Anak petani di Kulon Progo, DIY, sukses mengembangkan alat perangkap hama bertenaga surya. Karyanya telah dipasarkan ke berbagai wilayah di Indonesia dan menyabet sejumlah penghargaan.
Adalah Ihsan Muchlis Amirudin (20) sosok di balik lahirnya Klaper-X, produk perangkap hama otomatis yang mengandalkan tenaga surya. Sistem kerja alat ini sederhana, yaitu menarik perhatian hama serangga lewat pancaran sinar ultraviolet.
Hama yang masuk perangkap tersebut akan terjebak ke dalam wadah berisi cairan sabun. Secara perlahan hama itu akan mati sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ihsan anak kedua dari pasangan Usup Yudiman dan Hartatik, petani asal Dusun Gelaran Kulon, Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, Kulon Progo. Latar belakang orang tuanya jadi awal mula Ihsan mengembangkan Klaper-X.
Dijelaskan Ihsan, alat ini dibuat setelah dirinya serangan hama kian masif melanda lahan pertanian ayahnya pada 2019. Di sisi lain, penggunaan insektisida sebagai pembasmi hama dinilai kurang efisien dan tidak ramah lingkungan karena mengandung bahan-bahan kimia.
"Memang background keluarga petani, di situ ada permasalahan dari bapak terutama dalam menangani hama. Hamanya kaya ngengat dan kupu. Kebanyakan petani pakai penyemprotan insektisida, itu kan tidak ramah lingkungan," ucap Ihsan saat ditemui di rumah produksi Klaper-X di Bugel, Panjatan, Kulon Progo, Selasa (12/11/2024).
Ihsan yang saat itu masih bersekolah di SMK N 2 Pengasih mulai mencari ide untuk membuat perangkap hama yang murah, efektif, dan ramah lingkungan.
"Di SMK saya ambil jurusan Elektronika Industri, kebetulan ada kenalan Dinas Pertanian dan BPTP DIY. Itu mulai saya coba berinovasi membuat alat ini. Dalam prosesnya saya menerima banyak masukan dari petani, dinas. Ada dukungan dari sekolah juga," ujarnya.
Ihsan mengatakan awal pembuatan Klaper-X dilakukan dengan menggali informasi mengenai teknologi perangkap hama yang sudah ada. Setelah melewati riset yang panjang, Ihsan mulai melakukan serangkaian uji coba untuk mengetahui efektivitas alat perangkap hama versinya.
Uji coba ini meliputi pemilihan warna lampu, desain, hingga penggunaan panel surya sebagai sumber daya pengoperasian alat tersebut.
"Sudah nyoba beberapa macam lampu, dari putih, merah, dan kuning tapi akhirnya pakai lampu ultraviolet karena lebih efektif. Untuk desainnya juga ada risetnya agar lebih efektif," ucap pemuda yang kini menempuh studi di jurusan Teknik Mekatronika UNY tersebut.
"Terus ini pakai panel surya juga untuk ngecas alatnya dan buat saklar otomatis. Jadi misal siang nanti bisa mati sendiri karena proses ngecas, terus kalau malam bisa otomatis nyala," imbuhnya.
Singkat cerita Ihsan berhasil mengembangkan perangkap hama sesuai yang dia inginkan. Alat ini kemudian dipasang di lahan pertanian ayahnya dan ternyata menarik perhatian petani lain. Sejumlah petani di sekitar tempat tinggal Ihsan pun minta agar dibuatkan alat serupa.
Karya ini juga menarik perhatian Dinas Pertanian setempat, hingga akhirnya membuka jalan bagi Ihsan memproduksi Klaper-X lebih banyak lagi.
"Awalnya tidak ada niat jual beli, intinya cuma mau bantu petani untuk permasalahan itu. Alhamdulillah sekarang dari Dinas Pertanian Kulon Progo sudah kerja sama untuk pengadaan buat kelompok tani di Kulon Progo sejak tahun 2021," terangnya.
Sejak saat itu, permintaan akan Klaper-X terus berdatangan. Ihsan menyebut mayoritas permintaan skala besar berasal dari instansi pemerintahan dan kampus-kampus di DIY. Kini sudah lebih dari 2.000 Klaper-X terjual di beberapa wilayah di Indonesia.
Tingginya permintaan Klaper-X membuat Ihsan kewalahan, sehingga proses produksinya kini melibatkan warga dan karang taruna setempat. Satu unit Klaper-X harganya Rp250.000.
Lewat karya ini, Ihsan juga berhasil menyabet sejumlah penghargaan. Di antaranya juara 1 dalam kompetisi inovasi masyarakat yang dihelat Institut Teknologi Indonesia 2021, juara 1 Anugerah IPTEK Kreanova Menoreh ke 7 Pemkab Kulon Progo tahun 2020, dan juara III lomba konten kreatif petani milenial Dinas Pertanian dan Pangan DIY 2022.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
"Kalau dibandingkan penyemprotan insektisida, sekali semprot bisa Rp250.000 - Rp300.000, nah itu dilakukan bisa 3-4 hari sekali. Kalau pakai ini cuma sekali bisa digunakan terus menerus," terangnya.
Untuk hasil yang optimal, dibutuhkan sedikitnya 25 Klaper-X buat lahan seluas 1 hektare. Pemasangannya bisa di bagian tengah ataupun sekeliling lahan yang membentuk seperti pagar. Durasi pemakaian Klaper-X diklaim mencapai 2 tahun lebih.
Salah satu petani di Bugel, Sukarman, mengaku sudah cukup lama memanfaatkan teknologi Klaper-X untuk penanggulangan hama tanaman. Sukarman memasang lima unit Klaper-X di lahan cabai miliknya.
"Efektivitasnya lebih optimal sebelum proses tanam, saat itu kan serangga seperti kupu-kupu belum bertelur di tanaman, nah indukan ini yang akan terperangkap jebakan. Tapi kalau sudah terlanjur bertelur, terus jadi ulat dan kita baru pasang, hasilnya kurang maksimal," kata Sukarman.
Sukarman mengatakan penggunaan Klaper-X membantu petani terhindar dari potensi gagal panen imbas serangan hama.
"Kalau pemakaiannya bisa kompak itu produksi bisa 15-17 ton karena aman nggak dimakan itu (hama). Kalau nggak memakai alat ini dan pas ada serangan ulat, produksi bisa turun sampai 70 persen," pungkas dia.
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan