Musyawarah ketiga warga terdampak Tol Jogja-Solo-YIA seksi 3 ruas Jogja-YIA di Kapanewon Gamping kembali menemui jalan buntu. Dalam musyawarah ketiga yang merupakan tahapan terakhir ini, warga kembali menolak nilai appraisal uang ganti rugi (UGR) yang mencapai Rp 11 juta/meter.
Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Hary Listantyo Prabowo, menegaskan sejatinya musyawarah ketiga adalah tahapan terakhir. Namun pihaknya masih akan menempuh satu langkah pendekatan lagi.
"Sudah (musyawarah) ketiga tapi masih upayakan pertemuan di luar musyawarah. Nanti ada agenda khusus karena ini pelaku usaha mayoritas (yang masih menolak)," tegasnya saat ditemui di Kantor Kalurahan Banyuraden, Gamping, Sleman, Jumat (28/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika upaya itu kembali gagal menemui hasil, maka terpaksa opsi konsinyasi akan ditempuh.
"Kalau memang tidak bisa, ya sudah terpaksa konsinyasi," imbuhnya.
Secara garis besar, lanjut Hary, tim appraisal telah menetapkan sesuai Standar Penilaian Indonesia (SPI). Penilaian appraisal meliput luasan lahan, bangunan terdampak hingga solatium. Apabila di luar ketentuan, maka berpotensial terjadi pelanggaran hukum.
"Kami koordinasi dengan tim appraisal, keluhan itu disampaikan dan ternyata memang di luar komponen SPI. Per meter saat ini ada Rp 11 juta, mereka minta lebih tinggi. Ada yang ajukan hitungan total hingga miliaran UGR-nya," katanya.
Musyawarah ketiga, lanjutnya, merupakan batas musyawarah kepada warga terdampak. Hanya saja, pihaknya masih berusaha melakukan pendekatan. Agar pembayaran UGR tidak berlanjut ke jenjang konsinyasi pengadilan.
Hary menegaskan bahwa konsinyasi tidak menghilangkan UGR. Seluruhnya tetap terbayarkan melalui skema pengadilan. Diawali dari warga terdampak yang mengajukan gugatan atas besaran nilai appraisal UGR.
"Masih beranggapan ganti rugi diterima tidak mencukupi buat usaha baru karena cari lahan seluas itu dengan nilai UGR tidak cukup. Itu klaim dari mereka, ya monggo. Kalau nominal appraisal di lokasi ini kisaran Rp 8 juta hingga Rp 11 juta/meter," bebernya.
Musyawarah Ketiga Buntu
Penolakan ini masih muncul saat memasuki musyawarah ketiga di Kantor Kalurahan Banyuraden, Gamping, Sleman. Mayoritas beralasan dampak bisnis harus diperhitungkan. Khususnya biaya perpindahan lokasi dan memulai usaha baru.
Dari hasil konsultasi saat musyawarah, mayoritas warga terdampak masih memperhitungkan sisi bisnis. Dalam artian unit usaha yang terdampak pembangunan tol Jogja-Solo-YIA. Khususnya untuk memulai usaha yang sama usai menerima UGR.
"Hari ini yang ikut musyawarah ketiga ada 20 orang. Masih ada yang menolak nilai appraisal UGR. Pertimbangan belum menerima karena menganggap masih ada efek dampak setelah pembangunan tol, terutama bisnis mereka," ujarnya.
Dari pertemuan musyawarah ketiga ini, Hary menuturkan belum ada jalan keluar. Para pemilih lahan tetap berpegang teguh pada pendirian masing-masing. Berharap aspek dampak bisnis masuk dalam penghitungan appraisal UGR.
Musyawarah terakhir ini turut melibatkan tim appraisal. Tujuannya agar keluhan warga dapat langsung didengar dan dicari solusinya. Hanya saja, ternyata keinginan tambahan penilaian appraisal tetap di luar komponen SPI.
"Jadi mereka masyarakat menghendaki ada penghitungan dampak setelah pembangunan tol terhadap usaha bisnis mereka. Kebanyakan komplain yang usaha bisnis, kalau warga mayoritas sudah menerima," katanya.
(aku/apu)
Komentar Terbanyak
Kanal YouTube Masjid Jogokariyan Diblokir Usai Bahas Konflik Palestina
Israel Ternyata Luncurkan Serangan dari Dalam Wilayah Iran
BPN soal Kemungkinan Tanah Mbah Tupon Kembali: Tunggu Putusan Pengadilan