Nama Bapak Pramuka Indonesia dan Profilnya

Nama Bapak Pramuka Indonesia dan Profilnya

Nur Umar Akashi - detikJogja
Rabu, 13 Agu 2025 17:35 WIB
Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, Raja Keraton Jogja yang juga Bapak Pramuka Indonesia.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Bapak Pramuka Indonesia. (Foto: dok. pramukadiy.or.id)
Jogja -

Sebelum peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tiba, masyarakat kedatangan Hari Pramuka Nasional pada 14 Agustus lebih dulu. Dalam rangka memeriahkannya, mari kita telaah sekilas nama Bapak Pramuka Indonesia.

Menurut keterangan dari laman Pramuka SMA Negeri 3 Kuningan, orang yang dijuluki Bapak Pramuka Indonesia adalah Sultan Hamengkubuwono IX. Sejarah mencatat, sang sultan bersama sejumlah tokoh lain, seperti Presiden Sukarno, sukses mendirikan Gerakan Pramuka yang dilebur dari beberapa organisasi kepanduan.

Usai menyiapkan pondasi yang kuat, seperti nama gerakan dan ikrar, Pramuka diperkenalkan secara resmi pada 14 Agustus 1961. Itu sebabnya, 14 Agustus selalu diperingati sebagai Hari Pramuka Nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam peristiwa tersebut, Presiden Sukarno sekaligus menyerahkan Panji Pramuka kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau didapuk jadi Ketua Pertama Kwartir Nasional Pramuka. Namanya kemudian dikenang sebagai Bapak Pramuka Indonesia.

Ingin tahu lebih lanjut mengenai Bapak Pramuka Indonesia? Berikut profil ringkasnya.

ADVERTISEMENT

Pendidikan Sultan Hamengkubuwono IX

Diringkas dari buku bertajuk Sultan Hamengku Buwana IX tulisan Ahmad Adaby Darban dkk, Bapak Pramuka Indonesia lahir pada Sabtu Pahing, 12 April 1912 di Kampung Sompilan, Jogja. Ia adalah putra dari Gusti Pangeran Haryo Purboyo dan Raden Ajeng Kustilah.

Nama kecil Sultan Hamengkubuwono IX adalah Dorojatun. Nama tersebut diharapkan sebagai doa agar kelak, ia memiliki derajat tinggi, mampu mengembang kedudukan luhur, dan selalu berbudi pekerti baik.

Riwayat pendidikan Dorojatun dimulai di sekolah Frobel (Taman Kanak-kanak) di daerah Bintara. Ketika umurnya menginjak 4 tahun, ia dipindahkan untuk mondok di keluarga Mulder, seorang kepala sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jongens School.

Berikutnya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX kecil menempuh pendidikan di Eerste Europese Lagere School B. Belum sampai tamat, Dorojatun pindah bersekolah ke Neutrale Europese Lagere School.

Lulus pada usia 13 tahun, Dorojatun melanjutkan sekolah di HBS yang berlokasi di Semarang. Di sana, ia tinggal bersama keluarga Tj Voskuil. Namun, karena iklim yang kurang sesuai, ayahnya memindahkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk bersekolah di Hogere Burger School (HBS) Bandung.

Pada Maret 1930, usai tamat HBS, Dorojatun berangkat ke Belanda dan belajar di sebuah sekolah gymnasium di Haarlem. Tamat pendidikan pada 1934, Dorojatun lanjut berkuliah di Rijksuniversiteit dengan jurusan Indologi.

Tak berhenti, Sultan Hamengkubuwono IX yang berhasil menyelesaikan kuliahnya pada 1937 kemudian menempuh studi di tingkat doktoral. Belum selesai studi, Dorojatun sudah diminta ayahandanya untuk pulang karena kondisi kesehatan yang memburuk.

Pengangkatan Sultan Hamengkubuwono IX

Dirangkum dari skripsi berjudul Peranan Sultan Hamengku Buwono IX pada Masa Pergerakan Nasional 1940-1949 tulisan Caroline Slamet Margiyati dari Universitas Sanata Dharma, sesampainya di Indonesia, Dorojatun dijemput oleh saudara-saudaranya di Pelabuhan Tanjung Priok.

Mereka kemudian beristirahat di Hotel Des Indes, Jakarta. Di hotel inilah, Dorojatun menerima Keris Kyai Jaka Piturun. Sebagai informasi, penyerahan keris ini merupakan tanda bahwa Sultan Hamengkubuwono VIII ingin Dorojatun menjadi putra mahkota.

Singkat cerita, pada Minggu, 22 Oktober 1939, ayah Dorojatun meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Namun, kekuasaan tak langsung jatuh ke tangan Dorojatun. Alih-alih, pemerintahan justru dikendalikan oleh Dr Lucien Adam atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Antara Dorojatun dan Dr Lucien terjadi perundingan berkali-kali untuk menentukan titik tengah. Dari perundingan-perundingan itulah, Dorojatun paham bahwasanya Pemerintah Hindia Belanda bakal terus mencoba mencampuri urusan keraton.

Pada 12 Maret 1940, Dorojatun menandatangani kontrak politik antara Kasultanan Yogyakarta dengan Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dilakukannya karena mendapat wangsit dari almarhum ayahanda. Wangsit tersebut membuat Dorojatun yakin Belanda tak lama lagi akan angkat kaki dari Indonesia.

Perkembangan selanjutnya, pada 18 Maret 1940, Dorojatun resmi dinobatkan sebagai Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram. Selang lima menit, Dorojatun kembali dinobatkan, kali ini menjadi Sultan Yogyakarta, dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping IX.

Peran Sultan Hamengkubuwono dalam Pramuka

Ada banyak peran sang sultan kepada Indonesia secara keseluruhan. Namun, sub bahasan ini hanya fokus membahas perannya di Pramuka.

Dirujuk dari tulisan bertajuk Peranan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam Gerakan Pramuka Indonesia (1961-1988) oleh Nensiwi, sejak kecil Sultan Hamengkubuwono IX memang menggemari dunia kepanduan. Terbukti dengan bergabungnya ia ke organisasi kepanduan NIPV saat remaja.

Mulai 1961, seperti halnya sudah disinggung sekilas di atas, Sultan Hamengkubuwono IX didapuk sebagai Ketua Kwartir Nasional Pramuka. Total, Sultan menjabat selama 4 periode berturut-turut, yakni 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970, dan 1970-1974.

Pada periode pertama kepengurusan, Sri Sultan berfokus memperbaiki tata organisasi dan administrasi. Hasilnya, gerakan Pramuka berkembang pesat, ditunjukkan dengan penyelenggaraan Musyawarah Kerja antara Andalan Pusat dan Daerah (disingkat Muker Anpuda).

Pada periode kedua, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengadakan kursus untuk para pembina Pramuka. Di samping itu, juga dikeluarkan Petunjuk Penyelenggaraan Tanda Kecakapan Khusus (TKU). Bukan hanya itu, Perkemahan Satya Darma untuk mengabdi kepada masyarakat juga digelar.

Saat masa jabatan ketiga, fokus Sultan Hamengkubuwono IX adalah menjalin hubungan dengan gerakan Pramuka Dunia. Adapun pada periode keempat, Gerakan Pramuka di bawah kepemimpinannya berfokus untuk membangun masyarakat.

Selepas mengakhiri pengabdiannya sebagai ketua kwartir nasional, Sultan Hamengkubuwono IX tak lantas berpangku tangan. Sosoknya menjabat sebagai Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas). Ia juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan Pramuka.

Kiprah sang sultan kemudian berakhir pada 1 Oktober 1988 ketika sosoknya yang dicintai masyarakat kembali ke haribaan Tuhan Yang Maha Usia dalam usia 76 tahun. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, dalam Musyawarah Nasional IV Gerakan Pramuka, Sultan Hamengkubuwono IX diangkat sebagai Bapak Pramuka Indonesia.

Demikian sekilas tentang nama Bapak Pramuka Indonesia beserta profil dan sepak terjangnya. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!




(sto/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads