Di Indonesia, Hari Kebangkitan Nasional diperingati pada 20 Mei setiap tahunnya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk merayakan momen bersejarah ini. Salah satunya adalah persembahan puisi tentang Hari Kebangkitan Nasional.
Mengutip laman Kemdikbud, inspirasi peringatan Hari Kebangkitan Nasional bermula dari kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Boedi Oetomo menjadi organisasi pertama di Nusantara yang menerapkan konsep nasionalisme. Sebab, sebelumnya sejumlah organisasi masih bersifat kedaerahan.
Tahun ini, Hari Kebangkitan Nasional memasuki peringatan yang ke-116. Biasanya, momen ini diperingati dengan menggelar upacara bendera. Selain itu, hari ini juga dapat dirayakan dengan berbagai kegiatan lainnya, seperti membagikan ucapan hingga puisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contoh Puisi Hari Kebangkitan Nasional
Sebagai referensi, berikut ini ada beberapa puisi dengan pesan-pesan semangat nasionalisme yang bisa jadi pilihan. Simak selengkapnya di sini!
1. Puisi Berjudul "Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini"
Oleh: Taufik Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
"Duli Tuanku?"
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
(Dikutip dari buku Mahir Berbahasa Indonesia 3: SMA Kelas XII Program IPA dan IPS oleh P. Tukan)
2. Puisi "Museum Perjuangan"
Oleh: Kuntowijoyo
Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.
Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian
Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali
Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.
Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.
3. Puisi "Monginsidi"
Oleh: Subagio Sastrowardoyo
Aku adalah dia
yang dibesarkan dengan dongeng
di dada bunda
Aku adalah dia
yang takut gerak bayang
di malam gelam
Aku adalah dia
yang meniru bapak
mengisap pipa dekat meja
Aku adalah dia
yang mengangankan jadi seniman
melukis keindahan
Aku adalah dia
yang menangis terharu
mendengar lagu merdeka
Aku adalah dia
yang turut dengan barisan pemberontak
ke garis pertempuran
Aku adalah dia
yang memimpin pasukan gerilya
membebaskan kota
Aku adalah dia
yang disanjung kawan
sebagai pahlawan bangsa
Aku adalah dia
yang terperangkap siasat musuh
karena pengkhianatan
Aku adalah dia
yang digiring sebagai hewan
di muka regu eksekusi
Aku adalah dia
yang berteriak 'merdeka' sebelum ditembak mati
Aku adalah dia,
ingat, aku adalah dia
(Dikutip dari buku Antologi Puisi Indonesia Modern Anak-Anak oleh Suyono Suyatno)
4. Puisi "Gerilya"
Oleh: WS Rendra
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Dengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda
Melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
Dan duka daun wortel
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Orang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang
Disiram atas tubuhnya
Tubuh biru tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
Berlindung warna malam Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya
(Dikutip dari buku Membaca Sastra oleh Melani Budianta)
5. Puisi "Diponegoro"
Oleh: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
(Dikutip dari buku Membaca Sastra oleh Melani Budianta)
6. Puisi "Prajurit Jaga Malam"
Oleh Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
Ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
(Dikutip dari buku Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus oleh Chairil Anwar)
7. Puisi "Kembalikan Indonesia Padaku"
Oleh: Taufiq Ismail
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
Padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 watt,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 watt,
sebagian putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 watt ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
Padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan
Indonesia
Padaku
(Dikutip dari buku Rahasia Membutuhkan Kata: Puisi Indonesia 1966-1998 oleh Harry Avelling)
Demikian beberapa contoh puisi untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Semoga bermanfaat, Dab!
(dil/rih)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
Siapa yang Menentukan Gaji dan Tunjangan DPR? Ini Pihak yang Berwenang