Berdiri Sejak 1995, Galeria Mall Ternyata Didirikan Eks Menteri Orba

Berdiri Sejak 1995, Galeria Mall Ternyata Didirikan Eks Menteri Orba

Mahendra Lavidavayastama, Galardialga Kustanto - detikJogja
Minggu, 26 Mei 2024 15:21 WIB
Galeria Mall salah satu mal legend di Jogja
Galeria Mall salah satu mal legend di Jogja (Foto: dok Mahendra Lavidavayastama)
Jogja -

Berdiri sejak tahun 1995, Galeria Mall telah menjadi pusat perbelanjaan masyarakat Jogja selama 28 tahun. Selama itu pula Galeria Mall telah melewati banyak rintangan di sektor perbelanjaan. Seperti apa kisahnya?

Manager Marketing dan Komunikasi Galeria Mall, Rudy (56), mengatakan Galeria Mall dikelola oleh PT Sawokembar Galeria. Perusahaan ini milik Radius Prawiro, salah satu menteri ekonomi pada zaman orde baru.

"Jadi gini, Galeria itu dulu ini kan PT-nya namanya Sawokembar Galeria, dulu Pak Radius Prawiro kalau ngerti dulu menteri ekonomi zamannya Orde Baru," katanya saat ditemui detikJogja di Kantor Manajemen Galeria Mall, beberapa waktu lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai seorang ekonom, Radius menyadari adanya prospek yang bagus di Jogja. Terlebih, Radius merupakan warga Jogja.

"Dulu ya karena mungkin dari faktor emosional ya, keterikatan. Pak Radius itu kan orang Jogja, ikut berjuang pun di Jogja pada saat itu, dan mungkin beliau juga sadar sebagai seorang ekonom bahwa Jogja itu sesuatu yang prospek pada saat itu. Karena mal belum ada kalau hotel kan jangan ditanya,"jelas Rudy.

ADVERTISEMENT

Pada masa awal berdirinya Galeria Mall, tantangan yang dihadapi adalah memahami karakter orang Jogja. Rudy mengungkap pengalaman selama 28 tahun bekerja di Galeria Mall bahwasanya orang Jogja memiliki karakter pemalu.

"Ya perjalanannya memang tidak mudah, dalam artian pada saat itu karakter orang Jogja ini masih kuat sekali (Jawanya), yang sungkan, pemalu kaya gitu kan. Tapi bukan menjadi kendala buat kami, ya walaupun itu menjadi sebuah tantangan kalau kita bicara dari scope bisnis, ya kita butuh interaksi kan stakeholder di sini. Kayak pameran mobil aja kita merasakan pada saat itu orang tuh nggak ada yang lihat, jadi cuma di pinggir, itu salah satu yang saya hadapi dulu pada saat awal-awal Galeria berdiri," ungkap Rudy.

Galeria Mall salah satu mal legend di JogjaSuasana Galeria Mall salah satu mal legend di Jogja Foto: dok Mahendra Lavidavayastama

Usung Konsep Budaya Jogja

Galeria Mall mengusung konsep 'The Unique Shopping Mall' yang berbasis pada karakter lokal. Selain itu, Galeria Mall juga merupakan mal pertama di Indonesia yang memiliki maskot yang disebut Kang Gale.

"Makanya kenapa terus akhirnya kami mengusung 'The Unique Shopping Mall' pada saat itu, kita berbasis kepada karakter lokal, makanya kenapa salah satunya pertama kali mal di Indonesia yang punya maskot itu kita (Galeria). Maskot kita namanya Kang Gale ya, wujudnya orang pakai topi sultan gitu. Itu menggambarkan sebenarnya mewakili masyarakat Jogja yang selalu tersenyum banyak senyumnya, ramah," urainya.

"Nah itulah yang menjadi acuan kita pada saat itu adalah lebih berbasis kepada karakter lokalnya. Jadi kita lebih mengutamakan keramahan. Jadi pada saat itu kita kental sekali dengan budaya, dan juga diusung oleh gedungnya katanya nuansa kolonialnya ada, terus itu keratonnya juga dapet, cungkupnya itu ada topi sultan, gitu," sambung Rudy.

Hingga saat ini, unsur-unsur budaya lokal masih dipertahankan di mal ini, salah satunya dengan memutar lagu Jawa dan menghadirkan maskot Kang Gale pada momen tertentu.

"Sebelum kita buka juga ada lagu-lagu gending Jawa, kalau sekarang ditambahin Indonesia Raya. Terus biasanya kalo hari-hari tertentu kita punya greeting, itu spesial greeting ada Kang Galenya maskot kita. Setiap momen tertentu dia pasti muncul, nanti kita kasih gift. Ini terakhir kemarin 10 November ya Hari Pahlawan. Kita juga kalau bikin event opening ceremony ada Kang Gale juga," ujarnya.

Selain budaya, kiat lain yang dilakukan Galeria Mall untuk dekat dengan masyarakat adalah dengan menggandeng komunitas-komunitas di Jogja. Langkah tersebut dianggap mampu menciptakan keramaian yang pada akhirnya berdampak positif pada transaksi yang terjadi di Galeria Mall.

"Mal itu ada tiga unsur ya, orang mau menyewa di tempat kita kalau ada keramaian, orang ramai di sini karena ada acara atau event. Nah bagaimana ketiga ini bisa terpenuhi ya itu tadi, ya kami menggalang komunitas. Dia bikin acara yang menarik untuk masyarakat hadir disini dan masyarakat itu menciptakan keramaian dan menciptakan juga impact terhadap penyewa, transaksi khususnya," ucap Rudy.

Tak dipungkiri saat ini semakin banyak bermunculan pusat perbelanjaan di Jogja. Namun, Galeria Mall optimistis mampu bertahan, karena lokasinya yang strategis serta usianya yang sudah cukup lama berdiri di Jogja.

"Kita yakin dengan sekian usia Galeria Mall Jogja sudah menyatu dengan masyarakatnya dan kami punya demografi yang sangat baik, kita ada di tengah kota, di lingkungan sekolah dan universitas yang bonafide, perkantoran, fasilitas publik, bagaimana orang Jogja terutama untuk makan siang dia tetap mencari tempat yang terdekat dari kantornya. Itu yang membuat kami begitu yakin dan kita tinggal mengubah strategi apa, produk yang mau kita banyakin. Orang banyak datang ke Galeria adalah untuk makan, berarti kuliner FnB yang kita tingkatkan pada saat itu," terangnya.

Selengkapnya perjuangan Galeria Mall bertahan lebih dari 2 dekade...

Tantangan Galeria Mall Bertahan Puluhan Tahun

Selama 28 tahun Rudy membersamai Galeria Mall, ia berujar masa pandemi adalah hal yang paling berat. Dibanding peristiwa reformasi tahun 1998, gempa tahun 2006, dan erupsi Merapi tahun 2010, masa pandemi COVID-19 yang membuatnya paling sulit karena tidak bisa diprediksi kapan wabah tersebut berakhir.

"Banyak sekali tantangan tapi ya tantangan itulah yang membuat kita semakin kuat dan semakin solid. Yang kedua juga kekompakkan dari kondisi-kondisi seperti itu kami, apalagi waktu itu semua pegawainya pegawai tetap, belum ada zaman itu outsourcing, waktu itu hanya cleaning aja. Tapi mulai dari tiket, parkir, sekuriti, itu semua karyawan tetap. Jadi itulah yang membuat kami semakin solid di situ kan karena sama-sama merasa memiliki," ucap Rudy.

Rudy menuturkan kebiasaan belanja masyarakat Jogja saat ini telah mengalami perubahan, yakni lebih toleransi terhadap pendatang dan terbuka akan perubahan yang ada. Namun masyarakat Jogja tetap mempertahankan nilai budaya yang membuatnya tetap istimewa.

"Masyarakat Jogja pada umumnya lebih terbuka dengan perubahan yang terjadi itu satu, kemudian terus juga Jogja tidak kalah fasilitasnya dengan tempat-tempat (wisata) lain, cuma yang masih membuat Jogja istimewa itu kita masih bertahan di soal budaya. Masyarakatnya pun hampir sama dengan Bali, jadi lebih toleran, misalkan (ada) kendaraan plat luar dia bingung kiri kanan nggak ada yang rewel di belakangnya," kata Rudy.

Ketika pandemi COVID-19 melanda dan pemerintah memberlakukan PSBB waktu itu, pihak Manajemen Galeria Mall menanggapinya dengan memberlakukan saving energy. Hasilnya, tidak ada pengurangan karyawan bahkan potongan upah pekerja pun tidak.

"Tahapannya pada waktu itu berdasarkan ketentuan dan imbauan dari pemerintah, misal harus menyiapkan tempat cuci tangan, harus (ada) scan barcode peduli lindungi (kita penuhi), pokoknya semua yang pemerintah instruksikan kita ikuti semua. Sampai akhirnya kita harus melakukan beberapa saving energy, misal lift yang biasa hidup dua kita hidupkan satu atau semua gunakan eskalator, lampu yang biasa hidup tiga kita hidupkan satu. Alhamdulillah kita tidak ada pengurangan pegawai sama sekali, potong gaji juga enggak, tetep berjalan dengan baik," papar dia.

Rudy pun tak mempermasalahkan perubahan pola belanja masyarakat melalui online. Sebab, menyebut manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi langsung, salah satunya di mal.

"(Toko) online itu lebih memudahkan kan sebenarnya, mempercepat kadang-kadang, lebih murah (dari) toko-toko (offline), di kami juga ada online dan offline. Tapi manusia itu kan makhluk sosial, tetep pengin tampil, kan harus ketemu, ketemu di mana? Mal salah satu tempat offline, karena kadang-kadang online nggak selalu sesuai (barangnya), apalagi fesyen ya kadang nggak sama, ada beberapa tetap harus diadakan (toko) offline nya," ucapnya.

"Jadi untuk kami sendiri tidak masalah ya sebenernya (dengan toko online), cuma memang pascapandemi kita melakukan recovery karena semua berubah kan, sistem, kehidupan, dan lifestyle itu berubah. Semua itu yang kita lakukan, seperti dengan mengembalikan kepercayaan orang kita sudah lakukan," imbuh Rudy yang telah bergabung dengan Galeria sejak 1995.

Tak Gentar dengan Toko Online

Salah satu strategi yang diterapkan Galeria Mall sehingga masih bisa eksis hingga saat ini adalah memanfaatkan letak strategis Galeria Mall itu yang berada di tengah-tengah hotel, sekolah dan kampus. Pihak manajemen pun menguatkan sektor penjualannya di bagian Food and Beverages (FnB).

"Yang jadi prioritas kita karena kita berada di wilayah daerah yang ada hotel, pertokoan, perbankan, sekolah, kampus, dan public service, akhirnya banyak orang datang kesini untuk makan atau sekedar minum. Itu yang coba kita prioritaskan FnB, kemudian berdasarkan demografi, kalo produk yang lain kan sama saja (dengan kompetitor), hampir sama," ucap pria kelahiran 1967 tersebut.

Pihak Manajemen Galeria Mall sendiri memiliki rencana ke depan untuk terus menggandeng komunitas yang berada di Jogja dan meningkatkan fasilitas yang ada di lingkungan Galeria Mall.

"Kita terus berinovasi dengan menggandeng komunitas, itu yang penting, komunitas menjadi nomor satu buat kami ya dan juga menjalin kerja sama dengan instansi pemerintah ke depan," ucapnya.

"(Juga) memperbaiki segala fasilitas yang ada (di Galeria Mall), kan apalagi kita di jalur hijau di Sudirman, itu kan cukup menarik, bagaimana bisa menyatu dengan Galeria Mall. Makanya setelah kita renovasi jadi terbuka, orang mau masuk dari mana aja ke Galeria bisa, karena kita harus menyatu dengan area sekitar, Jalan Urip Sumoharjo (juga) menjadi destinasi ekonomi kedua ya setelah Malioboro, ada perdagangan (dan) pusat ekonomi," imbuhnya.


Artikel ini ditulis oleh Mahendra Lavidavayastama dan Galardialga Kustanto Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads