Sejarah Kerajaan Mataram Islam dari Kejayaan hingga Keruntuhan Lengkap

Sejarah Kerajaan Mataram Islam dari Kejayaan hingga Keruntuhan Lengkap

Nur Umar Akashi - detikJogja
Sabtu, 03 Feb 2024 12:48 WIB
Ilustrasi kisah pembukaan Alas Mentaok, cikal bakal Kerajaan Mataram Islam.
Ilustrasi sejarah Kerajaan Mataram Islam (Foto ilustrasi kisah pembukaan Alas Mentaok, cikal bakal Kerajaan Mataram Islam: Ari Saputra/detikcom)
Jogja -

Kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan yang dulu pernah berdiri di Jogja. Lantas, bagaimana sejarah kejayaan hingga keruntuhan Kerajaan Mataram Islam?

Nama-nama termasyhur tercatat pernah memimpin Kerajaan Mataram Islam, sebut saja Panembahan Senopati, Sultan Agung, hingga Amangkurat I. Kerajaan Mataram Islam juga menjadi cikal bakal berdirinya Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Setelah berdiri, kapan Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya? Dan bagaimana kisah keruntuhannya? Yuk, simak sejarah lengkap Kerajaan Mataram Islam di bawah ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam tidak lepas dari kisah tiga orang, yaitu Danang Sutawijaya, Jaka Tingkir, dan Ki Gede Pemanahan. Mengutip laman resmi Dinas Kebudayaan Kota Jogja, singkatnya, Jaka Tingkir meminta bantuan Ki Gede Pemanahan dan Danang Sutawijaya untuk membunuh Arya Penangsang.

Jaka Tingkir, yang nantinya menjadi pendiri Kerajaan Pajang, menjanjikan sebidang tanah di Mentaok bila keduanya membantunya mengalahkan Arya Penangsang. Ki Gede Pemanahan dan Danang Sutawijaya pun sukses menuntaskan misi tersebut.

ADVERTISEMENT

Menepati janjinya, Jaka Tingkir menghadiahkan Alas Mentaok untuk keduanya. Ki Gede Pemanahan langsung membuka hutan angker tersebut. Tak lama, berdirilah kampung cikal-bakal Kerajaan Mataram Islam di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang.

Ketika Ki Gede Pemanahan wafat di tahun 1575 Masehi, Danang Sutawijaya naik tahta. Danang Sutawijaya kemudian memutuskan untuk melepaskan diri dari Kerajaan Pajang. Ia mendirikan Mataram Islam dan menggelari dirinya dengan sebutan Panembahan Senopati.

Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam mengalami masa keemasan ketika dipimpin oleh raja ketiganya, yaitu Sultan Agung alias Raden Mas Rangsang. Mengutip jurnal 'Sultan Agung Hanyakrakusuma dan Eksistensi Kesultanan Mataram' karya Agus Susilo dan Yeni Asmara dalam Jurnal Diakronika, sang Raja lahir pada 14 November 1952 Masehi hari Jumat.

Ia adalah putra dari Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Tatkala menaiki tampuk kepemimpinan, Sultan Agung masih berusia belia, yakni 20 tahun. Namun, meski usianya masih sangat muda, ia berhasil membawa Mataram Islam pada puncak kejayaan dengan sifat tegas nan disiplin.

Pada masanya, sang Sultan membangun angkatan perang yang kuat nan tangguh. Ia memerintahkan pasukan itu untuk segera bergerak menguasai Jawa Timur. Ekspansi tersebut kemudian terus dilanjutkan ke Jawa Barat ke arah Banten.

Secara singkat, wilayah kekuasaan Mataram Islam masa Sultan Agung begitu luas. Terhitung Pulau Jawa secara penuh dikuasainya, kecuali Batavia dan Banten. Berbagai daerah di luar Jawa pun juga takluk, di antaranya Palembang dan Sukadana.

Setelah masa pemerintahan Sultan Agung berakhir, banyak daerah yang mulai melepaskan diri. Hal ini menjadi salah satu faktor alasan kejayaan Mataram Islam berangsur-angsur turun setelahnya.

Perkembangan Bahasa dan Budaya

Sultan Agung juga memperkuat perkembangan di bidang bahasa, sastra, dan budaya di Kerajaan Mataram Islam. Di antara pengembangan dalam bidang bahasa adalah penggunaan bahasa Bagongan untuk bangsawan. Selain itu, bahasa Sunda juga mengalami perkembangan dengan adanya versi halus.

Di bidang budaya, acara-acara besar seperti Maulid Nabi Muhammad, Idul Fitri dan Idul Adha diakulturasikan dengan budaya Indonesia dan Hindu. Alhasil, dikenal nama acara seperti Garebeg Mulud, Garebeg Puasa, dan Garebeg Besar.

Sementara itu, untuk bidang sastra, kitab filsafat Sastra Gendhing muncul sebagai karya sang Raja. Pada masa pemerintahanya, kitab-kitab terkenal seperti Serat Nitisastra dan Serat Astabrata juga muncul.

Perkembangan Ekonomi

Syarat kuatnya sebuah kerajaan juga dipengaruhi oleh kekuatan ekonominya. Mengutip buku 'Kitab Terlengkap Sejarah Mataram' oleh Soedjipto Abimanyu, pada masa kejayaannya, Mataram Islam memiliki dua pilar utama penyokong ekonominya.

Satu, peningkatan produksi beras dengan cara memanfaatkan aliran sungai sebagai sarana irigasi. Hal ini kemudian berhasil mendongkrak produksi pertanian yang kemudian membuat rakyat makmur. Kedua, penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa yang membuat kekuatan perdagangan dan pelayaran Mataram Islam kokoh nan tangguh.

Usai Sultan Agung wafat, tampuk kekuasaan Mataram Islam beralih ke tangan Amangkurat I. Sejak saat itu, perlahan tapi pasti, Kerajaan Mataram Islam mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh.

Keruntuhan Kerajaan Mataram Islam

Usai ditinggal pergi Sultan Agung, Mataram Islam terus mengalami kemerosotan. Puncaknya adalah ketika Amangkurat II lebih memilih untuk membangun Kesunanan Kartasura ketimbang mengembalikan kejayaan Kerajaan Mataram Islam.

Kisah keruntuhan ini dimulai sejak masa pemerintahan Amangkurat I, putra Sultan Agung yang naik tahta. Bertolak belakang dengan sang ayah, Amangkurat I yang kejam memimpin Mataram Islam dengan kebijakan politik yang sama kejamnya.

Akibat gaya pemerintahannya yang buruk, banyak kerajaan yang melepaskan diri sehingga melemahkan posisi Mataram Islam. Tak hanya itu, Amangkurat I juga menghabisi para pembesar Mataram Islam maupun musuh-musuhnya tanpa belas kasih.

Salah satu kebijakannya yang paling disesalkan adalah kerja sama dengan VOC. Banyak kerajaan yang dulunya membantu Sultan Agung untuk menghabisi VOC, kini bersitegang dengan Mataram Islam akibat kebijakan tersebut.

Pemberontakan Kerajaan Sekutu

Pangeran Trunojoyo dari Madura kemudian memberontak. Ia merasa tidak puas dan ingin menghindarkan rakyat Madura dari kepemimpinan Amangkurat I yang kejam.

Sang pangeran memberontak dengan dukungan Amangkurat II, putra Amangkurat I yang awalnya dijanjikan kursi tahta. Merasa kecewa dengan sang ayah yang batal memberikan posisi mahkota padanya, Amangkurat II lantas bergabung dengan Trunojoyo.

Keduanya kemudian membuat perjanjian. Apabila menang, maka Amangkurat II akan naik tahta sebagai penguasa Mataram Islam. Untuk Trunojoyo, ia akan dihadiahi wilayah kekuasaan di Madura dan sebagian Jawa Timur.

Pasukan segera dibentuk. Trunojoyo mengumpulkan kekuatan dari orang-orang Madura, Makassar, hingga Surabaya. Sedikit demi sedikit, pasukan tersebut merangsek menggerogoti wilayah Mataram Islam. Secara mengejutkan, pada 2 Juli 1677, pusat Kerajaan Mataram Islam di Plered diduduki.

Persekutuan antara Pangeran Trunojoyo dan Adipati Anom alias Amangkurat II terlihat retak. Pasalnya, sang pangeran enggan menyerahkan tampuk kekuasaan Mataram Islam kepada sekutunya tersebut. Merasa dikhianati, Amangkurat II kemudian pergi dan bergabung kembali bersama ayahnya dan pihak VOC.

Di pelarian, Amangkurat I menyerahkan tampuk kekuasaan Mataram Islam yang sah kepada Amangkurat II. Ia juga berpesan pada anaknya itu untuk bekerja sama dengan VOC dalam rangka merebut kembali kekuasaan Mataram Islam.

Singkat cerita, pertempuran besar terjadi. Pasukan Trunojoyo terdesak terus-menerus hingga akhirnya kalah. Pangeran Trunojoyo sendiri ditangkap VOC dan diserahkan kepada Amangkurat II. Tanpa belas kasih, Trunojoyo dihukum mati.

Usai kembali bertahta, Amangkurat II tidak kembali meneruskan riwayat Mataram Islam. Dirinya memilih untuk membangun kerajaan penerus dengan nama Kesunanan Kartasura. Dengan demikian, berakhir sudah kisah Kerajaan Mataram Islam yang pernah berjaya.

Nah, demikianlah sejarah kejayaan dan keruntuhan Kerajaan Mataram Islam yang melegenda. Semoga informasi yang disampaikan bermanfaat, ya!




(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads