Tugu Gendul yang berada di Dusun Kutan, Kalurahan Jatirejo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo ini memang unik. Sebenarnya tugu ini berbentuk peluru. Namun bentuknya yang mirip botol atau gendul dalam bahasa Jawa membuat warga menyebutnya sebagai Tugu Gendul.
Cerita salah kaprah penyebutan nama tugu ini memang kerap mengundang senyum. Namun, sejatinya ada kisah kelam, pengorbanan hingga patriotik di balik pembangunan tugu tersebut.
Tugu itu berdiri untuk mengenang serangan pasukan Belanda terhadap pejuang kemerdekaan saat Agresi Militer II yang terjadi di dusun itu. Puluhan pejuang menjadi korban dalam serangan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejadian itu menelan korban jiwa, jumlah pastinya kurang tahu ya, tapi ada kalau sampai puluhan itu dari cerita simbah-simbah dulu. Para korban kemudian dimakamkan di area permakaman yang tersebar di wilayah sini," kata Kepala Dusun Kutan, Mugiran, saat ditemui detikJogja di rumahnya, Selasa (16/9/2025) siang.
Mugiran mengatakan tugu ini sudah dibangun sejak lama dengan tujuan untuk mengingat peristiwa tragis saat masa Agresi Militer Belanda II di wilayah Kutan pada 1948-1949. Cerita yang berkembang di masyarakat menyebutkan jika dulu wilayah Kutan pernah jadi sasaran serangan udara yang dilakukan oleh militer Belanda.
"Kalau dari cerita simbah-simbah dulu, jadi di sini pernah ada serangan udara. Katanya karena terdapat tentara Indonesia. Jadi pihak Belanda itu mau nyerang tentara, tapi lewat jalur udara," ujarnya.
Mugiran mengatakan, bagi masyarakat Kutan serangan udara itu jadi kenangan kelam yang tidak akan terlupakan. Oleh sebab itu, dibangun tugu berwujud peluru sebagai pengingat bagi generasi mendatang tentang sejarah serangan udara mematikan tersebut.
"Ya, harapnya memang ini jadi pengingat kepada seluruh masyarakat bahwa dulunya di Kutan pernah terjadi serangan udara yang banyak menelan korban jiwa," ucapnya.
detikJogja mencoba mencari saksi sejarah atas perang tersebut, sekaligus saksi pembangunan Tugu Gendul. Sayangnya, sangat sulit untuk menemukannya lantaran peristiwa itu sudah terjadi lebih dari 70 tahun silam.
"Sekarang yang sepuh-sepuh sudah tilar (meninggal dunia) mas, jadi ya susah kalau mau nyari sumber yang benar-benar tahu," ungkapnya.
![]() |
Terpisah, Kepala Seksi Sejarah dan Permuseuman Dinas Kebudayaan (Disbud) Kulon Progo, Fitri Atiningsih Fauzatun mengatakan pihaknya juga masih menggali jejak peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Tugu Gendul. Disbud sendiri sudah mencoba untuk mencari sumber primer untuk menguatkan sejarah tugu itu, tapi belum membuahkan hasil maksimal.
"Kami sebenarnya sudah berupaya mencari informasi lebih detail, tapi memang cukup susah menemukan sumber yang tahu," ucapnya saat ditemui detikJogja di kantor Disbud Kulon Progo.
Fitri menerangkan untuk wilayah Lendah sendiri tergolong tak terlalu banyak peristiwa berkaitan dengan Agresi Militer Belanda. Namun, dari informasi yang diketahuinya, memang ada beberapa lokasi yang pernah jadi medan tempur salah satunya di wilayah Brosot dan seputaran Kutan.
"Selama masa revolusi itu memang kalau wilayah Lendah tidak terlalu banyak, kalau yang saya tahu memang ada di Brosot dan wilayah situ (Tugu Gendul), tapi kami masih sulit untuk menggali lebih detail," jelasnya.
Adapun kisah kelam sekaligus heroik di Dusun Kutan itu tercatat dalam buku Enslikopedi Budaya Kabupaten Kulon Progo 2015 yang kini tersimpan di Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Kulon Progo.
Buku ini dibuat oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga Kulon Progo. Saat ini dinas tersebut sudah tidak ada, karena telah dipisah jadi masing-masing Dinas Kebudayaan (Disbud), Dinas Pariwisata (Dispar) dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora).
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Tugu Gendul dibangun untuk memperingati korban warga sipil yang jadi korban Agresi Militer Belanda tahun 1948.
"Pada tahun 1948 rakyat dari Desa Jatirejo banyak yang gugur ketika agresi militer terjadi. Rumah-rumah warga hancur karena dihujani peluru dari udara oleh tentara Sekutu Belanda. Dan di sekitaran tugu gendul atau tugu peluru itulah korban warga sipil berjatuhan," tulis buku tersebut seperti dikutip detikJogja, Selasa (16/9/2025).
"Beberapa tahun setelah peristiwa tersebut warga beramai ramai membangun tugu yang berbentuk selongsong peluru untuk mengenang peristiwa tersebut. Namun karena manusia selalu melihat yang lebih dekat dengan kehidupannya, tugu yang berbentuk peluru itu lebih cenderung mirip berbentuk botol atau dalam bahasa jawa disebut gendul, maka hingga saat ini tugu tersebut dinamakan Tugu Gendul," demikian lanjutan dari isi buku tersebut.
(ahr/apl)
Komentar Terbanyak
Pakar UII Tak Percaya Ada Beking di Kasus Ijazah Jokowi: Ini Perkara Sepele
Siapa Beking Isu Ijazah yang Dicurigai Jokowi?
Tari Incling Khas Kulon Progo, Konon Jadi Alat Pergerakan Lawan Kolonialisme