Kejari Tanjung Perak Surabaya resmi menetapkan tersangka dan menahan Komisaris PT DJA berinisial MK. Ia ditahan terkait dugaan kasus korupsi.
"Korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan modal kerja pada salah satu Bank BUMN," kata Kepala Kejari Tanjung Perak Ricky Setiawan Anas.
Ricky mengatakan, penetapan tersangka dan penahanan dilakukan setelah pihaknya mengantongi dua alat bukti. Tersangka kemudian dijerat dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
"Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, demi kepentingan penyidikan, MK ditahan di Cabang Rutan Kejati Jatim," ujar Ricky.
Ricky menjelaskan, kasus dugaan korupsi tersebut bermula pada 19 Desember 2011. Kala itu, MK selaku Persero Komanditer CV. DJA mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan modal kerja trading batu bara sebesar Rp 30 miliar kepada Bank BUMN.
Saat itu, MK mengajukan jaminan berupa 6 fixed asset berupa tanah dan bangunan, 4 piutang usaha fiktif senilai Rp 21 miliar, hingga 2 jaminan pribadi personal guarantee. Dalam proses pengajuan, AF selaku Account Officer (AO) Bank BUMN membuat LHK dan analisa fiktif untuk meloloskan permohonan tersebut.
"Selanjutnya, AF mengarahkan MK agar mendirikan PT guna mendapatkan fasilitas pembiayaan korporasi. Atas arahan tersebut, didirikanlah PT DJA, yang kemudian kembali diajukan oleh AF tanpa dilakukan LHK dan analisa ulang," jelas Ricky.
Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak I Made Agus Mahendra Iswara menambahkan, pada 30 Maret 2012 telah dilakukan penandatanganan akad pembiayaan senilai Rp 27,5 miliar.
"Tersangka MK kemudian mengajukan pencairan dana dengan menggunakan kontrak atau invoice fiktif dari para buyer. Namun, dana pencairan tersebut tidak digunakan untuk perdagangan batu bara, melainkan untuk melunasi utang pribadi MK," terang Made.
Pada saat jatuh tempo pembayaran, MK beberapa kali mengajukan penundaan dengan didukung analisa fiktif dari AF. Hingga akhirnya, pada 4 Januari 2014, PT DJA dinyatakan kolektibilitas 5 atau Coll 5 dan dilakukan hapus buku atau Write Off oleh Bank BUMN.
Setelah dilakukan likuidasi terhadap 6 agunan fixed asset yang dijaminkan, hasilnya tidak mampu menutupi fasilitas pembiayaan yang telah diterima. Atas perbuatan MK selaku bersama AF selaku AO Bank BUMN, Iswara menyebut ada kerugian negara negara sekitar Rp 7,9 miliar.
Karena ulahnya itu, MK tersebut disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 3 Ayat juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Sebagai bagian dari proses penyidikan, hingga hari ini Tim Penyidik telah menerima uang titipan dari MK sebesar Rp 1,5 miliar, yang selanjutnya berdasarkan Pasal 39 KUHAP, dilakukan penyitaan untuk pembuktian di persidangan," tandas Made.
Simak Video "Video: Kejati Sumsel Sita Rp 506 Miliar di Kasus Korupsi Kredit Bank BUMN"
(auh/abq)