Perjuangan 50 Warga Korban Banjir Tapteng 2 Hari Bertahan Hidup di Hutan

Duka dari Utara Sumatera

Perjuangan 50 Warga Korban Banjir Tapteng 2 Hari Bertahan Hidup di Hutan

Finta Rahyuni - detikJogja
Rabu, 03 Des 2025 09:53 WIB
Perjuangan 50 Warga Korban Banjir Tapteng 2 Hari Bertahan Hidup di Hutan
Warga yang terjebak di hutan. (Foto: dok. pribadi Rosmawati)
Jogja -

Banjir dahsyat yang melanda di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut) turut membuat sekitar 50 warga terjebak di hutan. Para warga harus bertahan hidup sebelum bantuan datang untuk menyelamatkan mereka.

Dikutip dari detikSumut, Rabu (3/12/2025), para korban banjir itu dua hari bertahan hidup di hutan. Mereka pun mengonsumsi makanan seadanya yang tersedia, termasuk memakan nangka yang masih muda.

Korban banjir itu diketahui terjebak di hutan sejak Selasa (25/11) dan baru dievakuasi secara mandiri pada Kamis (27/11). Salah seorang keluarga korban bernama Rosmawati Zebua menuturkan, bahwa dari keterangan adiknya, sejak menyelamatkan diri ke hutan, keluarganya dan puluhan warga lainnya hanya bisa menahan lapar karena tidak ada makanan yang bisa dimakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banjir bandang yang tiba-tiba terjadi membuat mereka tidak sempat untuk membawa pasokan makanan.

"Kalau dari saat kejadian (Selasa) sampai besoknya (hari Rabu) nggak makan sama sekali," tutur Rosmawati, Selasa (2/12/2025).

ADVERTISEMENT

Makan Nangka Muda

Lalu keesokan harinya, saat rasa lapar yang sudah tidak tertahan lagi warga pun mencari tumbuhan yang bisa untuk dimakan. Saat itu, tumbuhan yang tersedia hanya nangka muda.

"Kata adik saya, mereka makan nangka muda yang besarnya sebiji kelereng, dipanggang, itulah mereka makan. Hanya itu yang ada di hutan itu. Minumnya nggak tahu lagi, mungkin air hujan itu, nggak ada di situ minum," jelasnya.

Rosmawati sebelumnya mengungkapkan ada anak abangnya yang masih berusia tiga bulan turut diboyong saat menyelamatkan diri ke hutan itu. Setelah berhari-hari, bayi tersebut harus menahankan dinginnya di hutan. Setelah dievakuasi, kondisi bayi tersebut sempat memprihatinkan.

"Puji tuhan selamat, sudah sempat kritis, nggak nangis lagi, mungkin masuk angin, menyusui dari ibunya juga nggak ada karena nggak makan itu," ucapnya.

Rosmawati menambahkan kabar bahwa orang tuanya telah dievakuasi itu baru diterima Rosmawati pada Minggu (30/11). SEmentara untuk mendapatkan kabar tersebut, adiknya harus mencari jaringan hingga ke Kecamatan Pandan, karena jaringan telekomunikasi di wilayah tersebut masih putus.

"Mereka keluarnya itu hari Kamis katanya adik saya, baru bisa komunikasi dengan saya hari Minggu, adik saya nyari jaringan ke Pandan," katanya.

Seberangi Sungai

Dalam kondisi terdesak dan agar bisa selamat dari hutan tersebut, adik laki-lakinya yang berusia 25 tahun memberanikan diri untuk berenang menyeberangi sungai yang masih tinggi pada Kamis (27/11). Meski harus mempertaruhkan nyawa, aksi itu nekat dilakukan adiknya karena melihat kondisi para warga yang sudah kelaparan dan semakin memprihatinkan.

Adiknya melewati sungai menuju Huta Bolon, Kecamatan Tukka. Usai berhasil menyeberangi sungai dengan segala tantangan, adiknya mencari pertolongan dengan menemui beberapa keluarga dari warga yang terjebak di dalam hutan itu.

Rosmawati mengatakan ada sejumlah keluarga dari para warga yang terjebak itu, masih berada di perkampungan. Mereka sebelumnya terjebak seusai pulang bekerja, sehingga tidak bisa kembali ke desa.

"Adik saya memberanikan diri berenang untuk nyari bantuan ke seberang. Memang belum surut, tapi dia nyobain saja, karena nggak ada sama sekali yang tahu keadaan mereka di (hutan) sana kan. Dari di antara keluarga itu yang baru pulang kerja, kan ada terjebak saat kejadian di bawah, mereka tidak bisa kembali ke kampung. Jadi, itulah yang membantu mengevakuasi mereka dari hutan," urainya.

Dievakuasi Pakai Bambu

Selanutnya, mereka mengevakuasi puluhan warga tersebut dengan alat seadanya. Mereka menyambung bambu yang ada di lokasi dan menggunakan tali untuk menjadi alat penyeberangan melewati sungai.

"Mereka menyambungkan bambu untuk evakuasi, nyambungin panjang. Mereka di atas kayu itu, mereka memegangi kayu buat bertahan," kata Rosmawati.

Setelah berhasil dievakuasi, para warga pun mencari tempat untuk mengungsi. Sebagian mencari rumah kerabatnya yang bisa ditinggali, sedangkan sebagiannya memilih mengungsi ke tempat pengungsian yang disediakan pemerintah karena tidak ada sanak saudara yang hendak dituju. Sementara rumah mereka telah hancur diterjang banjir.

"Semua berpisah setelah mereka turun dari hutan itu, karena kan rumah sudah nggak ada sama sekali. Jadi, ha masing masih nyari keluarga yang masih ada untuk pengungsian. Ada katanya sebagian di GOR Pandan, ada sebagian yang masih ada rumah keluarga atau kerabatnya," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(apl/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads