1 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Juwariyah Masih Cari Keadilan

1 Tahun Tragedi Kanjuruhan

1 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Juwariyah Masih Cari Keadilan

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Minggu, 01 Okt 2023 15:40 WIB
Juwariyah 1 tahun tragedi kanjuruhan
Juwariyah, masih berjuang mencari keadilan untuk putrinya yang meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan. (Foto: M Bagus Ibrahim/detikJatim)
Malang -

Setahun Tragedi Kanjuruhan, keluarga korban merasa masih belum mendapatkan keadilan dalam penanganan kasus yang menewaskan 135 jiwa tersebut.

Berbagai upaya sudah dilakukan arek Malang dan keluarga korban untuk memperjuangkan keadilan. Mulai dari melakukan aksi demonstrasi, memasang spanduk tuntutan di wilayah Malang Raya, hingga mengajukan laporan model B yang dilakukan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan bersama arek Malang. Tapi, sampai saat ini upaya-upaya itu belum membuahkan hasil.

Para keluarga korban Tragedi Kanjuruhan meyakini bahwa sejauh ini penanganan kasus melalui laporan model A yang berjalan hingga menetapkan 5 tersangka bukan wujud keadilan. Mereka meyakini laporan model B yang diperjuangkan adalah keadilan sebenarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu ibu korban meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan, Juwariyah secara lantang mengatakan, sampai saat ini dia dan keluarga korban lain merasa belum menemukan keadilan. Malam jahanam pada 1 Oktober 2022 itu sulit untuk dilupakan.

"Sudah 1 tahun ini Tragedi Kanjuruhan, tapi kenapa keadilan belum saya dapatkan? Upaya-upaya sudah kami lakukan untuk melaporkan kasus ini ke Bareskrim serta elemen-elemen negara lainnya. Tapi mereka tidak merespon," ujarnya diwawancarai detikJatim, Jumat (22/9/2023).

ADVERTISEMENT

"Bahkan laporan model B di Polres Malang dihentikan, kenapa tidak manusiawi sama sekali? Kami sangat kecewa bersama dengan keluarga korban lain. Kami merasa tidak ada keadilan di negara sendiri," sambungnya.

Meski begitu, tekadnya untuk memperjuangkan keadilan masih membara. Dia akan terus mengajukan laporan terkait Tragedi Kanjuruhan. Perjuangan Juwariyah ini semata-mata demi anaknya, Syifwa Dinar Artamevia yang menjadi salah satu di antara 135 korban meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan.

Syifwa sendiri merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Tapi bagi Juwariyah, Syifwa adalah anak yang paling dekat dengannya dan menjadi penguat kala ibunya butuh dukungan.

Semasa hidup Syifwa juga dikenal merupakan sosok baik, sopan, santun dan mudah bergaul. Tak heran hampir seluruh orang, baik tua maupun muda yang tinggal di dekat kediamannya, Jalan Muharto Gang V, Kota Malang, mengenal Syiwa.

Kematian Syifwa menjadi pukulan keras bagi keluarga yang diketahui merupakan penggemar bola. Kala itu, Juwariyah sempat melarang anaknya berangkat untuk melihat pertandingan Derby Jatim antara Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan.

Mungkin karena melihat anaknya yang memang sudah menyukai bola sejak kecil, membuat Juwariyah luluh dan mengizinkan menonton ke Stadion Kanjuruhan. Waktu itu, Syifwa berangkat dengan tiga teman laki-lakiny sekitar pukul 18.30 WIB.

"Dia sempet ngabari kalau terjebak macet. Jam setengah 9 baru masuk stadion dan sudah babak kedua. Dia saat itu nonton di tribun berdiri, di Gate 10. Sampai jam setengah 12 malam belum ada kabar. Saya pikir masih di jalan karena setiap lawan Bonek pasti macet jalannya," ungkapnya.

Selang beberapa waktu, Juwariyah mencoba menghubungi Syifwa kembali tapi tidak kunjung ada respons. Beberapa kali coba dihubungi hingga akhirnya terdengar suara di ujung telepon anaknya. Namun, bukan Syiwa yang menjawab telepon Juwariyah itu, melainkan temannya.

"Saat itu, kata temannya Syifwa pingsan dan mau dibawa ke rumah sakit. Saya bilang langsung bawa ke rumah sakit, tapi saat itu saya masih nggak tahu kalau ada chaos. Kemudian jam 12 lebih seperempat dini hari itu ada temannya datang ke rumah dan bilang ini (Tragedi Kanjuruhan) terjadi, banyak yang luka juga," terangnya.

Juwariyah 1 tahun tragedi kanjuruhanJuwariyah, masih berjuang mencari keadilan untuk putrinya yang meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan. Foto: M Bagus Ibrahim/detikJatim

Panik mendengar itu, Juwariyah langsung menaiki sepeda motor menuju Rumah Sakit Wava Husada tempat Syifwa dirawat. Saking paniknya, Juwariyah sampai lupa membawa handphone.

"Saya di Kebonagung sempet beli bensin eceran dulu di depannya rumah makan nasi padang. Saat itu ditanyai sama orang warung mau ke mana. Saya bilang mau cari anak saya habis lihat bola, di situ diberitahu oleh orang warung kalau ada ratusan yang meninggal," kata dia.

"Habis dengar itu, di sepanjang perjalanan saya menangis, saya tidak tahu RS Wava Husada itu di mana, saya lurus saja sampai melihat ada ramai-ramai. Motor saya taruh entah di mana dan saya masuk rumah sakit, melihat sudah berjajar-jajar korban di tergeletak," sambungnya.

Lantaran tidak kuasa melihat situasi tersebut, Juwariyah berulang kali pingsan hingga pada akhirnya keluarganya datang. Saat itu, dilakukan pemeriksaan identitas dan ditemukan Syifwa sudah dalam keadaan meninggal dunia.

"Jenazah dicari anak saya yang pertama. Ketika sudah tahu itu anak saya, langsung dibawa pulang. Sampai rumah jam setengah 5 subuh. Saya sangat sakit hati anak saya bukan pemberontak, bukan bandar narkoba, bukan yang turun ke lapangan. Dia nonton bola di tribun tapi kenapa kok dibantai," ucap dia.

Demi memperjuangkan keadilan bagi anaknya, Juwariyah akan terus menyuarakan usut tuntas Tragedi Kanjuruhan agar tidak tenggelam ditelan masa. Ini adalah upaya yang bisa dilakukan demi anak tercintanya.




(hil/dte)


Hide Ads