Urusan Sertifikat Mbah Tupon Belum Usai Setelah Mafia Tanahnya Divonis Bui

Round-Up

Urusan Sertifikat Mbah Tupon Belum Usai Setelah Mafia Tanahnya Divonis Bui

Tim detikJogja - detikJogja
Jumat, 21 Nov 2025 07:00 WIB
Anggota Tim Pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari (kiri) dan Mbah Tupon (kanan) di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11/2025).
Anggota Tim Pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari (kiri) dan Mbah Tupon (kanan) di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11/2025). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Jogja -

Tim kuasa hukum Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon korban mafia tanah di Bantul menyebut urusan sertifikat kliennya belum usai meski tujuh terdakwa dalam kasus ini telah divonis bui oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bantul.

Menurut salah satu anggota tim pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari, putusan majelis hakim akan menjadi bekal bagi timnya untuk menempuh langkah hukum selanjutnya demi mengembalikan sertifikat Mbah Tupon.

Suki menyatakan pihaknya lebih mementingkan bagaimana cara mengembalikan lagi sertifikat tanah milik Mbah Tupon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang kami lebih pentingkan lagi memang sertifikat Mbah Tupon nomor 24451 terutama," kata Suki kepada wartawan di PN Bantul, Kamis (20/11/2025) petang.

ADVERTISEMENT
Sidang putusan 7 terdakwa kasus mafia tanah dengan korban Tupon Hadi Suwarno di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11/2025).Sidang putusan 7 terdakwa kasus mafia tanah dengan korban Tupon Hadi Suwarno di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11/2025). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Suki menilai secara eksplisit sertifikat itu masih ada beban hak tanggungan pinjaman ke pihak bank. Oleh karena itu sertifikat tanggungan dikembalikan kepada bank.

"Lalu yang diserahkan tadi fotokopi dari SHM, artinya jika SHM masih dibebani hak tanggungan maka memang kami harus berupaya bagaimana proses pengembalian untuk balik nama ke Mbah Tupon lagi. Jadi masih ada lanjutannya," ujarnya.

Menurut Suki, vonis bersalah terhadap tujuh terdakwa mafia tanah itu bisa menjadi modal untuk mengembalikan sertifikat tanah milik Mbah Tupon.

"Yang penting dari proses ini dibuktikan bahwa memang para terdakwa yang saat ini sudah divonis itu artinya memang bersalah. Seperti proses balik nama ada kesalahan, ada kejahatan di situ, dan itu menjadi bekal kami untuk bisa mengembalikan haknya Mbah Tupon," kata Suki.

Dia belum bisa memastikan kapan akan menempuh langkah hukum untuk mengembalikan sertifikat tanah Mbah Tupon.

"Kami mau membicarakan dulu dengan tim, langkah-langkah apa harus kami lakukan. Karena jujur tidak sederhana ya, kami harus ada upaya hukum lagi," ujarnya.

Sementara itu Mbah juga menyatakan bahwa yang lebih penting ialah sertifikat tanahnya bisa kembali lagi.

"Sampun (lega), alhamdulillah. Semoga bisa cepat kembali sertifikat saya. Karena soal ini (putusan sidang) saya tidak tahu," ucapnya, kemarin.

Vonis 7 Terdakwa Kasus Mafia Tanah

Diketahui, tujuh terdakwa kasus mafia tanah dengan korban Mbah Tupon telah menjalani sidang pembacaan putusan di PN Bantul, Kamis (20/11). Mereka mendapat vonis penjara dengan masa tahanan yang beragam.

Sidang itu berlangsung secara maraton. Triono menjadi terdakwa dalam sidang pertama. Dia dijatuhi pidana penjara selama dua tahun. Terdakwa dalam sidang kedua, Anhar Rusli, dijatuhi pidana penjara satu tahun dua bulan.

Terdakwa dalam sidang ketiga, Bibit Rustamta (BR), dijatuhi pidana penjara satu tahun dua bulan. Hakim juga menetapkan barang bukti satu lembar fotokopi pengeluaran harian PT Samdede Gadai Perkasa tertanggal 3 April 2024 hingga barang bukti nomor 39 dikembalikan kepada penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara atas nama terdakwa Triyono, M. Achmadi dan Indah Fatmawati.

"Satu bendel sertifikat hak milik (SHM) nomor 24452 Bangunjiwo atas nama Tupon Hadi Suwarno seluas 292 m2 sebagaimana tercantum dalam surat ukur tertanggal 2 September 2021 nomor 23765 Bangunjiwo yang terletak di Bangunjiwo, Kasihan, Bantul dikembalikan kepada saksi Tupon Hadi Suwarno," kata hakim.

Sidang keempat menghadirkan terdakwa Vitri Wartini. Vitri hadir secara daring karena berada di Lapas Perempuan kelas IIB Jogja, Wonosari, Gunungkidul. Dia divonis penjara selama satu tahun.

Sidang kelima menghadirkan tiga terdakwa yakni Triyono, M Achmadi dan Indah Fatmawati. Hanya dua terdakwa yang hadir langsung karena Indah di Lapas Perempuan kelas IIB Jogja, Wonosari, Gunungkidul.

Triyono divonis penjara satu tahun empat bulan. Indah divonis penjara 10 bulan. Adapun M Achmadi dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penggelapan dan menggunakan harta kekayaan yang patut diduga yang merupakan hasil tindak pidana sebagai mana dalam dakwaan alternatif kedua dan ketiga penuntut umum.

"Terdakwa dua (M Achmadi) oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan dan denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan," kata hakim.

Hakim menetapkan pula barang bukti dari nomor 1-72 terlampir dalam berkas perkara. Satu lembar sertifikat hak tanggungan nomor 0363 dengan nomor dan hak tanggungan PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) Venture Capital atas nama sertifikat hak milik nomor 24451 Bangunjiwo dikembalikan kepada saksi Bramanto Dwi Perkasa.

"Satu smartphone dirampas untuk negara. Selanjutnya satu lembar fotokopi sertifikat hak milik (SHM) nomor 24451 Bangunjiwo atas nama Indah Fatmawati seluas 1.655 m2 dikembalikan kepada saksi Tupon Hadi Suwarno," ucap hakim.

Kronologi Kasus Sertifikat Mbah Tupon

Mbah Tupon (68) warga Bantul menjadi korban dugaan mafia tanah. Sertifikat tanah milik Tupon tetiba sudah berganti nama dan dijaminkan ke bank. Begini kronologi kasus tersebut.

Tahun 2020

Kasus ini berawal saat lahan Tupon warga Ngentak, Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Bantul, seluas 2.100 meter persegi hendak dijual sebagian. Tupon kemudian menjual tanahnya seluas 298 meter persegi, yang kemudian dibeli BR pada 2020.

Namun, karena tak punya akses jalan, Tupon kemudian memberikan tanah seluas 90 meter persegi.

"Terus sama ngasih RT untuk dibikin gudang RT seluas 54 meter persegi. Terus dipecah," jelas putra sulung Tupon, Heri Setiawan (31), saat diwawancarai wartawan, , Sabtu (26/4/2025).

Dia menyebut tanah seluas nyaris 300 meter persegi itu dijual seharga Rp 1 juta per meternya. Namun, pembayaran disebut dilakukan dengan cara mengangsur.

"(298 meter persegi tanah yang dijual) Itu Rp 1 juta per meternya. Itu dari awal bayarnya diangsur, pertama Rp 5 juta, seterusnya diangsur tanpa perjanjian tanpa jatuh tempo," sambungnya.

Hingga akhirnya BR yang masih kurang Rp 35 juta ke Tupon, menawarkan untuk memecah sertifikat tanah Tupon seluas 1.655 meter persegi sesuai nama ketiga anaknya. Disebutkan, BR berjanji bakal menanggung biaya pecah sertifikat dari hasil kurang bayar tersebut.

"Ditawari mau dipecah jadi empat, buat bapak dan ketiga anaknya, yang 1.655 meter itu. Pak BR yang nawari mecah," ujar Heri.

Tahun 2024

Heri menyebut berbulan-bulan tanpa kejelasan, pihaknya kaget saat didatangi petugas bank pada Maret 2024. Kala itu, petugas bank mengatakan tanah yang sedianya hendak dipecah sertifikat itu justru menjadi agunan bank senilai Rp 1,5 miliar.

"Cuma ngasih tahu sertifikat sudah dibalik lama, bank ke sini itu sudah pelelangan pertama. Dia bilang mau ke sini lagi mau ngukur ulang," paparnya.

Heri pun kaget saat mengetahui sertifikat tanah itu sudah atas nama Indah Fatmawati. Dia mengaku tidak mengenal yang bersangkutan.

"Harusnya dipecah, yang terjadi malah balik nama, atas nama Indah Fatmawati. Nggak tahu saya (orangnya) nggak kenal sama sekali, nggak pernah ketemu," imbuhnya.

Heri mengungkap ayahnya pernah mendatangi BR terkait pemecahan sertifikat itu. Namun, BR menuding pihak notaris yang nakal.

"Sudah sempat bilang ke Pak BR, datang ke rumahnya, dia cuma bilang yang nakal notarisnya, dia mengutus tangan kanannya untuk mengajak melapor ke Polda DIY," ujar Heri.

Heri menyebut bapaknya yang buta huruf itu dua kali diminta menandatangani dokumen. Dia pun melaporkan kasus ini ke Polda DIY.

"Dulu sempet dua kali tanda tangan dokumen diajak sama si T itu, calonya, perantaranya Pak BR. Pertama itu di Janti, kedua di Krapyak. Bapak kurang tahu (dokumen apa) soalnya buta huruf, ndak dibacakan juga, bapak ndak ada yang dampingi," urainya.

"Laporkan semua karena itu udah mafia katanya, yang terlapor BR, T perantara dari BR, T notaris, Indah Fatmawati, terus AR notaris. Dua kali datang ke Polda selang berapa bulan (dari laporan pertama)," lanjut Heri.

Sementara itu, Mbah Tupon mengaku bingung atas kasus yang dialaminya. Ia berharap sertifikatnya bisa kembali.

"Bingung, pikirane pun bingung, sedih. Nggih pokoke sing penting sertifikate wangsul," harap Tupon saat ditemui di rumahnya, Sabtu (26/4).

April 2025

Kasus Mbah Tupon sudah ditangani Polda DIY. Kasus ini dilaporkan ke Mapolda DIY pada 14 April 2025 lalu.

"Saat ini masih dalam proses penyelidikan," kata Dirreskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat dihubungi detikJogja, Minggu (27/4).

Di sisi lain, Pemkab Bantul siap membantu memberikan bantuan hukum untuk Mbah Tupon. Pemkab Bantul bakal menyediakan pengacara.

"Jika beliau berkenan didampingi dari Pemkab, nanti kita siapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan Pak Tupon ini sampai selesai, dan sama sekali tidak dipungut biaya," ucap Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Bantul, Hermawan Setiaji, Minggu (27/4).

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kasus Mafia Tanah Jerat Mbah Tupon di Bantul Naik Penyidikan"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads