Pertambangan batu bara diduga ilegal yang merugikan negara hingga triliunan rupiah dibongkar Dittipidter Bareskrim Mabes Polri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendukung upaya itu untuk mencegah praktik serupa di kemudian hari.
"Kami serahkan kepada aparat penegak hukum untuk menjalankan tugasnya dengan baik-baik. Kami mendukung agar tidak ada lagi gerakan-gerakan tindakan yang di luar aturan," ujar Bahlil usai peresmian Migas Corner di ITS, Kamis (17/7/2025).
Namun Bahlil enggan berkomentar lebih jauh. Menurutnya, kewenangan penindakan mengenai praktik ilegal itu sepenuhnya ada di tangan aparat penegak hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau berbicara ilegal, yang berhak untuk menyelesaikan itu adalah aparat penegak hukum. Kami mengawasi yang proses penambangan yang ada izinnya," ucapnya.
Sebelumnya, pertambangan batu bara diduga ilegal dibongkar Dittipidter Bareskrim Mabes Polri. Tambang batu bara itu diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah dan merusak lingkungan.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjend Nunung Syaifuddin mengatakan pengungkapan itu tak hanya dilakukan pihaknya saja melainkan bersama petugas gabungan dari KLHK, ESDM, hingga Kepala UKHK Otorita IKN.
Nunung menuturkan tambang batu bara ilegal itu terjadi di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ia menyebut aktivitas pertambangan itu tak hanya merusak alam dan berdampak pada marwah IKN, tapi juga merugikan negara sebesar Rp 5,7 triliun.
"Selama tanggal 23 sampai 27 Juni 2025, tim penyelidik Dittipidter Bareskrim Polri melakukan penyelidikan (surveilance) berdasarkan informasi dari masyarakat, terhadap kegiatan pemuatan batu bara yang dibungkus menggunakan karung," kata Nunung saat konferensi pers di Depo Tanto Jalan Prapat Kurung Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kamis (17/7/2025).
Nunung menjelaskan potensi kerugian berdasarkan kolaborasi bersama ahli dalam penyidikan dari kementerian dalam jumlah yang fantastis. Ia menyebutkan potensi kerugian batu bara yang hilang akibat ditambang sejak 2016 sampai 2024 mencapai Rp 3.5 T.
"Lalu kerusakan hutan atau kayu sekitar Rp 2.2 triliun, lalu kerugian lingkungan akan dihitung kembali dan kerugian akan lebih besar karena variabel kehilangan dan kerusakan tidak hanya pohon saja. Sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp 5.7 T," ujarnya.
(dpe/abq)