Surabaya tak hanya dikenal sebagai kota metropolitan setelah Jakarta. Surabaya juga merupakan salah satu kota pesisir terbesar di Indonesia. Garis pantai yang membentang menjadi saksi asam garam kehidupan puluhan ribu warga yang berjuang untuk hidup dari hasil alam.
Para masyarakat di pesisir Surabaya menggantungkan hidupnya pada alam. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan, pengasap ikan, pedagang hasil laut, hingga mencoba peruntungan dengan menjadi pekerja di wahana wisata yang ada di pesisir.
Di wilayah Cumpat, Kelurahan Kedung Cowek, Kabupaten Bulak, Surabaya, mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Mereka bermodalkan perahu mesin daring dan alat tangkap ikan berupa jaring milik pribadi. Hanya saja, 3 dari 65 anggota nelayan tercatat tidak memiliki perahu pribadi.
Selain menjadi nelayan, ada pula warga yang bekerja sebagai penyelam hingga pedagang kaki lima (PKL) di Sentra Ikan Bulak. Berbagai macam ikan segar, ikan asap hingga olahan ikan dijual di sana.
"Kalau untuk wilayah sini sih mayoritas nelayan, cuma untuk ibu-ibunya PKL. Perahu sendiri, modal sendiri, semua untuk wilayah saya beli sendiri tanpa ada ikatan sama tengkulak," ucap ketua KUB Sekarwangi RW 02, Kelurahan Kedung Cowek, Kabupaten Bulak, Surabaya M. Mahmud, Minggu (24/12/2023).
"Kalau dari anggota saya dari 65 yang gak punya kapal hanya tiga orang," ungkap Mahmud.
Bagi anggota nelayan, tidak ada ketentuan mengenai jam kerja. Beberapa dari mereka ada yang berangkat pada pagi, siang, hingga malam hari.
Ketika memasuki musim penghujan, biasanya para nelayan akan menunggu sampai cuaca sedikit mereda sebelum berangkat melaut.
"Kalau nelayan sih di daerah saya sini saya sendiri anggota ada yang berangkat malam, ada yang berangkat pagi, ada siang, gak tentu di sini. Kalo penyelam itu mayoritas jam 7 pagi berangkat. Kalau saya sendiri kan selaku penangkap ikan kakap ikut arus, arusnya tanggal berapa, kita kadang siang, kadang malam, kadang pagi. Gak tentu kalo cari ikan kakap, kalau kecil-kecil gini itu setiap hari berangkat jam setengah 6," jelas Mahmud.
"Kalau musim hujan kalo kita sudah separuh perjalanan ya terus, tapi kalau sebelum berangkat waktu hujan turun ya kita berhenti sejenak nunggu sampai hujannya reda baru berangkat," lanjutnya.
Mahmud menjelaskan, pendapatan yang didapatkan oleh kelompok nelayan selama setahun ini tidak dapat ditentukan, karena bergantung pada hasil tangkapan yang menyesuaikan dengan musimnya.
"Omzetnya per tahun gak bisa ditentukan karena nelayan ini kadang gak dapat sama sekali. Untuk pendapatan tidak bisa ditentukan," kata Mahmud.
Bagaimana kisah masyarakat di pesisir Romokalisari Surabaya? Baca di halaman selanjutnya!
(hil/dte)