Ini Alasan 2 Keluarga Masih Bertahan Menghuni Bukit Suru Gunungkidul

Ini Alasan 2 Keluarga Masih Bertahan Menghuni Bukit Suru Gunungkidul

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Selasa, 29 Agu 2023 08:09 WIB
Rumah limasan yang dihuni satu dari dua KK penghuni Bukit Suru, Kalurahan Kampung, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, Senin (28/8/2023).
Rumah limasan yang dihuni satu dari dua KK penghuni Bukit Suru, Kalurahan Kampung, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, Senin (28/8/2023). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Gunungkidul -

Dua kepala keluarga (KK) mengungkap alasannya memilih bertahan tinggal di bukit Pedukuhan Suru, Kalurahan Kampung, Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Ternyata dua KK itu telah memiliki tanah di bawah bukit tapi tidak punya uang untuk membangun rumah.

Ketua RT.4 Suru sekaligus satu dari 2 KK yang tinggal di bukit Suru yakni Winarno menjelaskan, bahwa dahulu ada puluhan KK yang tinggal di bukit tersebut. Namun, karena sulitnya akses jalan dan banyak serangan monyet ekor panjang di lahan pertanian membuat warga lain turun dari bukit.

"Dulu banyak yang tinggal di sini, tapi karena akses jalan sulit dan banyak serangan monyet ekor panjang di lahan pertanian satu persatu warga pilih tinggal di bawah," katanya kepada wartawan di Gunungkidul, Senin (28/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga yang pindah, kata Winarno, rata-rata memiliki tanah di bawah bukit dan mulai mendirikan rumah. Sedangkan dirinya, karena keterbatasan ekonomi belum bisa membangun rumah di bawah bukit.

"Saya punya tanah di bawah (bukit) tapi belum ada uang yang cukup untuk membangunnya. Jadi mau tidak mau tinggal di atas dulu sama keluarga," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, warga lainnya yang tinggal dekat dengan Winarno yakni Tupan mengaku telah memiliki tanah di bawah bukit. Namun, sama dengan Winarno, Tupan belum bisa mendirikan rumah di tanah tersebut.

"Ya sebenarnya ada (tanah di bawah bukit), tapi karena tidak punya biaya bagaimana bisa membangun rumah dan pindah dari sini," ucapnya.

Karena itu, Tupan mengaku masih bertahan untuk tinggal di rumah Limasan bersama keluarganya. Padahal, akses untuk ke tempat tinggalnya sangatlah sulit karena tidak terjangkau motor.

"Dan harus jalan kaki 30 menit untuk sampai sini. Kalau untuk listrik ada tapi sinyal telepon sangat-sangat sulit," ucapnya.

Dihubungi terpisah, Dukuh Suru yaitu Sugiyanto menjelaskan, bahwa masih adanya 2 KK yang tinggal di perbukitan karena masalah ekonomi. Sehingga tidak ada sejarah atau tradisi khusus yang mengharuskan tinggal di bukit tersebut.

"Kedua KK itu masih tinggal di atas karena keadaan. Mau pindah ke bawah juga kalau tidak memiliki tanah di bawah tidak bisa, dan punya tanah tapi tidak bisa membangun rumah juga sama saja. Jadi keadaannya seperti itu," ucapnya.

"Jadi bukan karena ada tradisi khusus atau apa, murni keadaan saja itu mas. Keduanya juga sudah tinggal di atas sejak lama," lanjut Sugiyanto.

Sugiyanto mengungkapkan, bahwa saat ini kedua warganya itu telah memiliki tanah di bawah perbukitan. Namun, karena keterbatasan ekonomi keduanya belum bisa membangun rumah dan pindah dari bukit. Apalagi kedunya sehari-hari berprofesi sebagai petani.

"Keduanya sudah punya tanah di bawah. Seperti pak Tupan sedikit-sedikit sudah beli tanah di RT.1, dan itu mau untuk modal pindah ke bawah kesulitan biaya," ucapnya.

Terkait sejarah di RT.4 Suru, Sugiyanto mengaku dahulu memang ada puluhan KK yang bermukim di tempat tersebut. Namun, karena perkembangan zaman kebanyakan dari mereka memilih pindah dari bukit.

"Jadi dulu itu RT.4 itu ada 10 KK. Nah, karena perkembangan zaman yang pesat dan jalan di RT itu naik dan tidak bisa dilewati kendaraan, yang punya tanah di bawah pindah ke bawah hingga menyisakan 2 KK itu, yakni pak Tupan dan Winarno, pak Winarno itu Ketua RT.04," katanya.

Apalagi, penghuni di bukit Suru sudah memasuki usia lanjut. Selain itu, mereka terkendala akses jalan jika hendak menyimpan hasil pertaniannya.

"Kalau kenapa banyak yang pindah karena pada sudah sepuh, jalannya tidak bisa dilewati mobil. Terus untuk kegiatan ekonomi kan enak di bawah, dekat rumah kalau panen. Kalau di atas harus memikul sampai atas kan kasihan," ujarnya.

Simak lebih lengkap di halaman berikutnya.

Sugiyanto menambahkan, bahwa masalah utama di bukit itu sebenarnya karena serangan monyet ekor panjang di lahan pertanian. Sehingga warga tidak bisa memanen hasil pertanian secara maksimal.

"Di sana rawan serangan monyet, mau menanam juga sulit karena sering diambil monyet-monyet itu, itu yang jadi masalah sebenarnya," ucapnya.

Dia juga mengaku telah mengupayakan segala hal untuk mencegah serangan monyet ekor panjang di Suru. Akan tetapi, upayanya tidak membuahkan hasil.

"Banyak upayanya, tapi mau diupayakan bagaimana lagi. Karena jumlah monyetnya 200-500 ekor. Paling minim satu gerombolan 50 ekor monyet," katanya.

Sedangkan Lurah Kampung yakni Suparna mengungkapkan, bahwa kedua warganya yang tinggal di bukit Suru telah memiliki tanah di bawah bukit. Kalurahan juga sudah berupaya memberikan bantuan namun belum bisa digunakan kedua KK tersebut untuk membangun rumah di bawah bukit.

"Mereka warga kurang mampu. Kalau ditanya bantuan, kemampuan dana desa memberikan bantuan hanya Rp 10 juta. Di sisi lain itu jelas tidak cukup untuk membangun rumah," ucapnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Viral Lurah di Gunungkidul Disiram, Disebut Karena Masalah Utang"
[Gambas:Video 20detik]
(sip/sip)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads