Apakah Kebun Kelapa Sawit Penyebab Banjir? Ini Penjelasannya

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Kamis, 04 Des 2025 15:55 WIB
Kebun kelapa sawit. (Foto: Wagino 20100516/Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0)
Jogja -

Banjir kini terasa seperti bencana langganan. Bahkan, wilayah yang dulunya dikenal memiliki tutupan hutan lebat pun dilanda banjir bandang. Pertanyaannya, apakah ini sekadar fenomena alam biasa atau dipengaruhi oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit besar-besaran yang kita lihat beberapa dekade terakhir?

Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa banjir yang terjadi di banyak daerah bukan lagi murni bencana alam. Hilangnya fungsi penyerap air alami akibat perubahan tata guna lahan menjadi kebun sawit terbukti mengganggu sistem hidrologi lokal secara drastis. Inilah yang membuat curah hujan tinggi langsung berubah menjadi limpasan besar yang membanjiri permukiman dan sungai.

Kalau detikers penasaran bagaimana perkebunan sawit yang sekilas tampak hijau dan rindang justru bisa merusak sistem penyangga alam dan langkah konkret apa yang harus diambil untuk mengatasinya, mari kita telusuri lebih jauh penyebab dan solusi dari masalah mendesak ini. Simak sampai akhir untuk mendapatkan jawaban lengkapnya, detikers!

Poin utamanya:

  • Banjir semakin sering terjadi setelah hutan diubah menjadi perkebunan sawit, karena tanah kehilangan kemampuan menyerap air dan limpasan meningkat tajam.
  • Ekspansi sawit mengganggu sistem hidrologi lokal, mulai dari erosi, debit sungai yang naik mendadak, hingga ketidakstabilan air tanah.
  • Solusi banjir tidak hanya soal infrastruktur, tetapi bergantung pada tata kelola lahan, penegakan aturan lingkungan, penghijauan, dan praktik sawit lestari.

Apakah Kebun Kelapa Sawit Penyebab Banjir?

Berdasarkan dua penelitian yang menjadi acuan detikJogja, yakni 'Perubahan Tutupan Lahan Akibat Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit: Dampak Sosial, Ekonomi dan Ekologi' oleh Rizka Amalia dkk serta 'Perubahan Lahan (1990-2024) dan Resiko Banjir di Kecamatan Tapung, Riau' oleh Mini Silviana dkk, jawabannya ya, perkebunan kelapa sawit memang menjadi salah satu penyebab banjir. Banjir semakin sering terjadi setelah hutan diubah menjadi perkebunan sawit.

Hilangnya tutupan hutan terbukti mengganggu kemampuan alam menyerap dan menahan air, sehingga curah hujan yang tinggi dengan cepat berubah menjadi limpasan besar menuju sungai dan permukiman. Oleh karena itu, kedua penelitian menyimpulkan bahwa banjir yang terjadi di wilayah tersebut bukan hanya bencana alam, tetapi sangat dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan akibat ekspansi sawit.

Bagaimana Kebun Kelapa Sawit Bisa Menyebabkan Banjir?

Masih bingung bagaimana kebun kelapa sawit bisa menyebabkan banjir padahal sama-sama pohon seperti tanaman di hutan? Yuk, simak pembahasan yang lebih mendalam di bawah ini, detikers!

1. Hilangnya Tutupan Hutan Menghilangkan Fungsi Penyerap Air

Hutan memiliki peran penting dalam menyerap air hujan melalui akar pohon yang dalam dan struktur tanah yang stabil. Saat hutan dibuka untuk kebun sawit, fungsi alami ini hilang.

Walaupun sawit adalah pohon, struktur dan fungsinya berbeda jauh dari hutan alam. Hutan memiliki lapisan kanopi tebal dan akar beragam yang mampu menyerap air, menyimpan kelembapan, serta memperlambat aliran air hujan ke tanah. Ketika hutan dibuka dan diganti dengan kebun sawit yang bersifat monokultur, kemampuan lahan untuk menahan dan menyerap air berkurang drastis.

Tanah menjadi keras dan mudah jenuh air, sehingga air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah, tetapi mengalir begitu saja ke permukaan. Air hujan yang dulu tertahan oleh pepohonan kini mengalir lebih cepat ke sungai, sehingga meningkatkan potensi banjir.

2. Hujan Langsung Menghantam Tanah dan Menyebabkan Erosi

Pada saat proses pembukaan lahan, seluruh vegetasi alami ditebang. Tidak adanya daun dan kanopi membuat air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah. Tanah yang terbuka mudah tergerus, sehingga air mengalir deras membawa tanah ke sungai.

Debit air meningkat tiba-tiba ketika hujan lebat. Inilah alasan mengapa banyak wilayah yang dulunya jarang banjir, kemudian mengalami banjir berulang setelah areanya berubah menjadi perkebunan sawit.

3. Debit Sungai Melonjak Mendadak Saat Hujan Deras

Karena tidak ada vegetasi yang menahan air, aliran permukaan bergerak jauh lebih cepat menuju sungai. Dalam kondisi hujan lebat, debit sungai dapat meningkat secara tiba-tiba sehingga memicu banjir bandang. Penelitian tersebut menegaskan bahwa lonjakan debit ini adalah akibat langsung dari deforestasi, bukan sekadar fenomena alamiah.

4. Sistem Hidrologi Lokal Menjadi Tidak Stabil

Hutan alami memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan air tanah. Ketika hutan hilang, tanah kehilangan kemampuan untuk menyerap air secara bertahap. Air hujan langsung mengalir ke permukaan tanpa sempat masuk ke dalam tanah, menyebabkan debit air sungai naik mendadak. Kondisi ini memperburuk risiko banjir bandang, terutama saat hujan ekstrem.

5. Perubahan Ekologi Wilayah Melemahkan Sistem Penyangga Alam

Ekspansi sawit tidak hanya mengubah struktur tanah dan kapasitas resapan, tetapi juga memengaruhi suhu lokal, hilangnya biodiversitas, serta turunnya jasa lingkungan. Penelitian di Gunung Sari menunjukkan bahwa semakin luas kebun sawit, semakin rendah kemampuan alam menjaga keseimbangan hidrologi. Ketika kemampuan lingkungan menurun, banjir menjadi lebih mudah terjadi dan lebih sulit ditangani.

Bagaimana Cara Mengatasi Banjir Akibat Perkebunan Sawit?

Dua penelitian yang di atas sama-sama menunjukkan hal yang serupa, banjir yang semakin sering di wilayah yang dulunya berhutan akibat hilangnya tutupan hutan karena perluasan sawit. Oleh karena itu, langkah perbaikan harus berfokus pada tata kelola lahan, perlindungan ekosistem, serta penguatan aturan di lapangan. Berikut adalah beberapa upaya untuk mengatasinya.

1. Penataan Ruang yang Lebih Ketat

Daerah dengan fungsi lindung seperti kawasan hutan dan daerah aliran sungai harus dipisahkan dengan jelas dari area produksi sawit. Langkah ini perlu dilakukan karena hampir seluruh hutan alam telah berubah menjadi kebun dalam tiga dekade terakhir. Tanpa batas yang tegas, banjir akan terus berulang setiap kali hujan ekstrem terjadi.

2. Penegakan Aturan Lingkungan

Selain penataan ruang, penelitian tersebut menekankan perlunya penegakan aturan lingkungan. Evaluasi izin perusahaan dan pengawasan terhadap proses pembukaan lahan sangat penting agar praktik penggundulan hutan tidak berlangsung tanpa kendali. AMDAL yang baik dan benar dapat mencegah kerusakan lebih jauh pada keberlanjutan hidrologi wilayah.

3. Penghijauan

Langkah lain yang diusulkan adalah reboisasi dan agroforestri di daerah aliran sungai. Pengembalian vegetasi pohon berfungsi memulihkan kapasitas tanah menyerap air. Upaya ini bisa membantu menurunkan laju limpasan yang selama ini menjadi faktor utama banjir bandang.

Penelitian juga menunjukkan bahwa hilangnya kanopi pohon membuat air hujan jatuh langsung ke tanah, menyebabkan erosi dan membawa sedimen ke sungai. Dengan vegetasi yang diperbaiki, tekanan pada sungai bisa berkurang.

4. Praktik Sawit Lestari

Penelitian menyebut bahwa kebijakan seperti sertifikasi ISPO dan moratorium hutan primer sebenarnya dirancang untuk menekan kerusakan lingkungan. Namun, implementasi di lapangan, terutama di tingkat petani mandiri, masih lemah. Banyak ekspansi skala rumah tangga justru tumpang tindih dengan berbagai konsesi, dan ini memperburuk kondisi ekologis.

Penerapan praktik sawit lestari secara konsisten dapat membantu. Rekomendasi ini juga berkaitan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Pengelolaan lahan yang baik akan membantu memulihkan ekosistem (SDG 15), mengurangi risiko banjir dan meningkatkan kualitas air (SDG 6), menjaga kesehatan masyarakat (SDG 3), serta mendukung aksi iklim (SDG 13).

Jika penerapannya maksimal, industri sawit tetap dapat berjalan, tetapi harus mengikuti standar keberlanjutan yang jelas. Dengan begitu, sawit tidak merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat.

Demikianlah tadi penjelasan mengenai kaitan antara kebun sawit dan risiko banjir yang kini semakin terasa dampaknya. Semoga rangkuman ini membantu kamu memahami akar masalah sekaligus langkah perbaikan yang bisa dilakukan bersama.



Simak Video "Video: Kejagung Geledah Bea Cukai Terkait Kasus Limbah Minyak Kelapa Sawit"

(sto/dil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork