Kisah Setia Abdi Dalem pada Sultan HB I di Balik Saparan Bekakak

Kisah Setia Abdi Dalem pada Sultan HB I di Balik Saparan Bekakak

Dwi Agus - detikJogja
Jumat, 23 Agu 2024 18:30 WIB
Penyembelihan boneka Saparan Bekakak Ambarketawang Gamping di Situs Gunung Gamping, Kabupaten Sleman, DIY, Jumat (23/8/2024).
Penyembelihan boneka Saparan Bekakak Ambarketawang Gamping di Situs Gunung Gamping, Kabupaten Sleman, DIY, Jumat (23/8/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Sleman -

Upacara tradisi Saparan Bekakak di Ambarketawang, Gamping, Sleman, mengandung kisah tentang kesetiaan sosok Ki Wiro Suto dan istrinya terhadap amanah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I. Hal ini disampaikan oleh Dukuh Gamping Tengah, Suwandi.

Suwandi mengatakan, kisah tentang tradisi Saparan Bekakak berawal dari rampungnya pembangunan istana Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sultan HB I berserta keluarga dan hulubalang lalu melakukan boyongan pada 7 Oktober 1756.

"Waktu itu Sri Sultan Hamengku Buwono I memerintahkan salah satu abdi dalem penongsongnya, Ki Wiro Suto, untuk tetap tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang," kata Suwandi saat ditemui di Situs Gunung Gamping, Jumat (23/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perintah itu bertujuan agar Pesanggrahan Ambarketawang sebagai istana sementara tidak serta-merta kosong alias tetap ada yang menjaga dan merawatnya. Kala itu Ki Wiro Suto dan istrinya diperbolehkan tinggal di dalam Pesanggrahan Ambarketawang.

Suwandi menuturkan, Ki Wiro Suto dan istrinya dengan senang hati menerima perintah itu. Namun keduanya enggan tinggal di dalam pesanggrahan. Pasangan itu justru memilih untuk tinggal di sebuah gua yang tak jauh dari Pesanggrahan Ambarketawang.

ADVERTISEMENT

"Lokasinya gua tidak jauh dari Pesanggrahan. Jadi ini bekas penambangan yang membentuk cekungan, lalu untuk tinggal Ki Wiro Suto dan Nyi Wiro Suto," ujar Suwandi.

Tanpa diketahui waktunya, peristiwa memilukan terjadi. Gua itu longsor dan mengubur pasutri abdi dalem Sultan HB I tersebut.

Upaya hulubalang Sultan HB I dan warga sekitar mencari dua abdi dalem itu tak membuahkan hasil. "Jasad keduanya tidak ditemukan, dalam bahasa Jawanya moksa," ucap Suwandi.

Kabar duka itu sampai ke Sultan HB I. Akhirnya sang raja mengutus sejumlah abdi dalem menggelar selamatan Saparan Bekakak yang masih lestari hingga kini.

Makna Saparan Bekakak ialah untuk memohon keselamatan kepada Tuhan. Selain untuk mengenang Ki Wiro Suto dan istrinya yang setia mengemban amanah, pada masa itu juga disebut marak kecelakaan penambang batu di kawasan Gunung Gamping kala itu.

"Saparan Bekakak sampai saat ini masih diuri-uri, masih dilestarikan setiap tahun di bulan Sapar pertengahan bulan Jawa. Bekakak itu terbuat dari tepung yang isinya darah yang terbuat dari gula merah," kata Suwandi.

Dalam penyelenggaraannya, Saparan Bekakak menghadirkan dua boneka bekakak. Pasangan boneka sebagai simbol sosok Ki Wiro Suto dan istrinya itu diarak dari Kantor Kalurahan Ambarketawang menuju Gunung Gamping.

"Jadi ada dua lokasi penyembelihan bonekanya. Titik pertama berhenti di timur Gunung Gamping lalu boneka kedua tetap diarak ke Gunung Gamping," pungkas Suwandi.




(dil/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads