Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) memberi beberapa cacatan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Perludem dan memutuskan ambang batas parlemen 4% dalam UU Pemilu harus diubah sebelum Pemilu 2029.
Peneliti PSHK FH UII, Yuniar Riza Hakiki mengatakan sikap MK dalam melakukan perubahan angka ambang batas parlemen merupakan bentuk keberpihakan MK dalam memurnikan kembali berlakunya prinsip kedaulatan rakyat, hak politik, keadilan pemilu, dan kepastian hukum.
"Sikap keberpihakan MK yang demikian telah mengembalikan dan mengukuhkan kembali MK sebagai pengawal konstitusi (the Guardian Constitution) setelah mengalami krisis kemandirian dan imparsialitas pada era sebelumnya," kata Riza dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Sabtu (2/3/2024).
"Bahwa perubahan besaran angka 4 persen ambang batas parlemen untuk mencegah banyaknya suara rakyat yang terbuang yang tidak mampu dikonversi untuk menjadi kursi parlemen," sambung dia.
Meski demikian, Riza mengatakan ketentuan tentang penghitungan ambang batas parlemen ke depan harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
"Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR," ujar dia.
Selain itu, perubahan ini harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik.
"Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029 dan perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR," urainya.
PSHK FH UII, lanjut Riza, juga memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, kepada pembentuk Undang-Undang untuk segera merevisi dan melakukan perubahan ambang batas sesuai dengan ketentuan dan amanat MK untuk keperluan Pemilu 2029.
"Kedua, Kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pemantauan dan pelaksanaan atas Putusan MK ini," pungkasnya.
MK Putuskan Ambang Batas Parlemen Harus Diubah
Dilansir detikNews, Jumat (1/3), MK mengabulkan sebagian gugatan Perludem dan memutuskan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) 4% dalam Undang-Undang Pemilu harus diubah sebelum Pemilu 2029. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang MK pada Kamis (29/2). Gugatan ini diajukan oleh Perludem.
MK kemudian menyampaikan pertimbangannya terkait dalil yang disampaikan pemohon. MK menyatakan pada hakikatnya, ambang batas parlemen merupakan salah satu metode untuk menyederhanakan partai politik dalam sistem multipartai.
MK juga menguraikan soal perubahan ambang batas parlemen yang diterapkan sejak Pemilu 2009. Pada 2009, ambang batas parlemen 2,5% menyebabkan DPR diisi oleh sembilan partai.
Berikutnya, ambang batas parlemen 3,5% yang diterapkan pada Pemilu 2014 menghasilkan DPR yang diisi sepuluh partai. Pada Pemilu 2019, ambang batas parlemen menjadi 4% dan menghasilkan DPR diisi sembilan partai.
"Berdasarkan bentangan empirik tersebut, peningkatan angka atau persentase ambang batas parlemen dapat dikatakan tidak signifikan mengurangi jumlah partai politik di DPR," ujar MK, dikutip dari detikNews pada Sabtu (2/3).
Hakim MK mengatakan penerapan ambang batas parlemen itu dapat dinilai tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik di DPR. Hakim MK juga menyatakan tidak menemukan argumen ataupun metode memadai terkait penetapan besaran angka atau persentase ambang batas yang selalu berubah-ubah.
"Bahkan, merujuk keterangan pembentuk undang-undang, yaitu Presiden dan DPR terhadap permohonan a quo, Mahkamah tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit 4% dimaksud dilakukan dengan metode dan argumen penghitungan atau rasionalitas yang jelas," ujar MK.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/cln)