Pertambangan illegal batubara di IKN yang dibongkar polisi disebut juga merugikan negara hingga Rp 5,7 T. Bahkan, juga merusak lingkungan hidup.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaiffudin mengatakan, kegiatan ilegal ini ditaksir menimbulkan potensi kerugian negara sekitar Rp 5,7 triliun. Menurutnya, jumlah tersebut bisa saja bertambah, mengingat aktivitas pertambangan diduga dilakukan sejak 2016.
"Potensi kerugian negara berdasarkan kolaborasi bersama ahli dalam penyidikan dari kementerian akibat ditambang sejak 2016 sampai 2024 mencapai Rp 3.5 T. Lalu kerusakan hutan atau kayu sekitar Rp 2.2 triliun, lalu kerugian lingkungan akan dihitung kembali dan kerugian akan lebih besar karena variabel kehilangan dan kerusakan tidak hanya pohon saja. Sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp 5.7 T," kata Nunung, Kamis (17/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nunung memastikan aktivitas pertambangan itu juga merusak lingkungan di IKN. Tak hanya kerusakan pohon dan tanah, tapi juga mencemari sumber daya alam yang ada di sekitarnya.
"Mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti erosi, pencemaran air dan udara, serta hilangnya keanekaragaman hayati," ujarnya.
Ia menengarai kuat ada perusahaan tambang resmi yang terlibat dalam kasus itu. Diduga ada perusahaan menerbitkan dokumen IUP.
"Kalau kita menyebutnya dokumen terbang, itu dokumen resmi dan asli, tapi padahal dari hasil pertambangan ilegal," imbuhnya.
Hal senada disampaikan Direktur Pembinaan Penguasaan Batubara Kementerian ESDM Surya Herjuna. Menurutnya, berdasarkan citra satelit dari 2016 hingga 2024, pada tahun 2019 kerusakan mencapai 88,49 hektare.
"Di 2024 ada 116 hektare, jadi kalau dilihat dari angka per tahun sampai 20 hektare penambahan tambang ilegal, kalau dikembangkan lagi bukaan ini makin cepat kalau permintaan batubara meningkat, tambang ini adalah ilegal, kalau mungkin ada izin dari pemerintah tentu ada perencanaan yang jelas, jadi kita lihat tayangan-tayangan yang ada ini tidak memperhatikan kerusakan lingkungan," paparnya.
Ia memastikan aktivitas pertambangan tersebut ilegal dan bisa berdampak buruk bagi lingkungan. Serta, bisa mengakibatkan adanya bencana alam.
"Kegiatan yang dilakukan di lokasi tidak mengindahkan kaidah-kaidah yang berdampak pada lingkungan. Potensi longsor sangat besar, lalu ada upaya reklamasi juga, ini merupakan salah satu karakteristik pertambangan dengan melakukan coba-coba mencari bahan galian, kalau tidak ketemu (hasil bumi) dia berpindah," tutupnya.
(pfr/hil)