Kasus baby sitter mencekoki balita anak majikannya dengan obat keras membuat ibu-ibu meradang. Baby sitter tersebut berdalih memberi korban obat penggemuk, tetapi hal ini justru berdampak buruk pada kesehatan korban.
Kabid Dokkes Polda Jatim Kombes M Khusnan mengatakan, ada pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini. Salah satunya, agar tidak mempercayakan anak 100 persen pada baby sitter.
Ia mengimbau ibu-ibu yang mempunyai anak kecil, agar anaknya tidak langsung dipercayakan kepada baby sitter. Selain itu, juga mengawasi betul perilaku sang anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus betul-betul diamati, apakah dia perilakunya berubah atau tidak. Kemudian dalam penggunaan obat harus terus diawasi, jangan mudah menggunakan Stero dengan mudah terhadap anak-anak," ujar Khusnan kepada detikJatim, Selasa, (15/10/2024).
Sebelumnya diberitakan, baby sitter berinisial NB (36), dinyatakan sebagai tersangka usai meminumkan obat dengan kandungan Deksametason dan Siproheptadine (sebelumnya disebut pronicy) kepada balita yang ia asuh. NB terancam pasal berlapis.
Balita tersebut merupakan anak Linggra Kartika. Linggra tak menyangka baby sitter yang ia percaya, mencekoki anaknya dengan obat-obatan keras selama setahun tanpa sepengetahuannya. NB berdalih obat tersebut merupakan obat penggemuk.
"Tersangka meminumkan obat tanpa izin dan tidak diketahui oleh pelapor selaku ibu kandung korban," kata Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman saat pers release di Mapolda Jatim Jalan Ahmad Yani Surabaya, Selasa (15/10/2024).
Tersangka juga mengaku meminumkan obat kepada korban agar nafsu makannya bertambah. Namun, korban justru jatuh sakit dan bengkak pada wajah dan tubuhnya.
Hal ini berdampak pada hormon kortisol dan hormon pertumbuhan korban hingga ia harus mengalami terapi hingga waktu yang tak dapat ditentukan.
"Berat badan korban juga overweight yakni mencapai 19,5 kg. Sedangkan, NB bukan ahli farmasi," tambahnya.
Pada akhirnya, pelaku dijerat dengan pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU RI no 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Serta pasal 436 ayat (1) dan ayat (2) UU RI nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun penjara
(hil/iwd)