Warga Gandekan, Bantul, menggelar demo menuntut Dukuhnya mengundurkan dari karena melakukan pungli terkait program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) hingga jutaan rupiah. Lurah Bantul segera memberi surat peringatan (SP) kepada Dukuh tersebut.
Tokoh masyarakat Gandekan, Pambudi, menjelaskan aksi demo berlangsung pada Jumat (11/4/2025) kemarin. Alasannya masyarakat sudah lelah dengan perilaku Dukuh Gandekan dan memintanya mundur dari jabatannya.
"Karena fakta sudah terbukti pak Dukuh sudah menggunakan kewenangannya untuk menekan, bertindak arogan dan sebagainya. Jadi yang seharusnya beliau bisa ngemong dengan cara lebih beradab tapi ini malah justru sebaliknya," kata Pambudi kepada wartawan, Sabtu (12/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyalahgunaan wewenang itu, kata Pambudi, adalah adanya pungutan liar atau pungli terhadap masyarakat. Di mana Dukuh Gandekan meminta sejumlah uang kepada masyarakat karena telah membantu mengurus sertifikat tanah.
"Titik masalah pada saat ini adalah kaitannya dengan dia menggunakan kewenangannya sebagai Dukuh melakukan pungli, kaitannya dengan pembuatan sertifikat massal," ucapnya.
Pria yang juga anggota kelompok masyarakat Depok Gandekan atau kelompok yang ikut menangani PTSL ini menjelaskan pembuatan sertifikat massal sejak 2019 mangkrak. Menurutnya, semua itu karena Dukuh Gandekan terlibat dan menjadi tokoh utama pengambil keputusan terkait PTSL.
"Bahkan hingga pada akhirnya sampai dia rela melakukan keputusan-keputusan termasuk yang bahasanya dia, yang merasa sudah jadi sertifikatnya mohon untuk sukarela memberikan kas," ujarnya.
"Jadi setiap orang yang kiranya bisa ditekan, didatangi dengan dalih 'ini punyamu hampir jadi tapi harus membayar sekian-sekian'," lanjut Pambudi.
Padahal, masyarakat sama sekali tidak perlu merogoh kocek untuk mengurus sertifikat tanah. Mengingat PTSL merupakan program dari pemerintah pusat untuk membantu masyarakat dalam memudahkan pengurusan sertifikat tanah.
"Rata-rata mereka sudah diminta sekian-sekian padahal program itu program pemerintah yang anggarannya sudah dijamin pemerintah tanpa membayar atau nol rupiah," katanya.
Oleh sebab itu, sebenarnya warga ingin meminta Dukuh Gandekan untuk mundur dari jabatannya. Apabila itu terwujud maka warga tidak akan membawa kasus ini hingga ke ranah hukum.
"Karena kalau lanjut ke ranah hukum yang bersangkutan akan masuk (penjara). Kedua, dirugikan secara pribadi, dan keluarga dan Kalurahan juga tercemar di Kabupaten Bantul," ujarnya.
Namun dari hasil pertemuan di Kantor Kalurahan pada Jumat (11/4) kemarin, Dukuh enggan menandatangani surat pernyataan. Terkait hal itu Pambudi mengaku tidak akan ambil pusing dan berlanjut dengan konsultasi ke pakar hukum.
"Kalau masih bersikukuh ini ada pernyataan bersama dan akan konsultasi bersama ke orang-orang hukum. Pernyataan itu ada yang mengatakan kalau dibacakan pernyataan 3 kali tetap dia kekeh sudah dianggap sah. Nanti kami konsultasikan ke pakar hukum," ucapnya.
![]() |
Pak Dukuh Minta 'Pelicin' Rp 25 Juta
Salah satu korban, Sumantoro, mengaku jika Dukuh Gandekan pernah menawarkan bantuan untuk mengurus sertifikat tanah. Padahal, Sumantoro adalah warga Melikan Lor, Bantul.
"Kemarin itu kan Pak Dukuh mau membantu mengurus sertifikat tanah. Saya sebagai cucu, itu kan dari dua keluarga baru ada satu sertifikat, rencana mau dipecah karena simbah sudah tidak ada. Lalu mumpung masih ada yang hidup daripada besok anak-anaknya repot, Pak Dukuh menyarankan mau diurus," ujar Sumantoro.
Akan tetapi, Dukuh Gandekan meminta sejumlah uang pelicin kepada Sumantoro. Bahkan, angkanya mencapai puluhan juta rupiah.
"Nah, diurus itu dia meminta uang sejumlah Rp 16 juta untuk pengurusan sertifikat. Kemarin mintanya Rp 25 juta, tapi dari pihak kami menawar hingga dikasih Rp 16 juta dan sampai saat ini belum jadi-jadi," katanya.
Respons Lurah
Sementara itu, Lurah Bantul, Supriyadi mengaku tetap berpihak kepada masyarakat. Bahkan, Kalurahan akan menjalankan ketugasan dan kewenangan dalam menyelesaikan kasus tersebut.
"Dan kami sebagai Lurah sesuai dengan regulasi tetap nanti akan kami buatkan surat peringatan (SP)," kata Supriyadi.
Menurutnya, prosedur pemberian SP harus berupa peringatan lisan terlebih dahulu. Selanjutnya baru muncul SP satu, SP dua baru SP tiga.
"Tapi karena ini keterlaluan meresahkan warga, dan ada hubungan dengan nilai uang tetap kami SP satu dan bisa juga bertahap, tapi kami konsultasikan dulu," ucapnya.
Menyoal pencopotan Dukuh, Supriyadi mengaku semua itu tergantung dari rekomendasi Panewu (Camat) Bantul. Sebab, kewenangan Kalurahan hanya memberikan SP 1-3 kepada Dukuh yang bermasalah.
"Untuk pencopotan, kewenangan kami SP 1 sampai SP 3, nanti kami sampaikan ke Panewu dan rekomendasinya yang menentukan Panewu. Kalau memang merekomendasikan kami langsung buatkan SK pemberhentian," ujarnya.
Supriyadi juga mengaku sudah memanggil Dukuh Gandekan. Namun, hasilnya yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya.
"Sudah, kemarin dari awal Januari saya mendengar keluhan warga yang bersangkutan sudah saya panggil dan saya tanyai. Sampai saya tekan tapi tidak mengaku, dia juga bilang ada bukti siapa yang lapor pak lurah saya siap mengembalikan, gitu," katanya.
Sementara itu, hingga saat ini Dukuh Gandekan sama sekali tidak mau memberikan keterangan kepada awak media.
(ams/ams)
Komentar Terbanyak
Kanal YouTube Masjid Jogokariyan Diblokir Usai Bahas Konflik Palestina
Israel Ternyata Luncurkan Serangan dari Dalam Wilayah Iran
BPN soal Kemungkinan Tanah Mbah Tupon Kembali: Tunggu Putusan Pengadilan