, sebelum dibunuh oleh Panji Tohjaya, yang sempat memerintah Singasari untuk beberapa bulan sebelum dibunuh oleh Ranggawuni, anak Anusapati. Ranggawuni kemudian diangkat menjadi raja dan bergelar Wisnu Wardhana.

Pada masa pemerintahan Wisnu Wardhana, Kerajaan Singasari terus berkembang dengan dukungan dari Mahesa Cempaka, sepupunya, yang diberi kedudukan sebagai ratuangabhaya. Namun, pada 1254, Wisnu Wardhana mengangkat anaknya, Kertanegara, sebagai raja muda.

Kertanegara naik tahta pada 1268 dan mulai memperluas kekuasaannya. Ia menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di Jawa dan Bali serta mengirimkan ekspedisi ke Sumatra pada 1275 yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi ini bertujuan untuk menuntut pengakuan kekuasaan Singasari dari Kerajaan Malayu dan Sriwijaya serta mengantisipasi ancaman dari Cina yang dipimpin oleh Kaisar Kublai Khan.

Kerajaan Singasari akhirnya runtuh pada 1292. Setelah Kertanegara menolak pengakuan dari Kublai Khan, pasukan Mongol dikirim untuk menyerang Singasari. Namun, sebelum pasukan Cina tiba, serangan dari Raja Jayakatwang yang ingin membalas dendam terhadap Kertajaya (Raja Kediri yang dibunuh oleh Ken Arok) berhasil membunuh Kertanegara dan menghancurkan kerajaan. Kematian Kertanegara menandai berakhirnya Kerajaan Singasari, dan Raden Wijaya, yang memimpin pasukan Singasari, kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit.

11. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 setelah mengalahkan Jayakatwang dengan bantuan pasukan Mongol. Ibukota kerajaan terletak di Trowulan, Mojokerto, dan Raden Wijaya bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Setelah wafat pada tahun 1309, Majapahit diteruskan oleh Sri Jayanegara dan selanjutnya oleh Tribhuwanatunggadewi. Pada masa Tribhuwanatunggadewi, muncul tokoh penting, Gajah Mada, yang mengucapkan Sumpah Palapa untuk menyatukan Nusantara di bawah Majapahit.

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389) yang didampingi Gajah Mada. Pada masa ini, Majapahit menjadi kekuatan besar dengan wilayah yang mencakup hampir seluruh Nusantara. Sistem pemerintahan Majapahit bersifat desentralisasi, di mana daerah diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi masing-masing. Perdagangan maritim menjadi pilar ekonomi utama, dengan pelabuhan-pelabuhan seperti Tuban ramai oleh pedagang dari berbagai negara.

Setelah Gajah Mada meninggal pada tahun 1364 dan Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389, Majapahit mulai mengalami kemunduran. Konflik internal, seperti Perang Paregreg, semakin melemahkan kerajaan. Meski begitu, Majapahit tetap dikenang sebagai kerajaan besar yang berhasil mempersatukan Nusantara dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman.

Demikian penjelasan lengkap mengenai sejarah kerajaan Hindu yang pernah ada di Indonesia. Semoga bermanfaat!




(par/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads