Mengapa Calon Pengantin Jawa Wajib Dipingit? Ini Filosofi Pingitan

Mengapa Calon Pengantin Jawa Wajib Dipingit? Ini Filosofi Pingitan

Ridwan Luhur Pambudi - detikJogja
Minggu, 30 Jun 2024 14:28 WIB
Ilustrasi Pengantin Jawa.
Ilustrasi pengantin jawa Foto: istock
Jogja -

Dalam pernikahan adat Jawa, terdapat berbagai tradisi yang mesti dijalani keluarga dan calon mempelai. Tradisi ini bahkan sudah dilakukan sejak beberapa hari sebelum prosesi pernikahan, misalnya tradisi pingitan.

Mengutip Jurnal Kajian Kebudayaan Undip, tradisi pingitan pada awalnya dikhususkan untuk perempuan Jawa yang memasuki akil balik. Gadis-gadis itu dilarang keluar rumah, termasuk bersekolah, dan bercengkrama dengan sembarang orang.

Dalam perspektif budaya Jawa, tradisi pingitan pada perempuan yang memasuki masa remaja ditujukan untuk melindungi diri dari bahaya di luar rumah. Namun, tradisi pingitan pada perempuan sejak remaja ini sudah jarang dilakukan lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, tradisi pingitan bagi pengantin Jawa masih dilestarikan hingga saat ini. Gadis Jawa yang akan melangsungkan pernikahan tidak boleh keluar rumah atau bepergian terhitung sejak tujuh hari sebelum acara. Gadis yang dipingit juga dilarang bertemu dengan sembarang orang, bahkan dengan calon suami.

Bagi masyarakat yang masih memegang teguh tradisi adat Jawa, pingitan menjadi suatu kewajiban yang harus ditaati. Pelaksanaan pingitan nyatanya bukan sekadar mengikuti tradisi, tetapi ada berbagai makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya.

ADVERTISEMENT

Filosofi Pingitan

Mengutip jurnal UIN Suska dan Universitas Nusantara PGRI Kediri, fungsi pingitan pada pernikahan adat Jawa mirip dengan tradisi pingitan pada perempuan remaja jaman dulu. Pingitan dalam pernikahan utamanya bertujuan untuk menjaga diri calon pengantin dari bahaya yang mungkin terjadi.

Setiap manusia tidak ada yang mengetahui kejadian yang akan menimpanya pada masa mendatang. Oleh karena itu, pingitan pada pengantin berguna untuk menghindari mara bahaya yang mungkin terjadi, misalnya mengalami kecelakaan atau tindak kejahatan lain.

Memingit calon pengantin juga diyakini sebagai sarana menjaga pikiran. Calon mempelai dihindarkan dari pihak-pihak tertentu yang dapat memengaruhi sang calon pengantin untuk membatalkan pernikahan karena ketidaksetujuan suatu pihak.

Selama masa pingit, calon pengantin, utamanya perempuan dapat mempersiapkan diri jelang pernikahan. Masa itu dapat digunakan untuk meneguhkan pemahaman tentang berkeluarga dan juga untuk mempercantik diri.

Pingitan dengan memisahkan calon mempelai perempuan terhadap calon mempelai laki-laki juga bertujuan mencegah zina yang mungkin terjadi. Artinya, tradisi pingitan juga selaras dengan perspektif agama.

Secara keseluruhan, tradisi pingitan memiliki filosofi penting demi kelancaran acara pernikahan yang amat sakral. Tradisi ini menjadi sarana melindungi dan mempersiapkan diri, termasuk memantapkan hati menuju jenjang yang lebih serius.

Artikel ini ditulis oleh Ridwan Luhur Pambudi, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(par/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads