Sidang pemeriksaan saksi dalam kasus perundungan yang menewaskan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Universitas Diponegoro (Undip), dokter Aulia Risma, dilaksanakan hari ini. Saksi mengungkapkan, almarhum sempat didiagnosa depresi.
Hal itu diungkap saksi Pamor Nainggolan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di hadapan hakim ketua Djohan Arifin dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025).
"Kondisi almarhum sejak masuk PPDS semester satu masih bagus, sehat, tidak pernah cedera atau sakit," kata Pamor menjawab pertanyaan jaksa soal riwayat kesehatan dr Aulia Risma.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pamor kemudian menjelaskan adanya penurunan kesehatan yang dialami dokter Aulia usai menjadi peserta PPDS Anestesi Undip. Dokter Aulia disebut pernah terjatuh akibat jadwal jaga yang padat.
"Benar ada penurunan kesehatan, contoh ketika beliau kena jadwal padat, sampai pernah beliau itu pulang itu terjatuh, terjatuh di selokan," ungkapnya.
"Setelah itu dia mengalami gangguan di kakinya dan mengalami saraf kejepit yang itu beliau alami selama masa proses PPDS karena beliau sering mengangkat beban berat," lanjutnya.
Jaksa kemudian menanyakan kondisi kejiwaan dokter Aulia selama menjadi mahasiswa PPDS Anestesi Undip. Pamor lantas membenarkan bahwa dokter Aulia sempat depresi, dibuktikan dari hasil pemeriksaan dokter Aulia.
"Iya benar. Kesimpulannya diagnosa menunjukkan adanya kecenderungan depresi," ucap Pamor.
"Di sini hampir ada sembilan mendiagnosa depresi. (Apa penyebabnya?) Tekanan dari beban kerja, ketidaksetaraan senior, kerja fisik," lanjutnya.
Pamor menjelaskan, keluarga sempat memberitahukan hasil pemeriksaan psikiater dokter Aulia kepada terdakwa Taufik selaku Kaprodi PPDS Anestesi Undip sekitar Desember 2022. Diketahui, 2022 merupakan tahun pertama dr Aulia menjadi dokter residen.
"Beberapa kali dokter almarhum menyampaikan kondisi-kondisi yang dialami oleh almarhum selama menjalani pekerjaan dan sakit yang dialami dan meminta izin kepada KPS (Kaprodi). Dikabulkan? Iya," ungkapnya.
Pamor mengungkapkan, banyak WA dari Ibu dokter Aulia yang tidak dibalas Taufik. Saat dimintai klarifikasi, Taufik mengaku kepada penyidik bahwa pihaknya sudah menindaklanjuti.
"Waktu kita lakukan klarifikasi, kira-kira responsnya apa terhadap yang disampaikan oleh ibu almarhum, yang bersangkutan menyampaikan sudah ditindaklanjuti. Tapi kita minta buktinya, belum kita dapatkan di dalam pemeriksaan," kata Taufik.
Diketahui, dr Aulia Risma merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang. Dia ditemukan tewas di kamar kosnya di Kelurahan Lepongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, pada Senin (12/8/2024) malam.
Fakta bahwa dia tewas sendiri di dalam kamar kos yang terkunci dan ditemukan obat-obatan penenang yang disuntikkan ke tubuhnya membuat banyak pihak saat itu menduga dia bunuh diri.
Bersamaan dengan itu, media sosial diramaikan dengan perbincangan terkait perundungan yang diduga menyebabkan dr Aulia Risma meninggal. Polda Jateng akhirnya melakukan penyelidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yang kini menjadi terdakwa di persidangan. Mereka ialah Taufik Eko Nugroho selaku Kaprodi, Sri Maryani selaku staf, dan Zara selaku senior dr Aulia.
Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.
(afn/dil)