Banyaknya candi yang tersebar di seluruh penjuru Jogja menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Adalah Candi Kalasan yang juga tak luput dari daftar tempat wisata menarik di Jogja. Lantas, bagaimana sejarah di balik Candi Kalasan? Pada masa kerajaan apa candi Buddha ini dibangun? Simak penjelasannya di bawah ini.
Mengutip dari laman resmi Visiting Jogja, disebutkan bahwa Candi Kalasan merupakan candi Buddha tertua yang ada di Jogja. Berlokasi di Jalan Raya Jogja-Solo, Suryatmajan atau sekitar 15 km dari jantung kota, candi yang satu ini telah menjadi bangunan cagar budaya melalui SK Kep. Mendikbud.157/M/1998.
Apabila dibandingkan, Candi Kalasan memang tidak sepopuler Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Namun bangunan bersejarah yang satu ini juga memiliki keindahan dan keunikan serta kisahnya sendiri. Lantas, kapan Candi Kalasan dibangun?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Candi Kalasan Berasal dari Kerajaan Apa?
Seperti yang dijelaskan dalam buku berjudul Candi karya Teguh Purwantari, Candi Kalasan diperkirakan dibangun pada abad ke-8 atau pada tahun 778 Masehi dengan mengikuti titah dari Rakai Panangkaran yang merupakan raja kedua Kerajaan Mataram Kuno.
Rakai Panangkaran yang bergelar Sri Maharaja Dyah Pancapana diminta untuk mendirikan tempat kepada Dewi Tara sehingga dibangunlah Candi Kalasan. Dari beberapa bukti sejarah, keberadaan Candi Kalasan juga menunjukkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya yang memperluas pengaruhnya hingga ke tanah Jawa.
Berdasarkan Prasasti Kalasan, pembangunan Candi Kalasan dilakukan secara bersamaan antara masa kerajaan Hindu dan Buddha. Ini karena diketahui bahwa Rakai Panangkaran dari Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu akhirnya menikah dengan Dyah Pramodya Wardhani dari Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Arsitektur Candi Kalasan
Candi Kalasan memiliki struktur bangunan yang berbentuk seperti bujur sangkar dengan ukuran sekitar 45 x 34 meter, dilengkapi dengan empat pintu yang terletak di keempat sisinya. Pintu di sebelah timur berfungsi sebagai pintu utama yang memungkinkan pengunjung untuk mencapai ruang utama candi.
Bangunan candinya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu mahkota candi, tubuh candi, dan kaki candi. Tubuh candi memiliki satu ruangan utama dan empat ruangan tambahan. Di ruangan utama, terdapat patung setinggi sekitar 6 meter yang terbuat dari perunggu.
Sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti apakah patung tersebut merupakan perwujudan dari dewa yang mana. Selain itu, di dalam ruangan tersebut, pengunjung dapat melihat sebuah singgasana yang dihiasi dengan ukiran berbentuk singa yang berdiri di atas punggung seekor gajah.
Candi Kalasan juga menampilkan ornamen yang khas, di antaranya adalah pahatan motif kumuda dengan sembilan daun kalpataru yang keluar dari jambangan. Selain itu, hiasan berupa kepala naga juga terdapat pada bagian kaki tangga menuju ke atas candi.
Keunikan Candi Kalasan
Ada yang berbeda dari Candi Kalasan, di mana relief di dinding luar candi ini dihiasi dengan lapisan semen kuno bernama Valjralepa. Fungsinya adalah untuk melindungi bangunan dari lumut dan jamur.
Selain itu, semen kuno ini juga dapat menjadikan relief tampak lebih halus dan membuat candi berwarna keemasan. Penggunaan Valjralepa jarang ditemui di candi-candi lain, baik yang berada di Jogja maupun Jawa Tengah.
Tak hanya itu, arsitektur Candi Kalasan juga mencerminkan beberapa keunikan, misalnya ada cekungan yang berisi berbagai arca. Adapun berikut daftar keunikan arsitektur Candi Kalasan.
Terdapat pahatan bermotif Kala pada bagian atas pintu dan cekungan dinding. Bagian bawah candi juga dihiasi dengan detail kecil yang menggambarkan seorang wanita yang duduk bersila sambil memegang benda di atas kedua tangannya.
Bagian atas Candi Kalasan berbentuk kubus seperti puncak Meru. Puncak tersebut dikelilingi oleh 52 stupa yang memiliki tinggi 4,6 meter.
Ruang utama di Candi Kalasan memiliki susunan batu bertingkat yang pada masanya dimanfaatkan sebagai tempat patung Dewi Tara yang terbuat dari perunggu.
Pemugaran Candi Kalasan
Candi Kalasan mengalami pemugaran pertama kali pada tahun 1926-1930 oleh van Romoudt yang dilakukan secara terpisah karena bangunan belum mengalami keruntuhan total. Pada saat itu, konstruksi perancah dipasang oleh pekerja untuk memudahkan mereka mencapai puncak candi dan membongkar susunan batu pada bagian atapnya.
Lama tak dirawat, Candi Kalasan pun akhirnya mengalami kerusakan material dan struktur yang makin diperparah oleh gempa pada tahun 2006. Untuk mengatasi kerusakan ini dilakukan kajian pelestarian Candi Kalasan sembilan tahun kemudian. Hasil kajian ini merekomendasikan pemugaran total sebagai langkah pelestarian yang diperlukan.
Lebih lanjut, upaya pemugaran terakhir kali dilakukan pada tahun 2018 yang bertujuan untuk membongkar bagian atap Candi Kalasan. Pembongkaran dilakukan secara hati-hati agar batu tidak mengalami kerusakan selama proses tersebut sehingga nantinya dapat disusun kembali pada posisi aslinya selama pemugaran.
Itu dia sejarah mengenai Candi Kalasan yang dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno, tepatnya pemerintahan Rakai Panangkaran. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(cln/ahr)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan 5 Pemain Judol Rugikan Bandar, Polda DIY Angkat Bicara
Akhir Nasib Mobil Vitara Parkir 2,5 Tahun di Jalan Tunjung Baru Jogja
Kelompok Pembobol Situs Judol Dibekuk, Polda DIY: Bukan Titipan Bandar