Bagi masyarakat Tengger, Gunung Bromo bukanlah gunung sembarangan. Gunung ini disakralkan karena erat kaitannya dengan nenek moyang mereka, Joko Seger dan Roro Anteng.
Untuk itu, masyarakat yang berwisata ke Bromo diimbau tidak melakukan hal-hal buruk. Masyarakat Tengger menyebut, lautan pasir dan kawah Gunung Bromo merupakan tempat keramat atau disakralkan.
Hingga kini, masih menjadi tanda tanya berapa jumlah anak tangga yang kerap berubah-ubah saat dihitung. Sejumlah pengunjung menyebut jumlah tangga di sini ada 250 anak tangga. Namun, dalam berbagai literatur lama, jumlah anak tangga ini disebutkan berbeda-beda, ada yang menyebut 240, 250, bahkan 260 anak tangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wisatawan yang naik ke kawah Bromo kerap sengaja menghitung jumlah anak tangga, tetapi hasilnya selalu berbeda.
Tokoh adat suku Tengger Probolinggo, Supoyo membenarkan jika ada perbedaan jumlah anak tangga yang dihitung pengunjung. Supoyo mengatakan, hal ini kemungkinan terjadi karena medan dan lokasi jauh. Sehingga membuat wisatawan lelah dan tidak fokus.
Selain itu, Supoyo juga meyakini perbedaan anak tangga ini sebagai kesakralan Gunung Bromo. Untuk itu, Supoyo berpesan, pengunjung yang datang dan naik ke atas kawah Bromo, harus memperhatikan larangan yang ditetapkan oleh warga Tengger Bromo.
Seperti dilarang kencing menghadap Gunung Bromo, melempar batu ke kawah Bromo, mengambil barang yang ada di sekitar Bromo untuk dibawa pulang.
Supoyo juga berpesan agar pengunjung tidak takut dengan sisi misteri dan sakralnya gunung yang selalu disucikan oleh warga Tengger di 4 kabupaten di Jatim. Yakni Kabupaten Lumajang, Malang, Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo.
Menurut Supoyo, yang paling penting pengunjung harus menjaga ucapan. Lalu, hatinya harus bersih dan tidak mengucapkan kata-kata jorok atau kalimat buruk.
"Jika pengunjung baik domestik maupun mancanegara, yang hendak naik ke kawah Bromo dan di sekitarnya, agar patuhi larangan yang di nfokan oleh warga suku Tengger Bromo yang bermukim di 4 kabupaten," pesan Supoyo, Selasa (7/6/2022).
"Karena Gunung Bromo sakral, hindari kencing menghadap Bromo, dilarang mengambil barang di sekitar gunung untuk dibawa pulang, ditakutkan disuruh kembalikan sama leluhurnya yang menjaga Bromo. Kasihan nanti jauh-jauh datang lagi hanya untuk mengembalikan barang. Kalau hanya lihat tidak apa-apa terus kembalikan, dan jangan lempar batu ke kawah Bromo dan jaga ucapan dan hati dari kejelekan, Gunung Bromo sakral," tambah Supoyo.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua PHRI Probolinggo, Digdoyo Jamaludin. Ia menyebut, hal ini juga masih menjadi misteri. Untuk itu, pengunjung di Gunung Bromo diimbau tidak melakukan hal-hal buruk.
"Hingga kini wisata Gunung Bromo suci dan sakral, jadi jaga sikap dan jangan melakukan perbuatan jelek, untuk anak tangga setiap orang selalu berbeda menghitungnya, entah karena keajaibannya dan penuh misteri," pesannya.
(hil/dte)