Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turut menyoroti kasus Dokter Gadungan PHC yang pernah menjadi Kepala UPTD dan Kepala Puskesmas setelah berhasil mengelabui banyak orang. Khusus soal kasus dokter gadungan jadi Kepala Puskesmas itu, Kemenkes menyentil sejumlah pihak.
Adalah Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi yang turut merespons kasus dokter gadungan di Surabaya bernama Susanto yang berhasil menipu banyak orang dan bekerja sebagai tenaga medis selama 2 tahun di PT Pelindo Husada Citra (PT PHC).
Belakangan terungkap bahwa Susanto telah mengelabui PT PCH, perusahaan yang juga membawahi Rumah Sakit PHC Surabaya, dengan melampirkan ijazah milik orang lain dan mengganti foto pemilik ijazah asli itu dengan foto dirinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi pria bernama Susanto ini baru diketahui setelah PT PHC hendak memperpanjang kontrak dengan persyaratan melampirkan berkas lebih lengkap. Saat diverifikasi, data yang diberikan tidak sesuai alias telah dimanipulasi.
Sebelum menipu PT PHC, Susanto ternyata juga sempat mengelabui salah satu Puskesmas dengan menjadi Kepala UPTD dan Kepala Puskesmas. Praktiknya mirip, dia mencomot identitas dr Anggi Yurikno.
Dokter Nadia menyesalkan aksi Susanto yang menipu banyak pihak. Dia soroti pentingnya verifikasi sebelum keputusan kontrak tenaga kesehatan yang mana pada tahap itu tugas komite medik sangat penting untuk memastikan kompetensi nakes sesuai dengan surat maupun sertifikat yang dilampirkan.
"Seharusnya, pada kontrak pertama proses kredensial dari komite medik untuk menentukan tenaga medis tadi kompetensinya sesuai dengan yang dibutuhkan," kata dr Nadia dilansir dari detikHealth, Rabu (13/9/2023).
"Dan proses kredensial ini harus dilakukan komite medik untuk mencari informasi. Jadi di tahap perpanjangan ada proses cek and ricek, yang mungkin bagian kredensial. Akhirnya dapat ditemukan permasalahan ini," sambung dia.
Pihak RS menurut dr Nadia sebetulnya bisa melakukan proses cross-check data nakes dengan pemerintah daerah maupun sejumlah organisasi dan asosiasi RS. Hal ini demi menghindari kasus serupa seperti yang dilaporkan pada RS PHC Surabaya.
"Setiap RS punya hospital by law. Tentu harus ada pembinaan mengingatkan akan terus dilakukan bersama juga dengan Dinkes provinsi, kabupaten/kota, juga dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), juga Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI)," pungkasnya.
(dpe/dte)