Autopsi dua jenazah korban Tragedi Kanjuruhan mendadak dibatalkan. Proses autopsi sedianya digelar Kamis (20/10).
Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto mengungkapkan batalnya autopsi tersebut bukan keputusan sepihak dari polisi. Toni mengklaim keluarga kedua jenazah tersebut tidak berkenan dilakukan autopsi.
"Bagaimanapun untuk pelaksanaan autopsi kita salah satunya meminta persetujuan keluarga dan hasil informasi yang saya peroleh, hingga saat ini keluarga sementara belum menghendaki untuk dilakukan autopsi," ujar Toni kepada wartawan di RS dr Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Rabu (19/10/2022) pagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan tidak adanya persetujuan keluarga, kata Toni, maka proses otopsi yang sudah direncanakan terpaksa batal. Toni sendiri datang ke RSSA Kota Malang setelah tiba dari Jakarta. Kehadiran untuk menjenguk korban Tragedi Kanjuruhan yang masih menjalani perawatan.
"Saya baru tiba dari Jakarta pagi tadi kemudian langsung menuju RS (RSSA) ini. Selaku pejabat baru, tentunya harus hadir di tempat RS (RSSA) ini," katanya.
Mantan Wakapolda Jawa Timur ini mengaku, kehadirannya merupakan bentuk ungkapan duka cita dan simpati atas Tragedi Kanjuruhan. Apalagi, ada satu korban meninggal dunia kemarin. "Sebagai satu bentuk simpati dan duka cita kami kemarin ada satu korban lagi yang meninggal dunia," ucapnya.
Keluarga Korban Beberkan Alasan Pembatalan Autopsi
Devi Athok (43), salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan memutuskan untuk membatalkan pengajuan autopsi kedua anaknya yang meninggal. Padahal, awalnya ia telah bersedia jenazah kedua anaknya untuk diautopsi. Dia pun buka-bukaan terkait alasannya membatalkan autopsi.
Kesedihan masih tampak begitu jelas di raut muka Athok. Ia masih terpukul karena dua putrinya, Devi Anggraeni (16) dan Natasya Febi Anggraeni (13) menjadi korban meninggal saat tragedi pecah, Sabtu (1/10).
Athok pun menuntut keadilan dan mendesak tragedi yang telah memakan korban jiwa 133 orang itu diusut tuntas. Ia kemudian bersedia jenazah kedua anaknya untuk diautopsi. Namun belakangan ia kecewa dan mengurungkan niatnya.
Pembatalan autopsi terpaksa diputuskan, karena Athok merasa sendirian dalam mencari keadilan. Tak satupun yang mendampingi dirinya untuk menuntut keadilan atas meninggalnya kedua putrinya.
"Saya putuskan tidak (diautopsi), karena untuk apa? Saya seperti berjalan sendiri tanpa dukungan dari manapun," ujar Athok ditemui detikJatim di kediamannnya, Jalan Raya Bululawang, Kabupaten Malang, Rabu (19/10/2022).
Ia pun menyesalkan mengapa ratusan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan lainnya tak melakukan langkah seperti dirinya. Sehingga, keadilan dituntut bukan hanya semata untuk kedua buah hatinya, melainkan bagi seluruh korban. "Saya menjalani sendiri, menanggung resiko, buat apa?" katanya.
Athok mengaku permintaan autopsi diterima pada tanggal 10 Oktober 2022. Ia sendiri awalnya bersedia kedua jenazah putrinya diautopsi. Namun belakangan ia membatalkannya karena merasa terintimidasi dengan kedatangan polisi.
"Malam 10 Oktober saya resmi ajukan autopsi ke TGIPF. Paginya, saya sudah dihubungi oleh aparat untuk menanyakan maksud saya mengajukan autopsi," beber Athok di rumahnya Jalan Raya Bululawang, Kabupaten Malang, Rabu (19/10/2022).
"Itu tidak berhenti, terus berdatangan sampai pada 17 Oktober saya resmi membatalkan, ketika didatangi petugas dari Polda Jatim," imbuhnya.
Seringnya ia didatangi aparat ternyata membuat dirinya memutuskan mundur dan membatalkan proses autopsi kedua anaknya. Apalagi, ia menyadari bahwa dari seluruh korban hanya dirinya ternyata satu-satunya yang mengajukan proses autopsi.
"Tiga kali (didatangi polisi). Tapi kan namanya, gimana lah kalau ditekani (didatangi) polisi, kan takut. Mereka datang rombongan. Nggak ada perkataan pengancaman, tapi kan didatangi saja takut," akunya.