Dian Patria Arum Sari warga Kabupaten Malang dituntut pidana 2,5 tahun karena pencemaran nama baik melakukan pembelaan hari ini. Terdakwa menilai bahwa proses hukum yang berjalan tak berkeadilan.
Sidang dengan agenda pledoi atau pembelaan terdakwa dipimpin majelis hakim Amin Immanuel Bureni di Pengadilan Negeri Kepanjen hari ini.
Pembelaan dibacakan kuasa hukum terdakwa M Sholeh untuk menanggapi tuntutan jaksa di sidang sebelumnya. Setelah pembacaan pledoi, sidang kembali dilanjutkan pekan depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdakwa Dian Patria Arum Sari berharap majelis hakim dapat memutus perkara ini secara obyektif. Karena dirinya merupakan korban penipuan dari Bayu Pambirat Angkoro yang sudah berjanji akan melunasi hutang.
Keinginannya hanya satu bagaimana uang Rp 25 juta yang ditagih ke Bayu Pambirat Angkoro bisa kembali. Dan terkait jeratan Undang-Undang ITE bisa bebas.
"Semoga cepat selesai dan ada pengusutan, ini laporannya di Polres Pasuruan. Saksi yang dihadirkan itu tidak mengiyakan ada yang di Pasuruan. Korban tidak hanya saya saja, makanya korbannya dia saya jadikan saksi," ujar Dian kepada wartawan usai sidang pledoi di PN Kepanjen, Selasa (14/2/2023).
Terpisah kuasa hukum terdakwa M Sholeh mengatakan jika kliennya sejak awal menjadi korban kezaliman. Niatnya untuk menagih hutang terhadap suami pelapor justru berujung jeratan pidana.
Belum lagi kasus yang dianggap kedaluarsa. Karena sudah melebihi satu tahun ketika dilaporkan dari waktu kejadian. "Seharusnya gugur demi hukum," ujarnya.
Sementara jaksa penuntut umum Juni Ratnasari membenarkan, jika awal kasus ini dilaporkan ke Polres Pasuruan. Kemudian dilimpahkan karena locus delicti atau tempat kejadian perkara berada di Kabupaten Malang.
"Karena ada pelimpahan, maka langsung dinaikkan. Dan kebetulan saksi-saksi banyak berdomisili di sini (Kabupaten Malang)," kata Juni.
Juni menjelaskan bahwa perkara yang disidangkan belum kedaluwarsa. Sesuai Pasal 74 KUHP tentang masa kedaluwarsa kasus. Jika di Indonesia masa kedaluwarsa adalah enam bulan, sementara di luar Indonesia selama sembilan bulan.
"Kebetulan tindak pidana dan dilaporkan masih dalam waktu satu bulan. Belum kedaluwarsa. Kejadian 7 Nopember dilaporkan pada 19 Desember," jelasnya.
Juni menambahkan bahwa tuntutan yang diberikan lebih ringan dibandingkan ancaman hukuman selama empat tahun. Perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa telah membawa dampak buruk bagi pelapor.
"Tuntutan kita sebenarnya tidak lepas dari undang-undang, hukumannya 4 tahun. Seandainya kami menuntut 2,5 tahun jauh lebih ringan. Saat pemeriksaan korban disampaikan ada dampak negatif pada usahanya, selain dampak sosial. Seharusnya dikatakan penipu harus sesuai keputusan pengadilan," pungkasnya.
(mua/iwd)