Pada istilah hukum terdapat judicial review yang berkaitan dengan pengujian materiil dalam perundang-undangan. Namun, mungkin ada sebagian masyarakat awam yang masih menyimpan pertanyaan mengenai apa itu judicial review?
Secara umum, judicial review apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti sebagai peninjauan kembali. Namun, dalam hal ini judicial review adalah salah satu istilah yang digunakan di bidang hukum untuk meninjau kembali peraturan perundang-undangan yang dapat diajukan oleh badan peradilan terkait.
Mengingat judicial review menjadi istilah yang mungkin masih asing bagi sebagian masyarakat, detikJogja telah merangkum informasinya tentang hal tersebut secara lengkap. Mari simak baik-baik penjelasannya melalui paparan berikut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Judicial Review
Apa itu judicial review? Berdasarkan informasi yang disampaikan dalam buku 'Sejarah dan Kedudukan pengaturan Judicial Review di Indonesia: Kajian Historis dan Politik Hukum' karya Dr Safi', SH, MH, judicial review memiliki cakupan dan ruang lingkup yang terbatas. Adapun judicial review adalah kewenangan pengujian yang dilakukan melalui mekanisme judicial dan lembaga yang hanya dilekatkan pada lembaga kekuasaan kehakiman. Kemudian judicial review juga dapat memberikan hak atau kewenangan menguji kepada lembaga kekuasaan kehakiman atau hakim.
Sementara itu, pada sebuah jurnal bertajuk 'Judicial Review di Mahkamah Konstitusi' karya Prof Dr H M Laica Marzuki, SH, MH, judicial review dalam kaitannya dengan sistem hukum common law adalah sebuah upaya pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh badan peradilan. Meskipun demikian, konteks judicial review bisa lebih luas dari itu karena terkadang dilakukan juga pengujian terhadap produk administrasi atau administrative acts.
Terkait dengan judicial review telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 24 C sebagai salah satu kewenangan yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini membuat MK memiliki kewenangan dalam mengadili di tingkat pertama dan terakhir dengan putusan yang bersifat final terkait pengujian undang-undang terhadap UUD.
Jenis Judicial Review
Lantas seperti apa jenis judicial review? Pada sebuah jurnal bertajuk 'Perkembangan Pengujian Perundang-undangan di Mahkamah Konstitusi (Dari Berpikir Hukum Tekstual ke Hukum Progresif)' yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, terdapat dua jenis judicial review berdasarkan teori Jimly Asshiddiqie. Berikut kedua jenis judicial review yang dimaksud:
1. Concrete Norm Review
Concrete norm review didasarkan pada dua pengujian berbeda. Pertama adalah pengujian terhadap norma konkret yang didasarkan pada keputusan-keputusan bersifat administratif. Kemudian yang kedua adalah pengujian putusan peradilan tingkat pertama oleh peradilan banding, lalu pengujian putusan peradilan banding oleh peradilan kasasi, dan pengujian putusan peradilan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).
2. Abstract Norm Review
Jenis judicial review yang satu ini dapat diartikan sebagai kewenangan pengujian produk perundang-undangan yang sudah menjadi bagian dari tugas MK yang diinisiasi berdasarkan putusan John Marshall pada kasus Marbury melawan Madison yang terjadi di Amerika Serikat. Abstract norm review kewenangan pengujian perundang-undangan masih berada di bawah naungan Undang-Undang itu sendiri.
Ketentuan Judicial Review
Mengutip dari buku 'Konstitusi Ekonomi' karya Jimly Asshiddiqie, judicial review tidak hanya sebatas melakukan review atau peninjauan. Lebih dari itu, judicial review dilakukan dengan penilaian kembali, peninjauan kembali, atau pengujian kembali terhadap norma hukum yang telah tertuang. Baik itu yang sudah berwujud sebuah peraturan atau regeling, penetapan beschikking, maupun pengadilan atau vonnis.
Kemudian apabila merujuk dari jurnal 'Judicial Review Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) oleh Mahkamah Konstitusi' karya Hardyanto, terkait dengan kewenangan judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif. Hal tersebut tidak terlepas dari fungsinya dalam membuat Undang-Undang.
Sementara itu, berdasarkan teori dari Siahaan, pada saat permohonan pengujian diajukan terhadap isi atau bunyi pasal-pasal maupun perundang-undangan, maka hal yang harus dibuktikan di depan hakim adalah objek formilnya terlebih dahulu. Adapun objek formil yang dimaksud adalah perundang-undangan, sedangkan objek material adalah isi atau bunyi pasal-pasal.
Apabila prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan diketahui bertentangan dengan aturan yang telah berlaku dan lebih tinggi kedudukannya, maka secara otomatis seluruh ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan tadi dianggap telah bertentangan. Terutama dalam kaitannya dengan peraturan hukum yang jauh lebih tinggi lagi.
Langkah Permohonan Judicial Review
Lalu bagaimana langkah mengajukan permohonan judicial review? Mengenai prosedur permohonan judicial review ke MK telah dijelaskan secara rinci di dalam jurnal 'Prosedur Pengajuan Judicial Review dan Jenis Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review' karya Danang Johar Arimurti.
Setidaknya ada sembilan tahapan yang harus dilakukan untuk mengajukan permohonan judicial review kepada MK. Berikut uraian singkatnya:
- Mengajukan permohonan secara daring atau online maupun luring atau offline sebagai tahapan pendaftaran. Apabila melalui online dapat dilakukan di laman resmi MK RI, sedangkan offline dengan menyerahkan secara langsung permohonan tersebut pada Kepaniteraan MK.
- Memeriksa kelengkapan yang dilakukan oleh pihak MK terkait syarat-syarat yang sudah diajukan oleh pemohon.
- Memperbaiki permohonan apabila syarat yang telah diajukan ada yang belum lengkap, sehingga pemohon dapat segera melengkapinya dalam batas waktu tertentu.
- Dilakukannya registrasi pada Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) oleh pihak MK dan pemohon akan mendapatkan Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) yang dapat dijadikan sebagai bukti pendaftarannya.
- Pihak MK akan menetapkan tanggal sidang pertama dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
- Melalui sidang pertama terkait pemeriksaan pendahuluan, akan dilakukan pemeriksaan kejelasan dan pemberian nasihat kepada pemohon terkait permohonan yang telah diajukan. Tahap ini akan melibatkan minimal tiga hakim.
- Panel hakim atau pleno hakim akan memeriksa persidangan yang telah dilangsungkan dengan melakukan pemeriksaan aspek secara menyeluruh.
- Diselenggarakannya sidang pengucapan putusan melalui persidangan di MK dan dilaksanakannya sidang pelno secara terbuka. Tahap ini melibatkan minimal tujuh hakim dan para pihak.
- Pihak MK akan menyerahkan salinan putusan kepada para pihak terkait putusan persidangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Baik itu salinan berupa digital atau cetak.
Demikian tadi penjelasan judicial review lengkap dengan jenis, ketentuan, dan langkah permohonannya. Semoga dapat menjawab rasa penasaran dari detikers, ya.
(par/aku)
Komentar Terbanyak
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
Lokataru Sebut Delpedro Marhaen Tetap Semangat Meski Ditetapkan Tersangka
Detik-detik Pembuat Mural 'Awas Intel' di Jokteng Wetan Didatangi Polisi