Dunia Kereta Api Rayaka dan Sepasang Mata Bola

Sudrajat - detikJogja
Senin, 25 Sep 2023 15:17 WIB
Rayaka Agashtya Wibowo bersama kurator, Lily Elserisa (Foto: Dok. Sri Utami)
Jogja -

Manusia adalah penghuni dunia yang selalu memiliki dunia-dunia kecil di alam pikirnya. Dunia kecil dalam pikiran manusia sering kali dibangun dari ketertarikan dan imajinasinya pada sesuatu atau sekitarnya.

Rayaka Agashtya Wibowo, seniman anak berkebutuhan khusus merayakan eksistensinya sebagai manusia dengan menciptakan semesta dan seisi dunia kecilnya yang bersumber pada ketertarikan pada Kereta Api.

Amatan jeli terhadap warna badan, bentuk lokomotif, hingga corak livery kereta api yang sering luput dari mata manusia pada umumnya menggerakkan Rayaka untuk mengekspresikannya ke dalam sebuah gambar. Begitupun deru kereta api, lantunan Sepasang Mata Bola (lagu penyambut tibanya penumpang di Stasiun Tugu Jogja dan Lempuyangan) dari alat pengeras suara miliknya adalah pemicu gerak tangannya dalam menggambarkan kereta api pada kertas-kertasnya dengan beragam bentuk dan jenis.

"Warna, bentuk, bahkan deru dirasakan oleh hampir seluruh inderanya. Tiada hari tanpa kereta, kereta api khususnya," tulis Lily Elserisa, dosen Fakultas Seni Rupa ISI Jogja yang menjadi kurator pameran ini, dalam catatan kuratorial di bawah lukisan-lukisan Rayaka.


Praktik seni rupa dengan berbagai tema yang dilakukan oleh seniman berkebutuhan khusus telah dilakukan sejak 1899 oleh Adolf Wölfli, seniman yang mengalami gangguan mental. Pada perkembangannya, karya seni rupa yang dibuat oleh seniman berkebutuhan khusus disebut dengan istilah seni luar (outsider art/art brut/raw art) sebab penekanannya terdapat pada karya seni dengan sifat alami yang belum dihaluskan. Impulsivitas seniman seringkali sangat terasa pada karya-karya Art Brut.

Pada karya Rayaka, menurut Lily Elserisa, impuls itu muncul pada karya-karya awalnya, terutama pada teknik arsir yang cenderung campur baur. Hal ini menarik sebab terasa otentik, rasanya tidak perlu pihak ketiga untuk mendorongnya terus berekspresi dan membuat gambar.

Pada perkembangan proses berkarya Rayaka, dengan dukungan keluarga dan gurunya, impuls itu mengalami proses pengelolaan sehingga menghasilkan kesan yang berbeda secara artistik. Lily mencontohkan goresan Rayaka pada karya bertajuk 'Kereta Api Inspeksi 2' dan 'Kereta Api Uap dan Mercusuar' berhasil memunculkan kesan yang menggembirakan melalui warna. Selain itu juga menyampaikan betapa jeli amatannya pada objek dengan teknik arsir satu arah (hatching) yang cukup teratur.

"Jika kita perhatikan, praktik pengelolaan impuls dengan berkarya ini tentu tidak mudah, seperti menyerahkan sebagian besar yang melekat dari diri kita," tulisnya.

Lukisan-lukisan karya Rayaka Agashtya Wibowo yang dipamerkan di Stasiun Yogyakarta hingga 3 Oktober 2023 Foto: Dok. Pribadi Sri Utami

Perubahan goresan arsir dan objek gambarnya sendiri dapat dibaca sebagai simbol perjalanan panjang terhadap suatu perjuangan serta daya hidup seorang manusia.

Rayaka lahir di Jakarta pada 10 Agustus 2007 dari rahim seorang jurnalis televisi, Sri Utami. Saat ini dia sekolah di Tumbuh High School Jogja. "Rayaka sudah mulai corat coret krayon di usia 1-2 tahun. Saat belum lancar bicara dia sudah lebih dulu pegang krayon. Tapi mulai bisa menggambar bentuk-bentuk di usia 4-5 tahun. Selain kereta dia juga suka menggambar mobil dan bis, tapi 90% kereta api," tutur Sri Utami, ibunda Rayaka, kepada detikJogja.

Setiap kali menggambar, dia melanjutkan, putra semayangnya itu biasa sambil mendengarkan suara kereta api dari speaker portable. Speaker itu tiap hari harus dibawa kemana mana. "Termasuk saat akan tidur," kata Sri Utami yang pernah berkarier di Trans7 Jakarta.

Selengkapnya di halaman berikut.



Simak Video "Video: Daftar KA yang Berhenti Luar Biasa di Jatinegara Saat HUT TNI"

(jat/ams)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork