Peninggalan Raden Said, atau dikenal sebagai Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), masih eksis hingga sekarang. Salah satunya adalah Masjid Jami' Sunan Kalijaga Kedondong yang kini telah berusia lebih dari lima abad.
Masjid Jami' Sunan Kalijaga Kedondong atau biasa disebut Masjid Kedondong terletak di Dusun Semaken 1, Kalurahan Banjararum, Kapanewon Kalibawang, Kulon Progo. Lokasinya berada di tengah permukiman warga dan berdekatan dengan aliran Sungai Tinalah.
Sejarah singkat Masjid Kedondong terukir dalam prasasti yang terletak di halaman depan komplek masjid. Prasasti yang diresmikan oleh mendiang Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo pada 24 Januari 2009 silam itu menerangkan jika Masjid Kedondong sudah ada sejak tahun 1477 Masehi.
Artinya, masjid yang mengusung konsep Joglo dengan dominasi warna putih dan hijau ini telah berdiri selama 547 tahun. Masjid ini jauh lebih tua dibandingkan Keraton Yogyakarta yang pada 2024 baru akan menginjak usia ke-268. Sebagai informasi Keraton Jogja selesai dibangun oleh Hamengku Buwono I pada 7 Oktober 1756 Masehi.
Adapun sosok di balik lahirnya Masjid Kedondong adalah Sunan Kalijaga, lewat perantara muridnya, yakni Adipati Teroeng atau Panembahan Bodho. Tokoh Wali Songo ini memerintahkan Adipati Teroeng untuk membangun sebuah masjid sebagai tempat ibadah sekaligus mengenalkan agama Islam kepada masyarakat sekitar yang kala itu masih menganut paham animisme.
"Pada waktu itu Sunan Kalijaga mengembara untuk menyebarkan agama Islam bersama muridnya yang bernama Adipati Teroeng. Saat itu Sunan Kalijaga beristirahat di dekat Sungai Tinalah ini. Kemudian Sunan Kalijaga berinisiatif membangun suatu tempat ibadah agar bisa digunakan warga desa, sehingga Sunan Kalijaga memerintahkan Adipati Teroeng untuk membangun masjid ini," ujar Imam Masjid Kedondong, Solihudin, saat ditemui di lokasi, Selasa (18/3/2024).
Sunan Kalijaga lalu menancapkan sebuah tongkat di dekat Sungai Tinalah sebagai titik awal lokasi pembangunan masjid. Kemudian Sunan Kalijaga pergi meninggalkan Adipati Teroeng untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju wilayah Demak, Jawa Tengah.
"Sebelum berangkat ke Demak itu, Sunan Kalijaga memberi tanda berupa tongkat yang jadi patokan lokasi berdirinya masjid. Tongkat ditancapkan di tanah yang ada di dekat Sungai Tinalah itu setelahnya beliau pergi," ucapnya.
Sepeninggal Sunan Kalijaga, Adipati Teroeng tak langsung memulai proses pembangunan masjid. Sebab, ada kegundahan di hati Adipati Teroeng terkait dengan titik lokasi yang dipilih gurunya.
Menurut Adipati Teroeng, titik yang dipilih Sunan Kalijaga terlalu mepet dengan Sungai Tinalah. Dikhawatirkan aliran sungai yang terkenal deras itu dapat menggerus tanah dan berpotensi merusak bangunan masjid. Adipati Teroeng pun memindahkan titik awal ke arah timur sejauh 100 meter.
"Setelah diteliti oleh Adipati Teroeng, ternyata patok lokasi yang dipilih Sunan Kalijaga terlalu dekat dengan sungai. Ini dirasa tidak aman, karena jika tetap dibangun sesuai patok, ada potensi lokasi terkikis aliran sungai. Sehingga Adipati Teroeng berinisiatif menggeser titik lokasi agak ke timur sejauh 100 meter dari titik awal tadi," terang Solihudin.
Di titik baru itulah bangunan Masjid Kedondong akhirnya berdiri. Berjalannya waktu, jemaah masjid terus bertambah, seiring dengan makin banyaknya masyarakat yang menganut agama Islam.
Selanjutnya kisah ulama pertama Masjid Jami' era dikelola Keraton Jogja...
(ams/apu)