Masriah divonis penjara. Dia harus menjalani masa kurungan 1 bulan di Lapas Kelas II A Sidoarjo. Warga Desa Jogosatru, RT 01, RW 01, Sukodono, Sidoarjo menggelar syukuran pada Sabtu (3/6) malam. Mereka berharap Masriah insaf setelah keluar dari penjara.
"Dengan kegiatan tasyakuran ini semoga Ibu Masriah bisa berubah dan mau bergaul dengan lingkungan. Awalnya para emak-emak di desa ini geram dengan ulahnya Masriah," kata Nurul usai syukuran, Sabtu (3/6) malam.
Dosen sekaligus Peneliti Psikologi Forensik Unair Margaretha mengakui dirinya perlu melakukan observasi lebih dalam untuk memahami apa yang terjadi pada Masriah. Namun, dari kasus yang dia pelajari di berita, dia menganggap Masriah perlu mendapatkan rehabilitasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melihat riwayatnya sudah cukup lama, ya, sudah 6 tahun perilaku berulang. Ada kemungkinan saat dia punya emosi meledak yang tidak bisa dia kuasai dia lemparkan kemarahannya dalam bentuk kotoran. Saya rasa ini ada keterkaitan dengan gaya atau pola kepribadian yang bersangkutan, atau juga mungkin cara dia menyelesaikan masalah," ujarnya kepada detikJatim, Minggu (4/6/2023).
Untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban, Margaretha sepakat bahwa Masriah perlu mendapat hukuman. Kini Masriah telah dipenjara, Margaretha menyampaikan tidak cukup itu saja bila semua orang ingin Masriah berubah.
"Akan sangat baik bila selain pelaku mendapatkan hukuman agar dia menghentikan perlakuan itu, dia juga mendapatkan yang kedua yakni rehabilitasi. Artinya, ada pendampingan agar dia punya keterampilan supaya tidak perlu lagi mengulang perilaku itu, tapi melakukan perilaku yang lebih adaptif, yang lebih diterima. Misalkan ketika menginginkan sesuatu lebih berupaya melakukan upaya komunikasi, dialog, mengelola emosinya," katanya.
Rehabilitasi itu, kata Margaretha, perlu dilakukan bersama psikolog, konselor, atau dengan pemuka agama yang akan memberi siraman bukan hanya dalam bentuk pengetahuan tapi juga latihan keterampilan menyelesaikan masalah serta mengendalikan kepribadian yang kaku dan cenderung meluap-luap.
"Jadi sangat saya sarankan pelaku mendapatkan rehabilitasi psikologis. Nggak cukup cuman dikoreksi hukum saja, tapi juga harus mendapatkan rehabilitasi psikologis. Misalkan bisa dengan konseling untuk melakukan anger management," katanya.
Tidak cukup itu, saat Masriah tuntas menjalani masa kurungan penjara, Margaretha menyarankan kepada pemerintah juga warga sekitar melakukan pendampingan lebih lanjut. Misalnya dengan mengajak Masriah melakukan penghijauan di lingkungannya sebagai terapi perilaku buruknya.
"Karena ini ada contempt emotion atau emosi jijik, ya, saya sarankan dia (Masriah) diajak untuk melakukan penghijauan dengan menanam bunga dan lain-lain selama 2 tahun. Itu untuk melawan (keinginan) agresi (penyerangan/teror) dengan kotoran. Caranya dengan membangun keindahan," katanya.
Seperti diketahui, Masriah warga Desa Jogosatru, Kecamatan Sukodono Sidoarjo sering melakukan teror penyiraman air kencing dan tinja kepada tetangganya bernama Wiwik. Teror itu telah dilakukan oleh Masriah sejak 2017, terbukti dengan rekaman kamera CCTV yang dipasang oleh Wiwik.
Apa yang telah dilakukan Masriah pernah dimediasi di Polsek Sukodono pada 2017. Saat itu Masriah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, namun dia justru kembali melakukan teror kepada keluarga Wiwik hingga tiga kali dalam sehari.
Masriah melakukan aksi itu karena rumah yang ditempati Wiwik, yang tadinya merupakan milik adik kandungnya justru dijual kepada Wiwik. Padahal saat itu Masriah hendak membelinya tapi tidak punya uang.
Karena masih ingin memiliki rumah itu dan supaya Wiwik menjual rumah itu kepadanya dengan harga murah, Masriah pun kerap menyiram air kencing, tinja, air comberan hingga melempar sampah ke rumah Wiwik.
(dpe/iwd)