Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) soal pemberian kompensasi bagi hewan ternak yang mati akibat penyakit menular. Kompensasi itu mulai Rp 5-10 juta, bagaimana cara mengaksesnya?
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawanti Wulandari mengatakan kebijakan ini tertuang dalam Perbup No.10 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Kompensasi dan/atau Bantuan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular dan Tata Cara Pemberian Kompensasi Hewan Sehat Akibat Depopulasi. Adapun kompensasi itu menggunakan dana Belanja Tak Terduga (BTT) yang bersumber dari APBD.
"Untuk kompensasi akan mengakses dana BTT," katanya saat dihubungi wartawan, Rabu (21/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wibawanti melanjutkan, pemberian kompensasi itu memiliki syarat. Seperti untuk sapi adalah sapi yang mati akibat terkena tujuh penyakit menular.
Ketujuh penyakit itu adalah Antraks, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Lumpy Skin Disease (LSD), Septicaemia Epizootica, Parasit Darah, Brucellosis dan Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR-IPV).
"Lalu untuk kompensasi untuk kambing dan domba adalah yang terkena penyakit Antraks, PMK, Parasit Darah dan Brucellosis," ujarnya.
Terkait besaran kompensasi untuk hewan ternak sesuai Perbup tersebut, Wibawanti menyebut ada dua jenis. Pertama hewan ternak yang mati akibat vaksinasi mendapatkan kompensasi maksimal Rp 10 juta.
"Dengan catatan dilakukan monitoring oleh petugas kami di lapangan untuk memastikan hewan ternak mati akibat vaksin bukan hal yang lain. Lalu untuk hewan ternak mati akibat tujuh penyakit tadi maksimal Rp 5 juta," ucapnya.
Cara mengakses kompensasi tersebut, Wibawanti menyebut jika peternak harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Di antaranya harus memiliki surat keterangan kepemilikan sapi, surat resmi hasil laboratorium yang menunjukkan penyebab kematian hewan ternak hingga dokumentasi ternak dikebumikan secara SOP.
"Karena itu, ketika hewan ternak mati dengan ciri-ciri penyakit menular, peternak segera melaporkan ke petugas kami," ujarnya.
Peternak juga wajib mengajukan kompensasi melalui DPKH. Setelah dokumen lengkap DPKH akan meneruskan ke Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) dan terakhir ke Bupati Gunungkidul.
"Kenapa? Agar dipermudah dalam mengakses kompensasi. Karena kalau salah satu persyaratan tidak terpenuhi, maka kompensasi tidak bisa dikeluarkan," lanjut Wibawanti.
Sedangkan saat ditanya apakah hingga saat ini sudah ada peternak yang mengajukan kompensasi, Wibawanti mengaku belum ada. Menurutnya, hal itu karena Perbup baru keluar pada 16 April.
"Jadi memang belum ada peternak yang mengakses kompensasi ini. Meski ada laporan beberapa ternak mati setelah aturan ini diterbitkan namun tidak memenuhi persyaratan," ucapnya.
(rih/aku)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan